SAMARINDA-- Kejaksanaan Tinggi (Kejati) Kaltim terus mengusut dugaan korupsi dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Kartanegara tahun 2007 senilai Rp 20,3 miliar. Sebagian dari dana PAD diduga mengalir dan dinikmati Syaukani HR, Bupati (non aktif) Kukar. Dugaan itu diketahui dari salah satu barang bukti yang mengungkapnya ada aliran dana tersebut ke Syaukani. Disinggung soal keterlibatan Syaukani dalam perkara tersebut, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kaltim Yuspar menyatakan belum tahu persis. Namun dia mengakui jika dalam salah satu barang bukti yang dimiliki, ada aliran dana ke Syaukani.

"Kami belum tahu untuk apa dana tersebut, tapi memang ada yang ditujukan ke Syaukani. Apakah betul untuk Syaukani atau tidak, nanti kita cari tahu. Pokoknya adalah yang digunakan untuk itu (Syaukani)," jelasnya.Untuk mengetahui pasti ke mana aliran dana itu, tim penyidik juga telah memeriksa sejumlah pejabat di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kukar. Diduga ada oknum di BPD Kukar yang ikut bermain dalam perkara tersebut. Indikasi penyalahgunaan penerimaan PAD Kukar terlihat dari bukti penarikan uang senilai Rp 19.316.812.752,84 dari rekening bendahara oleh Kepala BPKD dan bendahara pada 17 Juli 2007. Namun uang tersebut justru tidak langsung masuk ke rekening daerah. Padahal aturannya, dalam 1x12 jam, uang harus masuk ke rekening daerah.
Menurut Yuspar, uang baru disetor pada Desember 2007, dan jumlahnya pun hanya Rp 8 miliar, sisanya entah ke mana. "Sampai saat ini Kejati Kaltim baru menyita uang Rp 2 miliar sebagai barang bukti," kata Yuspar.

Kini Kejati sudah menahan dua tersangka, yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kukar HM Hardi, dan bendahara BPKD Muhammad Noor. Penahanan dua tersangka itu menurut Yuspar, karena yang bersangkutan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan saat pemeriksaan keduanya dinilai berbelit-belit. Senin (22/9), siang keduanya menjalani pemeriksaan kembali di Kejati, setelah sebelumnya dibawa dengan mobil tahanan dari Rumah Tahanan Sempaja.  Keduanya mulai ditahan sejak Jumat (19/9) sore setelah sebelumnya diperiksa secara maraton.

"Kami sudah siapkan pengacara untuk mereka, tapi ditolak. Mereka lebih memilih pengacaranya sendiri dan menolak pengacara yang kami tunjuk. Sekarang sih mereka sudah didampingi pengacara sendiri, itu lho pengacaranya Syaukani HR (mantan Bupati Kukar) juga, saya lupa namanya tapi memang yang ditunjuk jadi pengacaranya tersangka," kata Yuspar di ruang kerjanya. Di saat yang bersamaan Yuspar menerima dua orang tamu pria dan belakangan dia menyebut bahwa orang tersebut adalah pengacara tersangka HM Hadri. "Itu yang barusan ke sini adalah pengacaranya tersangka. Dia itu pengacaranya Syaukani juga," kata Yuspar.

Berkas Diantar ke Rutan
Berkas-berkas yang akan ditandatangani Kepala BPKD Kuka HM Hardi akan diantar ke Rumah Tahanan Sempaja Samarinda, tempat Hardi ditahan sejak Jumat lalu. "Ya, sama seperti Pak Samsuri, berkas-berkas yang akan ditandatangani oleh Hardi akan kami antar ke Rutan Samarinda," kata Sekretaris Kabupaten Kukar M Aswin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/9). Menurut Aswin, cara ini dilakukan, karena secara hukum, Hardi masih Kepala BPKD sah, sehingga tugas-tugas yang diemban masih melekat pada dirinya, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. "Dalam aturan kepegawaian, setiap pegawai yang bermasalah dengan hukum, akan diproses apabila berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Itu bisa dinonaktifkan.

