Syaukani dan Bachtiar Effendi Bakal Jadi Saksi

JAKARTA - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meminta KPK segera memutuskan status hukum Khairudin dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Anggota DPRD Kukar asal Partai Golkar itu, dinilai berperan aktif membantu terdakwa Setia Budi dan Samsuri Aspar memperoleh dana bansos hampir Rp 30 miliar.

Sikap KPK terhadap posisi Khairudin dalam kasus bansos itu diminta hakim ketua Murdiono saat memimpin persidangan atas diri Setia Budi, Kamis (11/12).  “Kalau memang terkait harus diproses. Memungkinkan jadi tersangka, ya ditingkatkan jika sebelumnya hanya saksi,” sebut Murdiono pada ketua tim jaksa Zet Tadung Allo.

Menjawab pertanyaan hakim, Zet membenarkan dalam kasus ini faktanya Khairudin memang pelaku aksi korupsi yang berlangsung selama 2005-2006 itu. Dia bahkan mengatakan, ada beberapa saksi lain yang keterlibatannya sama kuat dan kini tengah dibidik penyidik KPK. Tapi karena masih dalam proses penyidikan, Zet mengaku tak punya kewenangan menyebutkan apakah sudah ada tersangka baru. Kecurigaan keterlibatan Khairudin muncul di benak Murdiono selepas mendengar keterangan saksi Budi Aji. Pria yang kesehariannya bekerja sebagai kontraktor ini, mengaku dilibatkan oleh Khairudin saat tengah nongkrong di sekretariat Kadin, Tenggarong.

“Saya dipanggil Khairudin supaya ke ruang kantor ketua Kadin (Setia Budi). Di situ, di depan Setia Budi, saya disodori berkas supaya mencairkan uang ke Siti Aidi (bendaharawan bansos, Red.),” sebut Budi Aji, menceritakan kejadian yang berlangsung pada 2005 itu. Permintaan Khairudin tak langsung disetujui. “Hampir dua jam saya berpikir, kata Khairudin nggak apa-apa,” ungkap pria berkacamata minus ini.

Akhirnya, atas perintah Khairudin, Budi Aji bertemu dengan Siti Aidi di Bank Pembangunan Daerah Kaltim cabang Tenggarong. Siti Aidi kemudian menyerahkan uang tunai Rp 1,2 miliar. Atas perintah Khairudin, uang tersebut ditransfer ke rekening BCA dan BNI milik Setia Budi. Seorang pria bernama Subiyakto, lanjut Budi Aji, juga menerima transfer senilai Rp 300 juta, yang belakangan diketahui uang bansos. Masih atas perintah Khairudin, di tempat yang sama, keduanya beberapa hari kemudian juga bertemu. Kali ini yang dicairkan sejumlah Rp 2,3 miliar.

Menurut Budi Aji, atas perintah Khairudin uang itu seluruhnya ditransfer ke rekening Setia Budi. Dari total Rp 3,5 miliar, Budi Aii mengaku mendapat Rp 30 miliar dari Khairudin. Hingga tadi malam, Khairudin belum bisa dimintai tanggapannya. Tiga nomor HP Khairudin seluruhnya tak aktif. Namun di beberapa kali pertemuan di Tenggarong dan kesaksian di pengadilan Tipikor, pekan lalu, Khairudin mengaku siap jika diminta pertanggungjawaban oleh KPK.

Selain Budi Aji, saksi lain yang dimintai keterangan adalah bendaharawan bansos pada tahun 2006 M Ari Junaidi dan Ketua Bappeda Kukar Fathan Junaidi. Ari banyak ditanya soal pencairan bansos Rp 5,5 miliar untuk Banteng Mahakam. Menurut Ari, sebelum dicairkan ke Edy Mulawarman, dia sempat mengonfirmasi pada Fathan apakah alokasi dananya dianggarkan dalam bansos 2006. Fathan kala itu membenarkan, tapi setelah dananya cair pernyataannya itu berubah bahwa dana yang dialokasikan hanya Rp 500 juta.

Perubahan keterangan juga dilakukan Fathan saat ditanya hakim soal penerimaan uang bansos Rp 375 juta dari Setia Budi. “Seingat saya, saya tak pernah terima uang sejumlah itu,” katanya, meski hakim sudah mengingatkan bahwa hukuman 7 tahun bisa dijeratkan bila terbukti memberikan keterangan palsu.
Sebaliknya, menurut Setia Budi, pada Oktober 2007, dia sempat mendatangi Fathan agar mengembalikan uang Rp 375 juta itu. Pengakuan Setia Budi, Fathan termasuk pejabat yang kecipratan bansos selain Samsuri dan mantan Asisten IV Pemkab Kukar Basran Yunus.

