TENGGARONG, TRIBUN - DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) saat ini sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Transparansi. Perda itu nantinya akan mengatur tentang dokumen apa yang bisa dipublikasi kepada masyarakat, serta dokumen yang tidak boleh dipublikasi. Anggota Panitia Khusus (Pansus) Perda Transparansi Suryadi, mengatakan raperda itu dibuat karena selama ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar kurang transparan dalam mengelola pemerintahannya, terutama pengelolaan keuangan. Diharapkan, dengan adanya perda ini, masyarakat dengan mudah dapat mengetahui pengeloaan keuangan, administrasi dan hal-hal lainnya yang dilakukan oleh Pemkab.

"Perda ini merupakan perda inisiatif dewan.  Dalam perda transparansi itu akan diatur dokumen apa saja yang dapat dan tidak boleh diketahui oleh masyarakat. Bagaimana cara memperolehnya juga akan diatur dalam perda itu. Dengan begitu, ke depan pengelolaan keuangan akan lebih baik," kata Suryadi, yang juga anggota Komisi II DPRD Kukar, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (2/4). Ia menjelaskan, pihaknya sudah menyusun draft perda itu sejak awal Maret. Jika tidak ada halangan, perda akan selesai tiga sampai empat bulan lagi. "Penyelesaiannya tergantung dari substansi yang dibahas. Kalau substansinya tidak ada masalah, maka dalam sebulan dapat diselesaikan. Tapi kalau tidak, bisa hingga satu tahun," kata Suryadi.

Ia mengakui, tidak ada aturan yang lebih tinggi atau peraturan khusus yang mengatur transparansi. "Tak ada Undang-Undang (UU) yang mengatur transparansi. Tapi, hal ini, tersirat dalam beberapa peraturan. Misalnya UU Pengelolaan Keuangan  dan Kepmendagri No 13 tahun 2005 mengenai pengelolaan keuangan daerah. Ada pasal diperaturan itu yang mengatur transparansi," ujarnya. Dalam waktu dekat, Pansus Transparansi yang dipimpin oleh Setia Budi, akan studi banding ke salah satu daerah-daerah yang telah memiliki perda transparansi. Daerah itu antara lain, Gorontalo, Siak dan Pontianak.

Suryadi: Jika Tak Diminta, Tidak akan Diberi
SELAMA tahun 2006 dan 2007 lalu, tak semua anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) mendapatkan rincian dokumen APBD yang telah disahkan. Mereka akan menerima dokumen tersebut, jika meminta ke Sekretariat Dewan. Jika tidak, mereka tak memiliki dokumen itu. Bahkan, pada APBD 2004 dan 2005, dokumen yang seharusnya bisa mereka gunakan untuk mengawasi jalannya pembangunan di Kukar, tak mereka dapatkan. "Tahun 2004 dan 2005 kita tidak mendapatkan dokumen APBD. Karena itu, pada dua tahun berikutnya kami berusaha meminta dokumen itu dan dikasih. Jika tidak, dokumen itu tak akan dikasih," kata Anggota Komisi II DPRD Kukar Suryadi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (2/4).

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menambahkan, untuk dokumen APBD 2008 telah diterima anggota dewan, pertengahan Maret atau hampir satu bulan setelah APBD diketok."Sudah saya dapatkan. Tapi saat ini, saya tidak membawanya. Dokumen itu penting bagi saya. Karena sebagai dasar saya untuk menjelaskan kepada konstituen saya mengenai aspirasinya yang masuk dalam APBD," kata Suryadi.
Selain itu, dokumen APBD yang telah ditetapkan dan menjadi perda ini adalah dasar baginya untuk mengawasi pembangunan di Kukar.

Senada dengan Suryadi, anggota Komisi I M Wahyudi mengatakan APBD merupakan dasar untuk menjalankan salah satu tugas pokok DPRD, yakni pengawasan. "Bagaimana kami mengawasi pembangunan kalau tak memiliki APBD," katanya. Saat ini, dokumen APBD yang diterima pertengahan Maret ia berikan kepada staf ahlinya, La Mudin, akademisi dari Universitas Kartanegara. "Dokumen itu akan dipelajari apakah ada anggaran fiktif atau tidak. Apalagi bagi kami, komisi 4 yang menangani bansos (bantuan sosial). Kami perlu tahu, anggaran ini diberikan kepada siapa saja. Ini untuk mencegah anggaran fiktif dan proposal yang sama tapi namanya saja yang berbeda," ujarnya.

Ia juga mempersilakan Tribun jika ingin memfotokopi dokumen itu. Menurutnya, dokumen itu bukan rahasia dan siapa saja-- terutama masyarakat--dapat memiliki dokumen APBD. "Anggaran tahun ini sekitar Rp 5,5 triliun. Anggaran ini cukup besar, dan perlu transparansi agar masyarakat juga tahu dan terlibat dalam pengawasannya. Karena APBD, merupakan uang rakyat," ujar politisi asal Partai Golkar itu. Pernyataan berbeda disampaikan dua orang anggota DPRD dari Fraksi Golkar. Mereka merasa tak wajib memiliki APBD. "Saya sih tidak terlalu merasa dokumen itu penting. Yang penting, aspirasi masyarakat yang saya perjuangkan sudah masuk," ujar seorang anggota dewan yang meminta namanya tak disebutkan. (reo)
Dipublikasikan Tribun Kaltim 3 April 2008

0 komentar:

Posting Komentar