SAMARINDA-- Kejaksanaan Tinggi (Kejati) Kaltim terus mengusut dugaan korupsi dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutai Kartanegara tahun 2007 senilai Rp 20,3 miliar. Sebagian dari dana PAD diduga mengalir dan dinikmati Syaukani HR, Bupati (non aktif) Kukar. Dugaan itu diketahui dari salah satu barang bukti yang mengungkapnya ada aliran dana tersebut ke Syaukani. Disinggung soal keterlibatan Syaukani dalam perkara tersebut, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kaltim Yuspar menyatakan belum tahu persis. Namun dia mengakui jika dalam salah satu barang bukti yang dimiliki, ada aliran dana ke Syaukani.

"Kami belum tahu untuk apa dana tersebut, tapi memang ada yang ditujukan ke Syaukani. Apakah betul untuk Syaukani atau tidak, nanti kita cari tahu. Pokoknya adalah yang digunakan untuk itu (Syaukani)," jelasnya.Untuk mengetahui pasti ke mana aliran dana itu, tim penyidik juga telah memeriksa sejumlah pejabat di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kukar. Diduga ada oknum di BPD Kukar yang ikut bermain dalam perkara tersebut. Indikasi penyalahgunaan penerimaan PAD Kukar terlihat dari bukti penarikan uang senilai Rp 19.316.812.752,84 dari rekening bendahara oleh Kepala BPKD dan bendahara pada 17 Juli 2007. Namun uang tersebut justru tidak langsung masuk ke rekening daerah. Padahal aturannya, dalam 1x12 jam, uang harus masuk ke rekening daerah.
Menurut Yuspar, uang baru disetor pada Desember 2007, dan jumlahnya pun hanya Rp 8 miliar, sisanya entah ke mana. "Sampai saat ini Kejati Kaltim baru menyita uang Rp 2 miliar sebagai barang bukti," kata Yuspar.

Kini Kejati sudah menahan dua tersangka, yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kukar HM Hardi, dan bendahara BPKD Muhammad Noor. Penahanan dua tersangka itu menurut Yuspar, karena yang bersangkutan dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan saat pemeriksaan keduanya dinilai berbelit-belit. Senin (22/9), siang keduanya menjalani pemeriksaan kembali di Kejati, setelah sebelumnya dibawa dengan mobil tahanan dari Rumah Tahanan Sempaja.  Keduanya mulai ditahan sejak Jumat (19/9) sore setelah sebelumnya diperiksa secara maraton.

"Kami sudah siapkan pengacara untuk mereka, tapi ditolak. Mereka lebih memilih pengacaranya sendiri dan menolak pengacara yang kami tunjuk. Sekarang sih mereka sudah didampingi pengacara sendiri, itu lho pengacaranya Syaukani HR (mantan Bupati Kukar) juga, saya lupa namanya tapi memang yang ditunjuk jadi pengacaranya tersangka," kata Yuspar di ruang kerjanya. Di saat yang bersamaan Yuspar menerima dua orang tamu pria dan belakangan dia menyebut bahwa orang tersebut adalah pengacara tersangka HM Hadri. "Itu yang barusan ke sini adalah pengacaranya tersangka. Dia itu pengacaranya Syaukani juga," kata Yuspar.

Berkas Diantar ke Rutan
Berkas-berkas yang akan ditandatangani Kepala BPKD Kuka HM Hardi akan diantar ke Rumah Tahanan Sempaja Samarinda, tempat Hardi ditahan sejak Jumat lalu. "Ya, sama seperti Pak Samsuri, berkas-berkas yang akan ditandatangani oleh Hardi akan kami antar ke Rutan Samarinda," kata Sekretaris Kabupaten Kukar M Aswin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/9). Menurut Aswin, cara ini dilakukan, karena secara hukum, Hardi masih Kepala BPKD sah, sehingga tugas-tugas yang diemban masih melekat pada dirinya, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. "Dalam aturan kepegawaian, setiap pegawai yang bermasalah dengan hukum, akan diproses apabila berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Itu bisa dinonaktifkan.

Tetapi kalau Pak Hardi ini kan modelnya masih penahanan sementara," ujar Aswin.Dikemukakan, saat ini, pihaknya belum mendapat surat resmi dari Kejati Kaltim terkait penahanan Hardi. Biasanya, jika ada pejabat Kukar yang tersangkut masalah hukum, Pemkab pasti diberitahu secara resmi. Ketua DPRD Kukar Rachmat Santoso yakin, walaupun Hardi ditahan oleh Kejati Kaltim, roda pemerintahan akan tetap berjalan. Ia melihat pengalaman Pemkab Kukar, yang dapat menjalankan tugasnya walaupun tanpa Bupati (non aktif) Kukar Syaukani HR dan Samsuri Aspar. "Tanpa Bupati dan Wakil Bupati pemerintahan tetap jalan, apalagi kalau hanya kehilangan Kepala BPKD saja," ucapnya. (*)
Tribun Kaltim 23 September 2008

Jumat, 11 Maret 2011

Kutai Pesisir Tetap Maju

Siap Galang Keputusan Masyarakat

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92788

SAMBOJA — Meski didera pro dan kontra, pembentukan kabupaten Kutai Pesisir tidak akan mundur. Ini ditegaskan Ketua Badan Presidium Pembentukan Kabupaten Kutai Pesisir (BP2K2P) Heri Fahlevi dalam rapat konsolidasi bersama Forum Masyarakat Bersatu (Formesba) dan lintas elemen masyarakat lainnya di Sekretariat BP2K2P, Teluk Pamedas, Samboja, Kamis (10/3).

“Tidak akan mundur, sebab perjuangan kami sudah berjalan dan tinggal beberapa langkah lagi. Kita mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat,” katanya. Ia meminta kepada sejumlah Formesba dan elemen masyarakat untuk dapat solid dan bekerja sama. Dalam waktu dekat, dia meminta melalui koordinator kecamatan Formesba untuk menggalang dukungan masyarakat. Dukungan ini pun berupa surat keputusan, dan tidak sekadar pernyataan biasa.

“Jadi apapun LSM, forum masyarakat, organisasi lain seperti IRMA, kita minta dukungan dan keputusan mereka untuk bergabung dengan Kutai Pesisir. Dan kita akan bawa ke Tenggarong,” sebut dia. Heri mengungkapkan, terhambatnya pemekaran ini tak lain karena masalah administrasi dimana Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari tidak mau mengeluarkan surat keputusan persetujuan pemekaran. Oleh karena itu, pihaknya akan melawan administrasi dengan administrasi juga.

