Kamis, 02 September 2010

Dugaan Korupsi Dana Bergulir Kaltim

Kejati Utus Dua Tim Penyidik

"Kalau misalnya ada kasus dugaan korupsi yang dipersulit, kita limpahkan saja ke Kejagung. Supaya proses hukumnya bisa berjalan. Kita ini hanya menjalankan perintah saja, tapi kalau dipersulit biar orang Kejagung yang menangani."

Baringin Sianturi SH,
Aspidsus Kejati Kaltim.

SAMARINDA – Tim penyidik Kejati Kaltim mengutus dua penyidiknya (Eko Nugroho SH dan Tri Sutrisno SH) terbang ke Jakarta untuk memeriksa saksi-saksi verifikator dari Kementrian Koperasi dan UKM guna mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi dana bergulir agribisnis dan padanan modal awal (PMA) senilai Rp 1,35 miliar. Ini diungkapkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH kepada Tribun, Rabu (1/9).

Hanya saja, Baringin belum menentukan jadwal dua penyidik ditugaskan untuk memeriksa verifikator di Jakarta. "Saya kirim penyidik ke Jakarta periksa saksi-saksi dari Kementria operasi. Supaya cepat diproses penyidikannya," kata Baringin, usai menghadap Kajati Kaltim Dachamer Munthe SH kemarin sore.

Tidak hanya itu, lanjut dia, penyidik juga memeriksa Disperindagkop Kabupaten/Kota yang menerima bantuan dana bergulir itu. Kepentingan pemeriksaan itu, menurut dia, sebagai pembanding bagi penerima dana bergulir itu. "Ada beberapa Disperindag yang kita periksa untuk pembanding saja soal mekanisme dan prosedurnya," tambah Baringin.

Saat ini penyidik sedang fokus terhadap dua kasus dugaan korupsi yakni pembangunan perumahan transmigrasi Disnakertrans Kutim senilai Rp 3,5 miliar dan penyaluran dana bergulir dari Kementria Koperasi dan UKM senilai Rp 1,35 miliar. Dua kasus itu, menjadi priorotas untuk segera diproses ke pengadilan. 

Menurut Baringin, Kejati Kaltim tidak akan mengambangkan kasus dugaan korupsi yang sedang diusut. Hal ini untuk mendapatkan kepastian hukum setiap perkara yang tidak tuntas. Oleh karena itu, lanjut dia, semua kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejati Kaltim akan dilanjutkan dan dituntaskan.

Hanya saja, jika setiap kasus dugaan korupsi dalam proses pengusutan penyidikan mengalami hambatan seperti pengambilan keputusan karena kondisional bakal dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Alasannya, agar proses hukum bisa berjalan dan tidak terganggu.  "Kalau misalnya ada kasus dugaan korupsi yang dipersulit, kita limpahkan saja ke Kejagung. Supaya proses hukumnya bisa berjalan. Kita ini hanya menjalankan perintah saja, tapi kalau dipersulit biar orang Kejagung yang menangani," tambah Baringin.

Pengamatan Tribun di Kejati Kaltim, penyidik Kejati Kaltim masih melakukan proses pemeriksaan terhadap beberapa kasus dugaan korupsi seperti Disnakertrans Kaltim, Dana Bergulir Koperasi, Dana Pengembangan Fakultas di Unmul. Untuk mempercepat proses penyidikan, kata Baringin, tim penyidik akan menjemput saksi untuk dimintai keterangan.(bud)

Menengok Kekayaan Kandidat Wali Kota dan Wawali Samarinda (8)

Berdasarkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda, Calon Wali Kota dari jalur independen, Riswan Asmaran adalah kandidat “termiskin”. Total kekayaannya sebesar Rp 341.405.000. Harta tersebut, sebagian besar didapatnya dari profesi sebagai dosen dan konsultan.

“Waktu mengisi lembar harta kekayaan, saya tidak ada beban sama sekali. Saya menjadi dosen sejak 22 tahun lalu. Dari situlah pendapatan saya,” kata Riswan ditemui di rumahnya di Jalan Perjuangan Gang Alam Segar 3 Nomor 26. Pun jika ada bisnis, bidang yang digelutinya adalah konsultan.  “Banyak pergulatan pemikiran menjadi konsultan. Memang dari segi pendapatan tidak seberapa dibanding kontraktor. Tetapi untuk jadi kontraktor, perlu modal besar,” ujar alumnus The University of Adelaide, Australia.