Tetapi kalau Pak Hardi ini kan modelnya masih penahanan sementara," ujar Aswin.Dikemukakan, saat ini, pihaknya belum mendapat surat resmi dari Kejati Kaltim terkait penahanan Hardi. Biasanya, jika ada pejabat Kukar yang tersangkut masalah hukum, Pemkab pasti diberitahu secara resmi. Ketua DPRD Kukar Rachmat Santoso yakin, walaupun Hardi ditahan oleh Kejati Kaltim, roda pemerintahan akan tetap berjalan. Ia melihat pengalaman Pemkab Kukar, yang dapat menjalankan tugasnya walaupun tanpa Bupati (non aktif) Kukar Syaukani HR dan Samsuri Aspar. "Tanpa Bupati dan Wakil Bupati pemerintahan tetap jalan, apalagi kalau hanya kehilangan Kepala BPKD saja," ucapnya. (*)
Tribun Kaltim 23 September 2008

Jumat, 11 Maret 2011

Kutai Pesisir Tetap Maju

Siap Galang Keputusan Masyarakat

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92788

SAMBOJA — Meski didera pro dan kontra, pembentukan kabupaten Kutai Pesisir tidak akan mundur. Ini ditegaskan Ketua Badan Presidium Pembentukan Kabupaten Kutai Pesisir (BP2K2P) Heri Fahlevi dalam rapat konsolidasi bersama Forum Masyarakat Bersatu (Formesba) dan lintas elemen masyarakat lainnya di Sekretariat BP2K2P, Teluk Pamedas, Samboja, Kamis (10/3).

“Tidak akan mundur, sebab perjuangan kami sudah berjalan dan tinggal beberapa langkah lagi. Kita mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat,” katanya. Ia meminta kepada sejumlah Formesba dan elemen masyarakat untuk dapat solid dan bekerja sama. Dalam waktu dekat, dia meminta melalui koordinator kecamatan Formesba untuk menggalang dukungan masyarakat. Dukungan ini pun berupa surat keputusan, dan tidak sekadar pernyataan biasa.

“Jadi apapun LSM, forum masyarakat, organisasi lain seperti IRMA, kita minta dukungan dan keputusan mereka untuk bergabung dengan Kutai Pesisir. Dan kita akan bawa ke Tenggarong,” sebut dia. Heri mengungkapkan, terhambatnya pemekaran ini tak lain karena masalah administrasi dimana Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari tidak mau mengeluarkan surat keputusan persetujuan pemekaran. Oleh karena itu, pihaknya akan melawan administrasi dengan administrasi juga.

“Sebelumnya, kami sudah 17 kali mengirimkan surat untuk meminta jawaban dari Bupati. Namun, sampai sekarang tak kunjung dibalas. Padahal, dalam perundang-undangan kepala daerah wajib membalas surat yang dikirim oleh rakyatnya,” paparnya. Sementara, soal Kecamatan Anggana yang sering dijadikan isu untuk tidak siap bergabung ditepis oleh Sudirman, koordinator Kecamatan Anggana. “Bisa dilihat di sana rumah warga di samping  Total, jika malam terang bulan, cahaya masuk ke dalam rumah. Jika hujan, air juga deras masuk ke rumah. Mereka menantikan pemekaran,” sebut dia.

Alasan historis dengan Kutai Kartanegara, juga tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak dapat dimekarkan. Sebab, kata Sudirman, bagaimanapun jika berbeda kabupaten, ikatan historis tetap akan ada.
Supardi, Koordinator Muara Jawa, mengatakan, Formusba tetap akan melakukan gerakan dan tekanan jika jawaban pemekaran tidak diberikan. “Pemekaran ini adalah kesejahteran, dan kemakmuraan. Kami meminta presidum, untuk bersatu padu,” pungkas dia. (tom/ran)

Kamis, 10 Maret 2011

Dua Forum Tolak Kutai Pesisir

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92668

TENGGARONG –  Aspirasi pro-kontra pembentukan Kutai Pesisir terus menggelinding. Kemarin misalnya, suara kontra datang dari elemen masyarakat Sangasanga dan Anggana, 2 dari 5 kecamatan yang digadang-gadang membentuk kabupaten sendiri.