“Sebelumnya, kami sudah 17 kali mengirimkan surat untuk meminta jawaban dari Bupati. Namun, sampai sekarang tak kunjung dibalas. Padahal, dalam perundang-undangan kepala daerah wajib membalas surat yang dikirim oleh rakyatnya,” paparnya. Sementara, soal Kecamatan Anggana yang sering dijadikan isu untuk tidak siap bergabung ditepis oleh Sudirman, koordinator Kecamatan Anggana. “Bisa dilihat di sana rumah warga di samping  Total, jika malam terang bulan, cahaya masuk ke dalam rumah. Jika hujan, air juga deras masuk ke rumah. Mereka menantikan pemekaran,” sebut dia.

Alasan historis dengan Kutai Kartanegara, juga tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak dapat dimekarkan. Sebab, kata Sudirman, bagaimanapun jika berbeda kabupaten, ikatan historis tetap akan ada.
Supardi, Koordinator Muara Jawa, mengatakan, Formusba tetap akan melakukan gerakan dan tekanan jika jawaban pemekaran tidak diberikan. “Pemekaran ini adalah kesejahteran, dan kemakmuraan. Kami meminta presidum, untuk bersatu padu,” pungkas dia. (tom/ran)

Kamis, 10 Maret 2011

Dua Forum Tolak Kutai Pesisir

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92668

TENGGARONG –  Aspirasi pro-kontra pembentukan Kutai Pesisir terus menggelinding. Kemarin misalnya, suara kontra datang dari elemen masyarakat Sangasanga dan Anggana, 2 dari 5 kecamatan yang digadang-gadang membentuk kabupaten sendiri.

Dari Sangasanga sikap menolak pembentukan Kutai Pesisir disuarakan Forum Keluarga Besar Putra-Putri Sangasanga (FKBPS), sementara dari Anggana digaungkan Forum Masyarakat Peduli Kukar (FMPK).
Jubir FKBPS Padly kepada Kaltim Post menyatakan, masyarakat Sangasanga masih lebih memilih bergabung dengan Kukar ketimbang bergabung dengan 4 kecamatan lainnya untuk membentuk kabupaten baru. Empat kabupaten dimaksud adalah Anggana, Loa Janan, Samboja dan Muara Jawa.

"Yang kami tangkap, ide memunculkan kembali wacana kabupaten baru adalah emosi sesaat. Ini sebenarnya isu lama yang sempat tenggelam, tapi begitu ada bupati baru kembali dimunculkan," kata Padly.
FKBPS disebutnya menangkap aspirasi yang berkembang di masyakarat sebenarnya menginginkan pemerataan pembangunan, perhatian yang sama dan proporsional dari Pemkab. "Kami melihat bupati sekarang sebenarnya sudah bisa menerjemahkan itu ke dalam berbagai programnya. Mari kita beri kesempatan," kata Padly. Ia juga menyebut FKBPS juga sudah berdialog panjang dengan unsur Muspika di Sangasanga sebelum sampai pada kesimpulan; bersatu dengan Kukar adalah pilihan lebih baik. Senada, juru bicara FMPK Nordiansyah menyatakan, masyarakat Anggana memiliki 2 alasan mengapa memilih tak lepas dari Kukar.

Yang pertama, "Kami memiliki alasan historis," kata Nordiansyah,"Sebab Anggana juga dikenal sebagai Kutai Lama karena dulu jadi pusat kerajaan Kutai". Alasan kedua, menurutnya, tidak ada jaminan berpisah dengan Kukar akan menjadi lebih baik. Karena itu menurutnya yang kini berkembang di Anggana bukanlah berpisah atau bergabung, tapi seberapa besar Bupati Rita Widyasari bisa mengembangkan ekonomi kerakyatan, membuat kehidupan lebih baik, melengkapi infrastruktur dan menciptakan terobosan. "Anggana sering
disebut kunci untuk jadi-tidaknya kabupaten pemekaran. Jadi bupati pasti tahu apa yang harus dilakukannya untuk warga Anggana,"sebutnya.

Sebelum ini, pro-kontra pembentukan Kutai Pesisir menajam. Bahkan berkali-kali telah terjadi unjuk rasa. Setekah berkali-kali  demo menuntut pemekaran, pada Senin (7/3) warga yang tergabung dalam  Gerakan Masyarakat Kutai Kartanegara Bersatu (Gema Kukar Bersatu) melakukan aksi kontra pembentukan Kutai Pesisir. Mereka menuntut Bupati Rita Widyasari dan DPRD Kukar menolak pemekaran Kabupaten Kutai Pesisir.

Sejatinya, masyarakat pro pesisir kemarin dijadwalkan pula menggelar unjuk rasa di depan kantor Bupati Kukar. Mereka fokus di kantor bupati karena persyaratan administrasi pembentukan Kutai Pesisir tinggal menunggu rekomendasi Bupati Kukar. Tapi demo masyarakat pendukung Kutai Pesisir batal karena menghindari bentrok dengan massa tandingan anti-pesisir.

“Kami sepakat menunda demo ini karena berbagai pertimbangan,” ujar Sudirman, koordinator wilayah Anggana pro Pesisir saat menghubungi media ini. “Kami bukannya takut, tapi hanya ditunda karena bupati juga tidak berada di tempat. Lagi pula ada demo tandingan yang menolak pemekaran. Intinya masyarakat pesisir tetap solid dan kami bersikap dewasa untuk tidak turun, karena yang kami perjuangkan adalah aspirasi masyarakat, bukan membela penguasa,” tambah Hamid Ali Hubaib, ketua Forum Pemuda Bersatu Kutai Pesisir. (ms2)

Hemat Sepatu, Berangkat Sekolah Pakai Boots
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92396

Jarak Kecamatan Sangasanga ke Kelurahan Pendingin hanya sekitar 6 kilometer, tapi waktu tempuh bisa lebih 30 menit, apalagi saat hujan. Ini karena kondisi jalan yang sangat memprihatinkan. Selain roda ekonomi, siswa dan guru baik dari Pendingin menuju Sangasanga maupun sebaliknya, sering terkendala.

TINGGAL di kabupaten yang kaya raya tapi seperti “dianaktirikan”. Inilah gambaran bagi 2.228 jiwa atau 757 Kepala Keluarga (KK) yang berdomisili di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga-Kutai Kartanegara. Ruang gerak warga sangat terbatas karena jalan yang rusak. “Saat hujan berangkat ke sekolah pakai sepatu boots. Hal ini untuk menghemat sepatu, karena kalau pakai sepatu sepatu kerja pasti cepat rusak. Jadi, sepatu ganti setelah tiba di sekolah,” ujar Gianto, kepala SD 013 Pendingin.

Dikatakannya, jalan yang licin saat hujan juga kerap membuat pengendara roda 2 terjatuh. “Saya juga pernah jatuh, tapi demi menunaikan tugas sebagai pengajar mau tidak mau harus berangkat ke sekolah. Apalagi sebagai kepala sekolah harus memberi contoh kepada guru yang lain,” ujar bapak 4 anak ini. Sejak 1987, Gianto sudah mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Pendingin. Asam garam melalui jalan yang rusak sudah dia lahap. Bahkan, sebelum ada motor dia menggunakan sepeda. “Sebelum ada motor, saya berangkat mengajar pukul 5.00 Wita menggunakan sepeda. Saya baru menggunakan motor pada 2001,” katanya sambil tertawa.