Riswan menjadi konsultan di bidang manajemen kualitas dan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). “Juga di bidang transportasi,” sebut mantan Direktur Politeknik Negeri Samarinda (Polnes). Selain menjadi dosen dan konsultan, pendapatan suami Syarifah Hazanah ini juga berasal dari undangan sebagai narasumber atau pembicara di seminar. “Biasanya antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta,” sebut pria kelahiran Samarinda 14 Juni 1966.

Sejak 2004, Riswan mengaku mengurangi kegiatannya sebagai konsultan. “Saya lebih banyak fokus di masalah manajerial,” ujarnya. Hal itu dikarenakan dia duduk sebagai pembantu direktur Polnes. “Satu amanah harus dilaksanakan dengan totalitas,” tegas Riswan. Ada sumber pendapatan lain, tetapi tidak dimasukkan ke dalam laporan tersebut. “Karena masih dalam bentuk join venture (kerja sama dengan beberapa orang dalam satu usaha, Red.),” ujar pakar transportasi jebolan ITB (Institut Teknologi Bandung).

Harta bergerak Riswan sebesar Rp 90 juta, sedangkan harta tidak bergerak senilai Rp 229 juta. Dia hanya memiliki satu rumah. “Saya beli rumah ini tahun 2000 dengan harga Rp 45 juta dan baru lunas dua tahun kemudian,” katanya. (achmad ridwan)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Budhi Hartono

SAMARINDA, tribunkaltim.co.id - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda telah mengantongi satu lagi calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Persisam senilai Rp 27,5 miliar. Rencananya penetapan tersangka dilakukan setelah lebaran, kata Kepala Kejari Smarinda Sugeng Purnomo SH, Kamis (2/9/2010). Menurut Sugeng, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dipastikan akan bertambah satu tersangka lagi. Siapa orangnya, Sugeng enggan menyebutkan sekalipun hanya inisial.(*)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Budhi Hartono

SAMARINDA, tribunkaltim.co.id - Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan permohonan Aidil Fitri, terdakwa  dugaan penyalahgunaan dana hibah Persisam 2007-2008 senilai Rp 27,5 miliar untuk  dirawat di RSUD AW Sjahranie Samarinda mulai hari ini, Kamis  (2/9/2010).

Permohonan untuk perawatan diajukan terdakwa Senin (30/8/2010) lalu pada sidang perdana. Penasihat hukumnya, Parlindungan Pasaribu,  membenarkn hari ini permohonan kliennya dikabulkan. 

Secara terpisah, Kepala Kejari Samarinda Sugeng Purnomo SH  membenarkan, PN Samarinda sudah memberitahukan terdakwa Aidil dibantar mulai hari ini.  "Katanya hipetensi lalu berpengaruh ke jantungnya. Anggota saya melaporkan dia (Aidil) dirawat di RSUD AW Sjahranie di ruang Teratai. Dia diinfus dan dibantu oksigen juga," ujar Sugeng. (*)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Basir Daud

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Sejumlah kepala desa (kades) di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai  Kartanegara (Kukar) melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) saat akan mencairkan dana Alokasi Dana Desa (ADD) di Bagian Keuangan Sekretariat Pemkab Kukar kepada anggota DPRD Kukar.

"Teman kami dari Kaur Pembangunan Desa Badak Mekar ditawarin Rp 500.000 untuk dapat nomor antrean lebih dulu dari seseorang yang mengaku bernama Erman dari Bagian Keuangan. Tapi kami bilang jangan," ujar Kepala Desa Suka Damai Kecamatan Muara Badak,  Asdar, Kamis (2/9/2010).

Asdar menduga modus memberikan nomor antrean pencairan dana di Bagian Keuangan menjadi pintu masuk pungli. Pasalnya, sekitar 10 desa asal Muara Badak mendapatkan nomor antrean jauh dari nomor antrean yang sedang menunggu.

Ia mencontohkan, antrean pencarian dana di tempat mereka sudah mencapai angka 45. Mereka mendapatkan nomor anteran diatas 45. Padahal orang yang mengantre pencairan dana tidak sampai jumlah angka nomor antrean. "Awalnya kami pikir benar antre. Ternyata, ada yang memainkan dengan meminta uang, agar nomor antreannya bisa lebih cepat. Kami sepakat sampai kapanpun tidak akan membayar, karena ini sudah jelas melanggar. Sepertinya diperjual belikan. Katanya, mas kalau mau harganya sekian," ujarnya. (*)

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Gerakan Pemuda Asli Kalimatan (Gepak) Kabupaten Kukar berjanji akan melaporkan kasus penangguhan penahanan terdakwa korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Kukar Khairudin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Minggu depan atau paling tidak setelah Lebaran kita berangkat ke Jakarta. Rencananya tidak hanya ke KPK saja, kami juga sudah membuat surat soal kasus ini untuk diberikan ke Presiden SBY," ujar Ketua Umum Gepak Kukar Baharuddin, Kamis (2/9/2010).