Dari Sangasanga sikap menolak pembentukan Kutai Pesisir disuarakan Forum Keluarga Besar Putra-Putri Sangasanga (FKBPS), sementara dari Anggana digaungkan Forum Masyarakat Peduli Kukar (FMPK).
Jubir FKBPS Padly kepada Kaltim Post menyatakan, masyarakat Sangasanga masih lebih memilih bergabung dengan Kukar ketimbang bergabung dengan 4 kecamatan lainnya untuk membentuk kabupaten baru. Empat kabupaten dimaksud adalah Anggana, Loa Janan, Samboja dan Muara Jawa.

"Yang kami tangkap, ide memunculkan kembali wacana kabupaten baru adalah emosi sesaat. Ini sebenarnya isu lama yang sempat tenggelam, tapi begitu ada bupati baru kembali dimunculkan," kata Padly.
FKBPS disebutnya menangkap aspirasi yang berkembang di masyakarat sebenarnya menginginkan pemerataan pembangunan, perhatian yang sama dan proporsional dari Pemkab. "Kami melihat bupati sekarang sebenarnya sudah bisa menerjemahkan itu ke dalam berbagai programnya. Mari kita beri kesempatan," kata Padly. Ia juga menyebut FKBPS juga sudah berdialog panjang dengan unsur Muspika di Sangasanga sebelum sampai pada kesimpulan; bersatu dengan Kukar adalah pilihan lebih baik. Senada, juru bicara FMPK Nordiansyah menyatakan, masyarakat Anggana memiliki 2 alasan mengapa memilih tak lepas dari Kukar.

Yang pertama, "Kami memiliki alasan historis," kata Nordiansyah,"Sebab Anggana juga dikenal sebagai Kutai Lama karena dulu jadi pusat kerajaan Kutai". Alasan kedua, menurutnya, tidak ada jaminan berpisah dengan Kukar akan menjadi lebih baik. Karena itu menurutnya yang kini berkembang di Anggana bukanlah berpisah atau bergabung, tapi seberapa besar Bupati Rita Widyasari bisa mengembangkan ekonomi kerakyatan, membuat kehidupan lebih baik, melengkapi infrastruktur dan menciptakan terobosan. "Anggana sering
disebut kunci untuk jadi-tidaknya kabupaten pemekaran. Jadi bupati pasti tahu apa yang harus dilakukannya untuk warga Anggana,"sebutnya.

Sebelum ini, pro-kontra pembentukan Kutai Pesisir menajam. Bahkan berkali-kali telah terjadi unjuk rasa. Setekah berkali-kali  demo menuntut pemekaran, pada Senin (7/3) warga yang tergabung dalam  Gerakan Masyarakat Kutai Kartanegara Bersatu (Gema Kukar Bersatu) melakukan aksi kontra pembentukan Kutai Pesisir. Mereka menuntut Bupati Rita Widyasari dan DPRD Kukar menolak pemekaran Kabupaten Kutai Pesisir.

Sejatinya, masyarakat pro pesisir kemarin dijadwalkan pula menggelar unjuk rasa di depan kantor Bupati Kukar. Mereka fokus di kantor bupati karena persyaratan administrasi pembentukan Kutai Pesisir tinggal menunggu rekomendasi Bupati Kukar. Tapi demo masyarakat pendukung Kutai Pesisir batal karena menghindari bentrok dengan massa tandingan anti-pesisir.

“Kami sepakat menunda demo ini karena berbagai pertimbangan,” ujar Sudirman, koordinator wilayah Anggana pro Pesisir saat menghubungi media ini. “Kami bukannya takut, tapi hanya ditunda karena bupati juga tidak berada di tempat. Lagi pula ada demo tandingan yang menolak pemekaran. Intinya masyarakat pesisir tetap solid dan kami bersikap dewasa untuk tidak turun, karena yang kami perjuangkan adalah aspirasi masyarakat, bukan membela penguasa,” tambah Hamid Ali Hubaib, ketua Forum Pemuda Bersatu Kutai Pesisir. (ms2)

Hemat Sepatu, Berangkat Sekolah Pakai Boots
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92396

Jarak Kecamatan Sangasanga ke Kelurahan Pendingin hanya sekitar 6 kilometer, tapi waktu tempuh bisa lebih 30 menit, apalagi saat hujan. Ini karena kondisi jalan yang sangat memprihatinkan. Selain roda ekonomi, siswa dan guru baik dari Pendingin menuju Sangasanga maupun sebaliknya, sering terkendala.