Untuk dapat melalui jalan tersebut, mereka menggunakan ban “tahu”—ban yang khusus untuk medan berlumpur. “Kalau tidak menggunakan ban “tahu” sulit melewati medan yang licin. Kalau ban motor sudah tidak dapat berputar karena penuh lumpur, pengendara harus kerja ekstra untuk membersihkan lumpur menggunakan air yang ada di kubangan jalan,” paparnya. Bukan hanya guru, tapi siswa dari Pendingin yang menuntut ilmu di Sangasanga juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan masyarakat.

Beruntung PT Indomining menyiapkan satu unit bus untuk transportasi pulang pergi siswa dari Pendingin.
Sementara itu, Emi Winarsih, guru SD 013 yang juga berdomisili di Sangasanga mengatakan, dia juga kerap terjatuh saat hujan karena jalan licin. “Kami berharap jalan segera diperbaiki,” ujarnya. Dia mengaku, dulu, saat hujan dia kerap meminta bantuan kepada perusahaan yang beroperasi di Pendingin supaya bisa mengantar ke sekolah, tetapi jawaban dari pihak perusahaan selalu bertele-tele dan ketika pulang dari sekolah harus mengemis-ngemis.

“Jadi saat ini saya tidak pernah lagi meminta bantuan perusahaan,” katanya. Diakuinya, saat hujan dia pasti terlambat. Walau begitu, dia tetap berangkat ke sekolah untuk menunaikan tanggung jawab sebagai pengajar. “Di Sangasanga jalan sudah jelek, di Pendingin juga, jadi ke mana-mana saya merasakan jalan yang rusak,” keluh Emi. Sebanyak 15 tenaga pengajar di SD 013 dan 8 diantaranya berdomisili di Sangasanga.
Sementara itu, Syamsul Mubaroh, kepala SMP 03 Pendingin mengatakan, saat ini ada bantuan kendaraan dari salah satu perusahaan yang beroperasi di Sangasanga.

“Dulu, sebelum ada bantuan  kendaraan, sering jatuh bangun saat hujan. Yang kasihan adalah ibu guru, apalagi yang pakai jilbab,” ujarnya. Dia melanjutkan, perusahaan yang beroperasi di Pendingin lebih dari satu, jadi seharusnya perusahaan-perusahaan itu bisa bekerjasama memperbaiki jalan. “Kalau dibebankan pada satu perusahaan, bisa saja perusahaa itu keberatan,” katanya. Mengenai guru yang mengajar di SMP 03, dia mengatakan,  sebanyak 16 guru yang mengajar di SMP 03 semuanya berdomisli di Sangasanga. Dia juga berharap perbaikan jalan segera dilakukan. (Oscar/ran)

Adri No Comment, Rusmadi Tak Jawab

 SAMARINDA - Tak ada pejabat terkait di lingkungan Pemprov Kaltim yang memberi jawaban memuaskan tentang hilangnya anggaran untuk perbatasan yang sudah dialokasikan  dalam APBD 2011. Kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman, dan Daerah Tertinggal (BPKP2DT) Kaltim Adri Patton, ketika bincang via telepon seluler, kemarin siang, memilih no comment ketika ditanya soal itu. “Saya no comment soal itu. Saya enggak mau dibenturkan dalam masalah ini,” katanya.

Sebelumnya, ketika masalah ini pertama kali mencuat, harian ini juga  sudah mengonfirmasi ke Adri Patton. Saat itu, dia mengatakan, dirinya tak tahu-menahu soal itu, karena memang tidak ada alokasi anggaran sebesar Rp 25 miliar seperti yang disebutkan, di institusi yang dia pimpin. “Saya tidak tahu soal itu. Di badan perbatasan juga tidak ada anggaran sebesar itu,” katanya, kala itu. Sebelumnya,  Anggota DPRD Kaltim Pdt Yefta Berto mengatakan, anggaran  Rp 25 miliar yang dialokasikan untuk peningkatan jalan yang menghubungkan Long Bawan – Pa‘ Pani sepanjang 45 km ternyata tak tercantum di APBD Kaltim 2011. Padahal, sebelumnya sudah diusulkan melalui DPRD Kaltim ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim.

“Sampai ditetapkan dalam paripurna pun masih diyakini bahwa dana itu ada. Tapi nyatanya, saya cek di buku besar APBD Kaltim sama sekali tidak tercantum,” kata Yefta, saat itu. Kemarin (7/3), media ini menyambangi ruangan Kepala Bappeda Kaltim Rusmadi untuk mengonfirmasi hal tersebut. Sayangnya, Rusmadi saat itu tak di ruangannya. Stafnya mengatakan, atasannya  sedang di Jakarta untuk sebuah pertemuan. Dari agenda yang diterima media ini di Biro Humas Setprov Kaltim, Selasa (8/3), hari ini, ada rapat hasil kajian tim terpadu dalam rangka perubahan kawasan hutan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kaltim di Jakarta. Sesuai rencana, rapat digelar pukul 10.00 waktu setempat. Rusmadi dikabarkan mengikuti pertemuan tersebut.

Karena, ini terkait dengan instansi yang dia pimpin, koran ini juga langsung menghubungi Rusmadi di telepon selulernya. Sayangnya, beberapa kali dihubungi hanya terdengar nada tunggu. Diketahui, sebelumnya  Krayan Foundation menyoal tentang raibnya alokasi dana untuk pembangunan di perbatasna itu. Ketua Krayan Foundation Liuandi mengatakan, hilangnya anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBD 2011 untuk wilayah perbatasan sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah. Akibatnya, sampai saat ini pembangunan di perbatasan masih tertinggal. Ketertinggalan ini bisa dilihat dari masalah sarana dan prasarana transportasi ke daerah perbatasan.

“Untuk saat ini pemerintah daerah, khususnya Pemprov Kaltim belum memiliki kejelasan solusi untuk mengantisipasi masalah ini. Kendati sudah membeli pesawat Airvan, namun manfaatnya belum bisa dirasakan masyarakat perbatasan,” katanya, kala itu. Krayan Foundation juga menagih janji Gubernur Awang Faroek Ishak saat pilkada. Saat itu Gubernur menjanjikan akan membangun perbatasan, namun sampai saat ini belum ada kemajuan. Dia menyebutkan beberapa contoh, yakni, badan yang dibentuk untuk mengelola perbatasan dan daerah tertinggal sampai saat ini tidak difungsikan dengan baik. (far/ha)
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92447

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92442

TENGGARONG – Aksi unjuk rasa damai menolak Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dimekarkan Senin (7/3) kemarin berlangsung di depan gedung DPRD dan kantor Bupati Kukar di Tenggarong. Massa aksi damai ini adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda dari 18 kecamatan tergabung dalam Gerakan Masyarakat Kutai Kartanegara Bersatu (Gema Kukar Bersatu).