Baharuddin menilai, KPK, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimatan Timur (Kaltim), Kejaksaan Negeri (Kejari) Kukar dan Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong telah melakukan diskriminasi hukum karena tak kunjung menahan Khairuddin sejak ditetapkan sebagai tersangka sampai menjalani persidangan dengan status terdakwa. Padahal menurut Baharuddin, banyak tersangka kasus korupsi lainnya seperti Aswin, Jamhari dan Hardi yang ditahan.

"Apa sebenarnya yang ditakutkan para penegak hukum itu, artinya sama saja Khairuddin ini seolah dianakemaskan. Semua warga negara sama dimata hukum tidak ada yang diistimewaan. Jangan hanya soal bansos sampai mengendorkan semangat para penegak hukum. Kami menyayangkan sekali jika terjadi seperti itu, dan kenapa kasus seperti ini saja kok tidak becus," katanya . (*)
Sumber : Tribun Kaltim

Langkah Pemkab Kukar tak mengajukan saksi dalam sidang gugatan ATK, dinilai kuasa hukum Pemkab Arjunawan sebagai langkah tepat. Dia meyakini, posisi Pemkab Kukar bagus dalam kasus tersebut, dan yakin bisa mengalahkan gugatan ATK. “Kami tak ajukan saksi itu bukan berarti kami tak melakukan perlawanan. Tapi, sesuai hukum acara pidana, kami sebagai tergugat tak harus membuktikan apapun. Yang harus membuktikan dakwaan kan pihak penggugat yakni ATK. Karenanya Pemkab tak harus mengajukan saksi,” ujar Arjunawan, kemarin.

Dikatakannya, dalam sidang kemarin dia hanya mengajukan dua buah berkas sebagai bukti perkara ke majelis hakim. Yakni sesuai daftar bukti perkara No. 06/Pdt.G/2010/PN-Tgr, berupa bukti fotokopi Peraturan Pemerintah (PP) RI No 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang ditetapkan di Jakarta 11 November 2005. Fotokopi surat edaran dari Aswin (Sekda Kukar saat itu), yang ditujukan kepada kepala dinas/SKPD Nomor 800/II.3-4054/BKD/2008 perihal pemberitahuan tanggal 27 Agustus 2008.

“Dua berkas ini menjadi bukti harus ada landasan T3D dalam bekerja. Karena memang betul selama ini para T3D di ATK itu bekerja, tapi landasan hukumnya apa? Itu yang menjadi kuncinya,” jelasnya.
Dijelaskan Arjunawan, saat pemeriksaan saksi minggu lalu di persidangan terungkap Surat Keputusan (SK) pengangkatan T3D di ATK hanya berlangsung 1 tahun dan tidak diperpanjang tahun selanjutnya.
“Kenapa tidak diperpanjang itu membuktikan tidak ada landasan hukumnya,” ujarnya.

Arjunawan menyebut, kelemahan gugatan ATK terletak pada kelompok penggugat. Pasalnya, menurut Arjunawan gugatan ATK itu bukan gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok), namun dalam dakwaan disebutkan ada tiga yang mewakili gugatan T3D yakni ATK, Forum Tenaga Honor Kukar (FTHK) dan Aliansi Guru Swasta (AGS). “Nah yang jadi pertanyaan, benarkah 3 kelompok itu sah mewakili, karena jelas kasus ini bukan gugatan class action,” jelasnya.

ATK menuntut Pemkab Kukar untuk membayarkan gaji 28 bulan 2.896 T3D Rp 86,94 miliar yang belum dibayar. Pemkab dinilai melanggar pasal 1365 Undang Undang KUH (Kitab Undang Undang, Red.) Perdata, yakni tindakan yang membuat orang lain dirugikan. Pemkab dinilai melakukan wanprestasi dan merugikan 2.986 T3D, karena mereka dipekerjakan tanpa digaji. Selain menuntut pembayaran honorarium Rp 86,9 miliar, ATK juga bersikeras menuntut denda kerugian moral sebesar Rp 1 triliun dan penyitaan aset pemkab yakni Kantor Bupati selama proses sidang dan jaminan pembayaran. (che)
Sumber : Kaltimpost