TINGGAL di kabupaten yang kaya raya tapi seperti “dianaktirikan”. Inilah gambaran bagi 2.228 jiwa atau 757 Kepala Keluarga (KK) yang berdomisili di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga-Kutai Kartanegara. Ruang gerak warga sangat terbatas karena jalan yang rusak. “Saat hujan berangkat ke sekolah pakai sepatu boots. Hal ini untuk menghemat sepatu, karena kalau pakai sepatu sepatu kerja pasti cepat rusak. Jadi, sepatu ganti setelah tiba di sekolah,” ujar Gianto, kepala SD 013 Pendingin.

Dikatakannya, jalan yang licin saat hujan juga kerap membuat pengendara roda 2 terjatuh. “Saya juga pernah jatuh, tapi demi menunaikan tugas sebagai pengajar mau tidak mau harus berangkat ke sekolah. Apalagi sebagai kepala sekolah harus memberi contoh kepada guru yang lain,” ujar bapak 4 anak ini. Sejak 1987, Gianto sudah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Pendingin. Asam garam melalui jalan yang rusak sudah dia lahap. Bahkan, sebelum ada motor dia menggunakan sepeda. “Sebelum ada motor, saya berangkat mengajar pukul 5.00 Wita menggunakan sepeda. Saya baru menggunakan motor pada 2001,” katanya sambil tertawa.

Untuk dapat melalui jalan tersebut, mereka menggunakan ban “tahu”—ban yang khusus untuk medan berlumpur. “Kalau tidak menggunakan ban “tahu” sulit melewati medan yang licin. Kalau ban motor sudah tidak dapat berputar karena penuh lumpur, pengendara harus kerja ekstra untuk membersihkan lumpur menggunakan air yang ada di kubangan jalan,” paparnya. Bukan hanya guru, tapi siswa dari Pendingin yang menuntut ilmu di Sangasanga juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan masyarakat.

Beruntung PT Indomining menyiapkan satu unit bus untuk transportasi pulang pergi siswa dari Pendingin.
Sementara itu, Emi Winarsih, guru SD 013 yang juga berdomisili di Sangasanga mengatakan, dia juga kerap terjatuh saat hujan karena jalan licin. “Kami berharap jalan segera diperbaiki,” ujarnya. Dia mengaku, dulu, saat hujan dia kerap meminta bantuan kepada perusahaan yang beroperasi di Pendingin supaya bisa mengantar ke sekolah, tetapi jawaban dari pihak perusahaan selalu bertele-tele dan ketika pulang dari sekolah harus mengemis-ngemis.

“Jadi saat ini saya tidak pernah lagi meminta bantuan perusahaan,” katanya. Diakuinya, saat hujan dia pasti terlambat. Walau begitu, dia tetap berangkat ke sekolah untuk menunaikan tanggung jawab sebagai pengajar. “Di Sangasanga jalan sudah jelek, di Pendingin juga, jadi ke mana-mana saya merasakan jalan yang rusak,” keluh Emi. Sebanyak 15 tenaga pengajar di SD 013 dan 8 diantaranya berdomisili di Sangasanga.
Sementara itu, Syamsul Mubaroh, kepala SMP 03 Pendingin mengatakan, saat ini ada bantuan kendaraan dari salah satu perusahaan yang beroperasi di Sangasanga.

“Dulu, sebelum ada bantuan  kendaraan, sering jatuh bangun saat hujan. Yang kasihan adalah ibu guru, apalagi yang pakai jilbab,” ujarnya. Dia melanjutkan, perusahaan yang beroperasi di Pendingin lebih dari satu, jadi seharusnya perusahaan-perusahaan itu bisa bekerjasama memperbaiki jalan. “Kalau dibebankan pada satu perusahaan, bisa saja perusahaa itu keberatan,” katanya. Mengenai guru yang mengajar di SMP 03, dia mengatakan,  sebanyak 16 guru yang mengajar di SMP 03 semuanya berdomisli di Sangasanga. Dia juga berharap perbaikan jalan segera dilakukan. (Oscar/ran)