Ketika berada di depan kantor bupati, pengunjuk rasa ini diterima Wakil Bupati Kukar HM Ghufron Yusuf dan Assisten IV Bidang Humas  dan Kesra H Bahrul di depan pintu utama kantor bupati bukar. Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) Chairul Anam dalam orasinya menolak jika wilayah Kukar dimekarkan dengan membantuk  Kutai Pesisir. Dia pun  mendukung Pemkab dan DPRD Kukar yang masih mempertahankan keutuhan wilayah Kukar dengan 18 kecamatan. 

Aspirasi itu mencermati perkembangan kondisi sosial politik di Kukar dengan adanya isu pemekaran wilayah Kutai Pesisir yang semakin menunjukkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Ia berharap, Pemkab Kukar segera mengambil sikap dan langkah-langkah yang strategis guna menjaga stabilitas dan menghindari adanya perpecahan atau konflik sosial berdarah di wilayah Kukar.

Aksi damai tersebut juga membawa pernyataan sikap yang isinya antara lain, menolak adanya pembentukan Kabupaten Kutai Pesisir yang hanya berlandaskan kepentingan pragmatis segelintir elite bukan kepentingan masyarakat pesisir secara keseluruhan, mempertahankan keutuhan dan kesatuan Kukar, segera melakukan pemerataan pembangunan di Kukar, serta mengharapkan agar Pemerintah Kukar segera membuat kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan masyarakat Kukar. (hmp02)

Warga Pesisir Diadang di Perbatasan

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92401

KHAWATIR akan terjadinya bentrokan antara dua kubu pendukung pemekaran Kutai Pesisir dan massa anti-pesisir yang berdemonstrasi di Tenggarong, Senin (7/3) kemarin, jajaran Polres Kukar dibantu Satuan Brimob Polda Kaltim merazia seluruh kendaraan yang masuk wilayah Kukar. Saat razia yang digelar sekitar pukul 10.00 Wita itu, petugas melarang massa pendukung pro Kutai Pesisir memasuki wilayah Tenggarong.

Razia tepat di simpang tiga perbatasan jalan poros Samarinda-Tenggarong-Tenggarong Seberang (Patung Lembuswana), tak hanya memeriksa kelengkapan surat pengendara, petugas juga terlihat memeriksa seluruh isi kendaraan. Seluruh pintu mobil dan tempat barang diperiksa, tak terkecuali barang-barang penumpang. Target utama razia kali ini adalah mengantisipasi para pengendara yang membawa senjata tajam (sajam) atau sejenisnya.

Razia kendaraan menghindari bentrok antar dua kelompok di perbatasan ini dipimpin Kapolers Kukar Fadjar Abdillah. Intinya massa pendukung pro pemekaran Kutai Pesisir dihalau dan tidak diperbolehkan masuk ke Tenggarong, apalagi melakukan aksi demonstrasi.

Yang diadang di perbatasan itu di antaranya Sudirman, koordinator wilayah Anggana pro Kutai Pesisir. Meski mengaku kecewa karena tidak diperkenankan memasuki wilayah Tenggarong, pihaknya tetap memaklumi langkah aparat kepolisian mengingat semua demi alasan keamanan. “Tak mungkin kami masuk dalam kobaran api,” terang Sudirman.

Saat ini pihaknya selalu menahan diri, karena tak mau terjadi pertumpahan darah dan bentrok dengan massa kontra pesisir. Meski sudah dijadwalkan menggelar demo kemarin dengan jumlah massa sekitar 5.000 orang, tapi niat itu dibatalkan karena berbagai pertimbangan, termasuk faktor keamanan lantaran di hari yang sama juga digelar demo tandingan menolak pesisir.

Walau tidak membawa ribuan massa dari Anggana dan beberapa kecamatan lain, Sudirman yang hanya beberapa orang hendak masuk ke Tenggarong, hanya ingin mendatangi gedung DPRD Kukar menyampaikan informasi bahwa aksi demontrasi masyarakat pendukung pro Kutai Pesisir ditunda. (*/hrn/ibr/ran)

Terisolasi di Kabupaten yang Kaya Raya (1)
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92269

Jumat (4/3) cuaca cukup cerah. Tidak berpikir dua kali, media ini langsung tancap gas menuju Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga. Maklum, daerah ini terbilang terisoliasi terutama saat hujan mengguyur, karena jalan nyaris tak bisa dilalui kendaraan.

SEBENARNYA ada dua akses yang dapat di tempuh untuk mencapai Kelurahan Pendingin, darat dan sungai. Namun melalui sungai makan waktu cukup lama, sekitar 8 jam perjalanan. Lewat darat? Kondisinya sangat memprihatinkan. Licin saat hujan dan berdebu saat panas. Baik dari kecamatan menuju Pendingin maupun sebaliknya, warga selalu dihantui perasaan harap-harap cemas. Berharap tidak hujan dan cemas saat cuaca sedang mendung. Sebab jika tiba-tiba hujan pengendara roda 2 harus bekerja ekstra untuk dapat melalui jalan yang licin.

Dari Kecamatan Sangasanga, jarak tempuh ke Pendingin sebenarnya cuma sekitar 6 kilometer. Dari Jalan A Yani,  melalui SMK 2 dan SMP 2 Sangasanga. Sekitar 500 meter jalan sudah di aspal, tapi sudah mulai rusak dan  berlubang di beberapa titik. Memasuki RT 23 Kelurahan Sangasanga Dalam, kondisi jalan yang rusak terlihat jelas. Berbatu, berlubang, dan berlumpur saat hujan serta berdebu saat kondisi jalan kering. Panjang jalan ini sekitar 200 meter. Jalan ini kerap dilanda banjir, apalagi saat hujan deras.

Lepas dari jalan berbatu tadi, jalan tanah membentang di depan mata. Jalur sepanjang 1.500 meter inilah medan yang paling berat, khususnya bagi pengguna kendaraan roda 2. Terdapat sebuah tanjakan yang menikung. Disini pengguna jalan kerap “jatuh bangun.” Setelah melalui jalan tanah tersebut, terdapat jalan yang sudah disemenisasi. Itu pun tidak maksimal. Panjangnya sekitar 1.400 meter. Terdapat jalan tanah yang berdampingan dengan jalan yang sempat digunakan sebagai jalur hauling oleh perusahaan tambang batu bara. Saat ini jalan tanah tersebut sudah tidak difungsikan lagi.