UNTUNG RP 2 M

Untuk persidangan Samsuri, Zet banyak menggali informasi soal pencairan bansos Rp 5 miliar untuk pengadaan alat band. Tiga saksi, yakni kepala tata usaha DPD Golkar Kukar, kuasa usaha CV Sinar Perkasa Boyke Andre Noriza alias Ica, serta Fathan Junaidi diminta agar bersaksi di depan majelis hakim diketuai Teguh Hariyanto. Sayuti menjelaskan, pengadaan alat band di 18 kecamatan itu, awalnya muncul setelah dia menerima permohonan proposal dari Aji Suriansyah, pimpinan Partai Golkar tingkat kecamatan di Sebulu.

Permohonan ini kemudian dikonsultasikan pada Ica yang kala ditunjuk oleh pimpinan Golkar tingkat kecamatan sebagai koordinator pengadaan. “Setelah dikonsultasikan dengan beliau (terdakwa Samsuri), nama Golkar nggak disebutkan. Kita ganti jadi Gerbang Dayaku Band (GDB),” jelas Ica.
Setelah mendapat persetujuan Basran unus dan Samsuri –waktu itu Wakil Bupati—tak berapa lama kemudian Ica mendapat uang panjar senilai Rp 25 juta. Uang itu digunakan Ica untuk biaya survei pencarian alat band ke Jakarta. Dari 9 kali pencairan, diakuinya, sekali di antaranya diserahkan pada Samsuri senilai Rp 950 juta.

“Pencarian terakhir uangnya dipinjam oleh Pak Samsuri,” ujar Ica. Sedangkan pengadaan alat band sebenarnya menghabiskan Rp 1,153 miliar, ditambah biaya untuk pengelola GDB di 18 kecamatan masing-masing senilai Rp 25 juta. Ica sendiri mengaku mendapat Rp 2 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Sedang Samsuri mengaku uang Rp 950 juta dipinjam ke Ica untuk biaya pengobatan jantung yang sejak lama diidapnya.

Pekan depan, dijadwalkan giliran mantan Bupati Syaukani HR akan dihadirkan sebagai saksi. Menurut Zet, Syaukani akan ditanya soal ada tidaknya pelimpahan wewenang disposisi bansos yang selama ini dilakukan Samsuri. Selain Syaukani, mantan Wakil Ketua DPRD Bachtiar Efendi dan Joyce Lidya dijadwalkan dipanggil. Karena berkasnya dipisah (split), Setia Budi akan jadi saksi Samsuri, juga sebaliknya.(pra/yus)
Kaltimpost 12 Desember 2008

Selasa, 28 Juli 2009

Kuncinya Jujur, Ikhlas, dan Teliti

Bupati Marthin Billa

BUPATI Malinau Marthin Billa ternyata tidak mengetahui adanya penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BKP) yang menyebutkan hanya pemerintahan Kabupaten Malinau yang “bersih” dalam mengelola keuangannya dibanding kabupaten dan kota se-Kaltim.  “Kalau itu benar, patut kita syukuri. Karena prestasi ini akan semakin memotivasi kita untuk meningkatkan kinerja paratur pemerintah yang lebih baik,” kata Marthin saat dihubungi via selulernya malam tadi. Keberhasilan tersebut, kata dia, tidak terlepas dari ketelitian dan kejelian bagi setiap aparatur dalam penyusunan perencanaan, tertib penggunaan anggaran hingga realisasi sesuai dengan ketentuan yang ada. Yakni dengan menerapkan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) yang efektif, efisien, dan tepat sasaran yang meliputi input, proses, output dan outcome. “Jangan sampai ada penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan anggaran yang dapat merugikan dan menghambat pembangunan di daerah,” ujarnya.

Untuk mencapai itu semua, Pemkab Malinau juga melakukan berbagai pembinaan dan mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan (Diklat) sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya, baik di dalam maupun di luar daerah. Kemudian melakukan sosialisasi mengenai penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan dampak serta kerugian yang ditimbulkan dengan menjalin kerja sama dengan BPK, kejaksaan, maupun aparat lainnya.  Semua itu dilakukan dalam upaya meningkatkan keterampilan, kompetensi serta pemahaman dan wawasan terhadap pegawai. “Tetapi yang paling utama adalah bekerja dengan jujur, ikhlas, teliti, dan penuh tanggung jawab,” sebutnya.