“Saat masyarakat Pendingin ingin ke Sangasanga yang pertama dilihat adalah cuaca. Kalau mendung keinginan untuk ke Sangasanga atau keluar Pendingin diurungkan,” ujar Nanang Yusuf,  warga Kelurahan Pendingin yang bekerja sebagai staf Kelurahan. Jalan yang rusak menjadi alasan utama mengapa niat tersebut diurungkan. “Yang kasihan adalah siswa yang sekolah di Sangasanga. Saat hujan mereka kerap terlambat, karena harus menunggu jalan kering baru berangkat. Kami berharap perbaikan jalan segera dilakukan,” harapnya.

Senada, Mulyadi, Ketua RT 05 Kelurahan Pendingin mengatakan, kerusakan jalan juga berdampak pada roda perekonomian. Mobilitas pedagang dari dan ke Pendingin otomatis terkendala saat hujan turun. Tak hanya itu, guru dari Sangasanga yang mengajar di Pendingin juga kerap terlambat saat hujan turun, karena jalan sulit dilewati.

Setidaknya terdapat 16 perusahaan yang beroperasi di Kelurahan Pendingin. Warga berharap dengan banyaknya perusahaan seharusnya akses semakin mudah. “Jangan malah membuat masyarakat susah. Kami berharap pembangunan jalan segera dilakukan,” harap Mulyadi. Yang dia maksud adalah telah muncul rencana dari salahsatu perusahaan tambang untuk membangun jalan ke Pendingin. (oscar/ms/bersambung)

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92274

 SAMARINDA — Kondisi warga kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Muara Jawa yang ‘terisolasi’ di kabupatennya sendiri sungguh memprihatinkan. Tidak ada proyek fisik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kukar yang menyentuh wilayah ini. “Sangat ironis, daerah penghasil APBD Rp 4,8 triliun, pembangunannya tidak dirasakan masyarakat Teluk Dalam,” kata Anggota DPRD Kutai Kartanegara Mahdanela akhir pekan lalu.

Sebelumnya, Kaltim Post sempat mengulas tentang kesusahan masyarakat Teluk Dalam yang puluhan tahun harus menumpang jalan perusahaan untuk keluar dan masuk kampung. Selain jalan, fasilitas air bersih di Teluk Dalam juga tidak ada. Politisi perempuan yang berasal dari Muara Jawa ini melanjutkan, usulan pembangunan jalan di Teluk Dalam sebenarnya sudah dikawal sejak 2004 lalu oleh pihaknya. Namun pada akhirnya selalu tidak ter-cover oleh APBD.

“Dalam pembahasan selalu masuk, tetapi pada detik-detik terakhir akhirnya dicoret. Sungguh sangat menyedihkan,” kata anggota Fraksi Patriot ini. Ia mengatakan, selaku anggota dewan dari wilayah pesisir, pihaknya tidak pernah menuntut lebih terhadap pembangunan yang ada di wilayah pesisir. “Tetapi tolong pemerintah kabupaten ada kebijakan sedikit. Jika mau membangun daerah hulu, hendaknya juga dilakukan pemerataan pembangunan di daerah lainnya,” sebut dia.

“Membangun kecamatan juga merupakan kewajiban pemerintah. Padahal, ini juga bagian dari slogan Harus – Hak Rakyat untuk Sejahtera yang selalu didengungkan bupati,” kata Mahdalena. (tom/ms)

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92317 
Paranoan: Aneh, Ibu Kota Belum Punya Bandara Memadai

SAMARINDA - Belum jelasnya lanjutan proyek Bandara Samarinda Baru (BSB) di Sungai Siring terus menuai kritik. Adalah Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) DB Paranoan yang kembali mengeluarkan sindiran terhadap pembangunan lapangan terbang pengganti Bandara Temindung itu.
Kritik dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unmul itu bukan sekali- dua kali. Sejak proyek itu mangkrak dan diaudit oleh tim teknis dari Pemprov Kaltim, Paranoan kerap melontarkan statemennya mengenai proyek di utara Samarinda itu.

“Kita ini daerah kaya, masak bangun bandara yang representatif aja tidak bisa. Saya rasa aneh, kalau sampai saat ini Samarinda sebagai ibu kota Kaltim belum punya bandara yang memadai,” katanya. Dia menjelaskan, proyek bandara itu dapat segera terealisasi jika dapat perhatian lebih dari Pemerintah Pusat. Khususnya, untuk mengucurkan dana. Tentu, terang dia, dengan tidak mengesampingkan problematika yang belum tuntas membelit proyek senilai Rp 2,4 triliun itu.

“Kaltim (Pemprov, DPRD, dan pihak terkait lainnya, Red.), harus bisa berkomunikasi politik ke pusat agar bisa mengucurkan dana yang maksimal,” tuturnya. Tak hanya untuk BSB, tapi juga untuk program pembangunan lainnya yang faktanya saat ini memang minim dari perhatian pusat. “Sekali-sekalilah pusat itu melihat ke daerah,” terangnya.

Sementara itu, mengenai polemik yang belum tuntas dalam pembangunan bandara itu, dia menyarankan agar semua pihak terkait kembali duduk satu meja untuk mencarikan jalan keluar. Pihak terkait itu, Pemprov Kaltim, DPRD Kaltim, Pemkot, dan DPRD Samarinda. Tentunya juga kontraktor BSB PT Nuansa Cipta Realtindo (NCR). Diketahui, masalah paling substansial dari mandeknya proyek bandara yang hingga saat ini belum terang diterima publik, adalah tentang sudah adakah kesepakatan dari pemerintah dan PT NCR mengenai selisih nilai kontrak?  

Hasil audit  tim teknis Pemprov Kaltim berbeda dengan versi PT  NCR yang melakukan pengerjaan mulai 26 November 2007 hingga 20 Juli 2009 sudah 32,541 persen. Sedangkan tim teknis menyebutkan progresnya baru 23,009 persen. Belakangan mengenai perbedaan versi ini disebut-sebut sudah tak masalah lagi.
Soal selisih  agaknya  hampir menemui titik temu, setidaknya ini dapat ditangkap dari rencana Pemprov Kaltim untuk melakukan lelang ulang proyek BSB. Tapi, hingga saat ini, Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim belum bisa memastikan kapan lelang ulang, dan hanya mengatakan segera. Rencana lelang ulang  BSB yang sudah berembus sejak Maret tahun lalu belakangan juga menghadapi kendala.

Karena, hingga saat ini Dishub Kaltim mengaku belum menerima lengkap  data-data proyek  bandara atau buku   detailed engginering design (DED) di Pemkot Samarinda. Tapi, Dishub Samarinda justru menyebut semua data sudah diserahkan ke provinsi. Bahkan, Kepala Dishub Samarinda Suko Sunawar, berdasar laporan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Proyek BSB Mulyanto, mengatakan semua data sudah diserahkan. Pihaknya pun punya tanda bukti penyerahan. (far/ha)

Krayan Foundation Tanggapi Raibnya Dana Perbatasan di APBD
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92319

SAMARINDA - Hilangnya anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBD 2011 untuk wilayah perbatasan dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah. Akibatnya, sampai saat ini, pembangunan di perbatasan masih tertinggal. “Untuk saat ini pemerintah daerah, khususnya Pemprov Kaltim, belum memiliki kejelasan solusi untuk mengantisipasi masalah ini. Kendati sudah membeli pesawat Airvan, misalnya, namun manfaatnya belum bisa dirasakan masyarakat perbatasan,” kata Ketua Krayan Foundation, Liuandi, kepada Kaltim Post, kemarin.

Liuandi yang didampingi sekretarisnya, Ellia Libut, menambahkan, masyarakat di Kecamatan Krayan Selatan, beberapa tahun belakangan ini, sudah membangun jalan dari Long Layu menuju titik perbatasan di Pa’dalih dan Long Dano, Serawak, Malaysia, dengan dana swadaya. Pembangunan jalan itu dilakukan untuk mempermudah akses ekonomi masyarakat ke negara tetangga, Malaysia. “Ini karena pemerintah sudah dianggap gagal memberikan pelayanan kepada warganya. Ini baru masalah transportasi saja, belum lagi masalah lainnya yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Semuanya masih serba sulit mahal,” imbuhnya.

Krayan Foundation juga menagih janji Gubernur Awang Faroek Ishak saat pilkada. Saat itu, katanya, Gubernur menjanjikan akan membangun perbatasan, namun sampai saat ini belum ada kemajuan.
Liuandi menyebutkan beberapa contoh, yakni, badan yang dibentuk untuk mengelola perbatasan dan daerah tertinggal sampai saat ini tidak difungsikan dengan baik. “Karena paradigma pembangunan di Kaltim ini hanya membangun dua kota saja, Samarinda dan Balikpapan. Sehingga kawasan perbatasan hanya dianggap pelengkap penderita,” tandasnya.

Ironisnya, tambah dia, anggaran sebesar Rp 25 miliar yang semula sudah dialokasikan untuk pembangunan jalan Long Bawan menuju Pa’Pani pun lenyap. Padahal, kata Liuandi, anggaran itu sudah disahkan saat paripurna di DPRD Kaltim beberapa waktu lalu. “Ada apa ini? Sangat tidak masuk akal. Bahkan dari hasil penelusuran kami, dana Rp 25 miliar ini disinyalir telah dialihkan untuk proyek peningkatan jalan di simpang Blusuh, batas Kalteng. Padahal jika sudah disahkan berarti sudah memiliki kekuatan hukum, tapi kenapa bisa dialihkan,” tegasnya.

Ia menduga ada praktik “dagang sapi” dalam pembahasan anggaran. Ini, katanya, menunjukkan adanya praktik mafia dalam penyusunan anggaran. ”Ini sama saja ada kriminalisasi yang bisa dituntut secara hukum,” katanya. Ia berharap pemerintah bisa bersikap lebih arif untuk membangun perbatasan. Jangan sampai nantinya, warga perbatasan yang sudah siap membela NKRI ini harus berbalik arah membela negara tetangga.

Dilansir sebelumnya, anggaran sebesar Rp 25 miliar yang dialokasikan untuk peningkatan jalan yang menghubungkan Long Bawan – Pa‘ Pani sepanjang 45 Km ternyata tak tercantum di APBD Kaltim 2011. Padahal, sebelumnya sudah diusulkan melalui DPRD Kaltim ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim. “Saya bahkan dijanjikan kepala Bappeda (Rusmadi, Red.) bahwa dana itu sudah tidak ada masalah. Bahkan sampai ditetapkan dalam paripurna pun masih diyakini bahwa dana itu ada. Tapi nyatanya, saya cek di buku besar APBD Kaltim, sama sekali tidak tercantum,” kata anggota DPRD Kaltim, Pdt Yefta Berto, kepada Kaltim Post.

Yefta menduga ada permainan dari oknum-oknum yang menginginkan wilayah perbatasan tidak tersentuh pembangunan. Tentu saja, jika kecurigaan ini benar maka akan disayangkan sekali. Karena perbatasan adalah beranda atau etalase yang mencerminkan pembangunan yang sudah dilakukan selama ini. “Apakah memang perbatasan ini tidak ada artinya di Provinsi Kaltim. Ada apa ini? saya tidak habis pikir. Kami sudah mengusulkan, membahas anggaran untuk perbatasan tapi malah dihilangkan sesuka-sukanya,” tegas politikus dari Partai Damai Sejahtera ini.

Dia mengaku sudah mengonfirmasi ke Bappeda Kaltim melalui telepon. Namun staf di Bappeda malah meminta menanyakan ke Dinas PU dan Kimpraswil Kaltim. Tapi yang sangat disesalkan adalah dirinya dianggap main-main. “Saya yang memperjuangkan, kok, saya dibilang main-main. Ya, saya tanya, saya main-main apa? Tapi oleh staf Bappeda itu, hubungan telepon langsung dimatikan,” pungkasnya. (zom/ha)

77 Desa Mendukung Gabung Kutai Tengah
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92276

TENGGARONG – Diam-diam proses pemekaran Kutai Tengah (Kuteng) ternyata hampir rampung. Calon kabupaten terdiri atas 6 kecamatan wilayah hulu Kutai Kartanegara ini sangat siap dimekarkan. Sejumlah rekomendasi dan persetujuan telah dikantongi. Bahkan, proposal usulan pembentukan Kutai Tengah kini sudah di meja Mendagri dan akan diajukan ke Komisi II DPR bersama daerah otonom baru untuk dibahas lebih lanjut.

Sejumlah rekomendasi dan restu pemekaran Kuteng tersebut disampaikan Ketua Tim Pemekaran Kuteng Asnan Hefni. Misalnya gentlement agreement dari mantan bupati Kukar Syaukani HR pada 2 Mei 2005 dan rekomendasi Sultan Kukar Ing Martadipura HAM Salehoeddin II tertanggal 30Juli 2007. “Perlu diketahui, Kutai Tengah itu sudah disetujui Pak Syaukani dan yang Mulia Sultan,” ujar Asnan Hefni, kemarin.

Tak hanya itu, dukungan dari parlemen melalui SK DPRD Kukar No. 170/SK.21/V1/2008 terkait persetujuan pembentukan Kabupaten Kuteng juga sudah ada. Ada 38 anggota DPRD yang menyetujui pemekaran Kutai Tengah pada paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Rachmat Sanntoso, 23 Juni 2008.
Setelah disikapi mantan bupati Syaukani, lanjut Hefni, muncul lagi surat analisis Bupati Kukar tentang kelengkapan persyaratan administratif berdasarkan SK pembentukan Kuteng No.100/Pem.B/1X/ 2008 serta permintaan Bupati Kukar tentang melengkapi persyaratan administratif telah dilengkapi oleh tim.

“Terkait kelayakan Kutai Tengah, telah dikaji dan diteliti secara akademik oleh Universitas Mulawarman dan hasilnya sangat layak dibentuk,” jelasnya. Selain itu, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apedesi) Kukar untuk 6 kecamatan hulu telah memberi dukungan sesuai PP No. 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. “Juga sudah 77 desa (BPD, Red.) memberi dukungan dalam bentuk SK. Begitu pun persetujuan prinsip Gubernur Kaltim dan dukungan DPRD Kaltim,” jelasnya.

Untuk diketahui, 6 kecamatan yang akan tergabung dengan Kuteng meliputi Kecamatan Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Kenohan, Kembang Janggut, dan Tabang. Hefni yakin, jika Kuteng diberi kesempatan mandiri, maka wilayah ini bakal maju pesat. Ia mencontohkan Kutai Barat dan Kutai Timur yang pada 1999 silam posisinya sama dengan Kuteng. Namun setelah 10 tahun kedua wilayah ini dimekarkan, kondisi pembangunan Kubar dan Kutim jauh lebih maju.

“Kalau sekarang wilayah Kutai Tengah masih terisolasi, kondisinya akan selalu begitu sampai kapan pun. Tapi jika masyarakat hulu diberi kesempatan membangun daerahnya sendiri, maka wilayah ini akan maju pesat seperti daera lain,” ujar Hefni, sembari menambahkan wilayah hulu juga sangat potensial seperti perkebunan, pertanian, dan pertambangan tapi belum digarap maksimal. Sebelumnya, ada 8 anggota DPRD Kukar periode 2009-2014 dari dapil II (wilayah hulu) tengah merapatkan barisan mempersiapkan proses pemekaran Kuteng. Hal itu seperti yang disampaikan anggota DPRD Kukar asal hulu, Khairil Anwar mewakili rekan-rekannya.

“Kini persiapan terus dilakukan. Kalau bicara dukungan, saya yakin 80 persen tokoh masyarakat dan tokoh adat di hulu menyetujui wacana ini. Tidak ada niat macam-macam, semuanya ini untuk percepatan dan pemerantaan pembangunan di hulu,” katanya Selasa (22/2) lalu. (ibr/ms)

Sabtu, 05 Maret 2011 , 08:41:00
Masih Perlu Dana Besar
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92113

TENGGARONG – Kutai Kartanegara (Kukar) masih membutuhkan dana besar, terutama dalam membangun infrastruktur. Hal ini disampaikan Bupati Kukar Rita Widyasari di setiap kesempatan dalam pertemuan maupun kunjungan kerja ke kecamatan. Menurutnya, Kukar sering dibandingkan dengan kota-kota yang ada di Pulau Jawa, terutama dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan.

Apalagi Kukar sudah dikenal sebagai kabupaten yang kaya, namun kenyataannya infrastruktur yang ada di daerah ini masih sangat minim. “Kukar tidak bisa dibandingkan dengan kota-kota di Pulau Jawa yang sudah lebih dulu maju, walaupun Kukar terkenal kaya. Namun  perlu diingat bahwa Kukar baru merasakan dana besar setelah Otonomi Daerah (Otda) digulirkan oleh pemerintah,” kata Rita, baru-baru ini.

Dikatakan, APBD Kukar 2011 memang mencapai Rp 4,7 triliun. Namun jika dibandingkan dengan luas wilayah Kukar yang mencapai 27 ribu kilometer persegi, dana tersebut tidaklah memadai. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembangunan di Kukar. Selain memiliki wilayah yang sangat luas, Kukar juga dihadapkan dengan letak geografis hyang luas, yang sebagian besar wilayahnya berada di hulu dan masih bergantung transportasi air. Sehingga masih banyak wilayahnya yang terisolasi dan belum terjangkau dengan transportasi darat.

Hal ini merupakan tantangan bagi dirinya untuk secepatnya melakukan pemerataan pembangunan, terutama memecah wilayah terisolir. Dengan anggaran Kukar mencapai Rp 4,7 triliun itu masih terbilang sangat  kurang, untuk mengharapkan infrastruktur Kukar yang sesuai dengan harapan masyarakat. Karena dana tersebut didistribusikan bukan hanya untuk infrastruktur, tetapi juga untuk peningkatan di bidang lain seperti pendidikan, belanja aparatur, sosial, serta kebutuhan lainnya.

Untuk itu, Kukar akan terus berjuang meminta hak kepada Pemerintah Pusat, agar dapat diberikan bagi hasil yang proposional. “Kukar memiliki luas wilayah yang sangat luas, APBD yang ada sekarang masih belum cukup untuk mengawal pembangunan di Kukar, kita akan terus berjuang ke pemerintah pusat agar diberikan dana bagi hasil yang lebih besar lagi dari apa yang diterima saat ini,” kata Rita lagi. (hmp02)

Kamis, 03 Maret 2011

6 Bulan Urus KK Tak Tuntas

Keluh Kesah Warga Anggana di Kantor Bupati Kukar

Sumber : http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=91836

TENGGARONG - Wajah Suwardi murung. Pria 54 tahun hampir 6 bulan mengurus Kartu Keluarga (KK) di kantor Kecamatan Anggana, tapi tak kunjung selesai. Bermula pada 8 September 2010 lalu, warga S Jalan Padat Karya RT 9, Desa Anggana, Kecamatan Anggana, Kukar ini menerima bukti kuitansi berwarna putih lengkap dengan stempel dan tandatangan camat yang akan digunakan untuk mengambil KK. Namun tahun berganti, hingga Maret 2011, sudah puluhan kali dia bolak-balik kantor kecamatan yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.

“KK saya belum juga selesai. Alasan dari kecamatan banyak, mulai dari mati lampu, blangko habis, petugas belum datang dan seterusnya,” ujar Suwardi dengan mimik sedih sembari menunjukkan bukti kuitansi kepada wartawan. Suwardi meluapkan kekecewaanya di hadapan kantor Bupati Kukar, Senin (28/2) usai berunjuk rasa bersama warga Anggana lainnya yang menuntut pemekaran Kutai Pesisir.

“Apa ada yang mau tanggungjawab kalau saya dan anak-anak saya dipenjara karena tidak punya identitas resmi?” ucapnya. Ia mengungkapkan, salah satu alasan yang membuat dia bulat-bulat mendukung Anggana bergabung dengan Kutai Pesisir karena pelayanan publik dan akses yang jauh ibu kota Kabupaten, Kukar.
Sehingga setiap pengurusan administrasi kependudukan mulai dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga KK sering terkendala. Bukan hanya dirinya, kata dia, masih banyak warga lain di kecamatan itu yang bernasib sama dengannya.
“Sebenarnya ironi, Anggana terkenal sebagai penghasil minyak dan gas (migas) yang berkontribusi besar bagi APBD Kukar. Dan banyak perusahaan besar yang beroperasi di sana, tapi kami tidak menikmati itu,” katanya. Warga Anggana lainnya bernama Syamsuddin, dari Desa Kutai lama bahkan mengaku siap diberondong 12 peluru jika apa yang dikatakannya tidak sesuai dengan fakta.

“Saya 23 tahun tinggal di RT 10 Desa Kutai Lama pake lentera, tanpa listrik. Kalau tak percaya datang ke tempat saya, dan tembak saya 12 peluru jika saya berbohong,” katanya. (fid/ms)

Kasus Penggelapan Dana Mutasi Atlet Porprov

Sumber : http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=91833

TENGGARONG – Endri Elfran Syafril, suami Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari, kemarin (2/3) siang menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong. Kedatangan pria yang akrab disapa Benny ini jadi saksi untuk kasus penggelapan dana berkait mutasi atlet Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Kaltim III di Tenggarong 2006, dengan terdakwa Bendahara Pengprov Taekwondo Kaltim Azis Rewa.

Endri memberi kesaksian karena kapasitasnya sebagai Ketua Pengurus Kabupaten (Pengkab) Taekwondo Indonesia (TI) Kukar. Dalam kesaksian, Endri menyebut, pada 7 November 2006 ia menyerahkan dana sebesar Rp 50 juta kepada Azis Rewa sebagai uang kontrak Sandi Yanuar, atlet taekwondo Jawa Tengah yang dipakai Kukar untuk berlaga di Porprov. Belakangan diketahui dana itu oleh Azis tidak diserahkan ke Sandi, melainkan ke Pengprov TI Kaltim.

Melihat perlakuan itu, Sandi akhirnya mengadukan Azis ke polisi tahun 2009 hingga perkara ini bergulir di pengadilan. Dalam sidang yang dipimpin Ni Putu Indayani kemarin, Endri mengatakan, surat perjanjian kerja sama tanggal 14 Oktober 2006 Nomor 120/TMA/KONI-Kukar-TI/IX/2006 yang ditandatangani oleh dirinya dan Sandi serta diketahui ketua panitia mutasi atlet Porprov KONI Kukar Ruznie OMS, memang merupakan perjanjian antara Pengkab TI Kukar dengan pribadi atlet.

“Secara administrasi (dana) bantuan itu atas nama atlet,” ujar Endri. Adapun angka Rp 50 juta untuk kontrak masing-masing atlet taekwondo yang dimutasi ke Kukar, berdasarkan negosiasi Pengprov Taekwondo Kaltim. “Waktu pembicaraan (negosiasi), dana itu untuk mengganti uang pengprov,” lanjut mantan Kasubag Keuangan Setkab Kukar ini. Yang memperkuat bahwa dana itu untuk Pengprov TI, penjelasan di kuitansi yang menyebut biaya mutasi atlet sebesar Rp 100 juta untuk Sandi Yanuar dan Nurul Fadillah. Nurul dan Sandi mendapat kontrak masing-masing Rp 50 juta.

Keterangan Endri inilah yang dikejar majelis hakim. Karena isi perjanjian dan kuitansi terkesan kontrakdiktif. Di dalam perjanjian jelas tertulis dana mutasi itu untuk sang atlet, sementara di kuitansi untuk Pengprov TI yang mendatangkan Sandi dan Nurul dengan nilai kontrak keduanya Rp 150 juta. Jika menyimak kasus ini, majelis hakim Ni Putu sempat menyebut Pengprov TI sebenarnya tekor Rp 50 juta, apabila nilai kontrak Pengkab TI Kukar hanya Rp 100 juta.

“Waktu itu kami ditawari atlet Rp 100 juta per orang. Saya bilang itu kemahalan. Makanya setuju Rp 50 juta tiap atlet,” tambah Endri. Nilai kontrak ini muncul atas negosiasi Endri dengan Pengprov TI, bukan dengan atlet. Terdakwa Azis Rewa yang didampingi kuasa hukumnya, Bernande Manulu membenarkan sebagian penjelasan Endri. Ia hanya meluruskan soal penyerahan uang Rp 100 juta yang sebelumnya didahului komunikasi via telepon. Azis sendiri oleh JPU Amal Pujianto didakwa Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara. (ibr/ms)

Rabu, 02 Maret 2011

FPMLK Tantang Balik DPRD

Tak Terima Fee Batu Bara Diserahkan ke APB-Desa

Sumber : http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=91730

TENGGARONG - Forum Pemerhati Masyarakat Loa Kulu (FPMLK) tak terima bila fee hasil tambang batu bara PT Mega Prima Persada (MPP) diserahkan ke APB-Desa. FPMLK bahkan  meminta DPRD tidak provokatif mengeluarkan pernyataan. “Kami harap anggota DPRD khususnya Pak Isnaini lebih bijaksana. Jangan bicara setengah-setengah, kita harus total melihat bagaimana persoalan sebenarnya,” kata Ketua FPMLK Mashudiono didampingi sekretarisnya Supriyadi.

Isnaini mewakili Komisi I DPRD sebelumnya meminta dana kompensasi tambang batubara yang selama ini dikelola FPMLK dimasukkan dalam APB-Desa. Karena cara seperti itu akan dapat dipertanggungjawabkan secara jelas. Isnaini mengaku sering mendapat pengaduan dari masyarakat bahkan pengurus forum desa, kalau dana kompensasi terkadang lambat diberikan.

“Intinya kami harap DPRD bersikap netral, menjadi mediator, penengah, antara warga dengan FPMLK. Sehingga komentar-komentar yang muncul itu terjaga kredibilitasnya,” kata Supriyadi. FPMLK juga menyebut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) arogan dengan pernyataan mereka yang meminta mandat masyarakat Loa Kulu ke FPMLK dicabut dan selanjutnya MPP memberikan fee itu langsung ke warga tanpa melalui forum. Karena usulan ini disebutkan tidak berdasarkan fakta histroris dan empiris.

Menurut Supriyadi, rekomendasi dukungan yang diberikan kepadanya bukan berupa kesepakatan bersama. Artinya, alokasi dana ke desa diberikan berdasarkan bagi hasil sesuai kesepakatan yang telah dibuat.
“Secara empiris, kami telah memberikan bagi hasil itu secara proporsional setiap tahunnya. Jika ada yang belum dapat, itu karena kendala LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban, Red.). Kalau semuanya lancar, tidak akan ada masalah,” katanya.

Ditemui terpisah, Isnaini didampingi koleganya di Komisi I DPRD bergeming dan menyatakan segera memanggil Manajemen PT MPP, pengurus FPMLK dan warga membahas persoalan ini. “Saya ini termasuk pendiri forum jadi saya tahu persoalannya apa. Jika forum desa bertanggungjawab ke forum Loa Kulu dengan membuat LPJ, lantas FPMLK bertanggungjawab kemana? Transparansi ini harus jelas,” tegas Isnaini. (fid/ms)