Sekadar diketahui, pada tahun 2008 ini Anggaran Pendapatan dan Delanja Daerah (APBD) Kabupaten Malinau tembus Rp 1,454 trilun dan telah ditetapkan akhir Desember 2007. Masalah penetapan anggaran ini lebih cepat karena sudah diproses sejak Juni dan ditargetkan harus disahkan pada Desember akhir 2007.
Penetapan lebih cepat ini, lanjut Marthin, karena adanya kerja sama yang sangat baik antara DPRD dengan Pemkab Malinau dalam pembahasan anggaran. Ini bukan juga karena adanya seruan dari Menteri Keuangan untuk mempercepat proses penetapan anggaran. Tetapi memang ini sudah diprogramkan oleh kedua belah pihak (DPRD dan Pemkab) dan prosesnya sudah berjalan sesuai dengan tahapan dan ketentuan yang ada.

Dalam menjalankan program pembangunan di Malinau, Marthin menancapkan tiga pilar utama, yakni peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, dan pertanian arti luas, kemudian ditambah lagi dengan program pembangunan perbatasan dan konservasi. Model pembangunan yang digalakkan yakni Gerakan Pembangunan Desa Mandiri (Gerbang Dema) yang lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat dalam mencapai kemandirian dan sejahtera yang ditargetkan pada tahun 2011 terpenuhi.(ida/kpnn)

Kaltimpost 21 November 2008

Minggu, 26 Juli 2009

Pengelolaan Keuangan Kaltim Buruk

Kecuali Malinau, Laporan Keuangan Tidak Wajar

 BALIKPAPAN - Seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Kaltim, kecuali Kabupaten Malinau, memiliki laporan keuangan yang tidak wajar. Hal ini sebagai imbas dari lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang mengelola anggaran. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Anwar Nasution dalam jumpa pers di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Kamis (20/11) siang kemarin. Ia mengatakan, hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah tahun 2007 mencatat, seluruh daerah di Kaltim dinyatakan tidak wajar, kecuali Kabupaten Malinau. Itupun dinyatakan tidak memberikan pendapat (TMP) atau disclaimer opinion.

Artinya, kata Anwar, sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Kaltim sangat buruk. Padahal, kata dia, Kaltim ini sangat kaya. Sehingga cukup memalukan jika masih saja ada oknum pemerintah yang memanfaatkan keuangan ke arah yang tidak semestinya. “Kaltim harusnya malu dengan Gorontalo, daerah miskin yang hanya mengandalkan pertanian untuk hidup. Tapi laporan keuangannya dinyatakan wajar tanpa pengecualian. Saya sangat kecewa dengan Kaltim,” ungkapnya.

Akibat buruknya pengelolaan keuangan ini, kata Anwar, tidak heran jika banyak daerah di Kaltim ini disebut kaya, tapi rakyatnya tidak merasakan apa-apa. Sebagai contoh, lanjutnya, Kutai Kartanegara (Kukar). Uangnya, kata Anwar, hanya dinikmati untuk kepentingan pihak tertentu.

“Jadi wajar juga kalau bupati dan wakilnya kini ditahan. Bahkan gubernurnya juga sudah ditahan. Perlu diketahui, Bupati Kukar dan wakilnya masuk penjara karena temuan BPK,” bebernya.
Seperti diketahui, Gubernur Kaltim Suwarna AF dihukum 4 tahun karena terbukti korupsi. Bupati Kukar Syaukani HR juga terjerat korupsi dan divonis 6 tahun penjara. Sekarang Wabup Kukar Samsuri Aspar diadili dalam kasus dugaan manipulasi bantuan sosial (bansos) bersama anggota DPRD Kukar Setia Budi.  Anwar menegaskan, kehadiran BPK bukan untuk menghakimi, tapi semata-mata untuk mendorong agar tercipta transparansi pengelolaan keuangan daerah, sehingga bermanfaat bagi pembangunan.

Apa saja faktor yang menyebabkan ketidakwajaran dalam laporan BPK terhadap keuangan pemerintah daerah di Kaltim? “Pertama, SDM yang masih lemah. Kedua, sistem yang dibangun terbilang kacau, dan teknologi komputersisasi administrasi keuangan masih minim,” sebutnya.

Meski demikian, Anwar mengatakan, seluruh laporan tidak wajar tersebut sementara ini belum mengarah ke dugaan penyelewengan keuangan yang berbuntut proses hukum. “Sampai saat ini masih Kukar yang kita hadapkan dengan hukum. Yang lainnya belum mengarah ke sana (proses hukum,Red),” tuturnya.  Pada kesempatan itu, Anwar juga mengatakan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah daerah secara nasional dalam periode tahun 2004 hingga 2007, kian memburuk. Indikatornya ialah pemberian opini tidak wajar dari BPK untuk laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) meningkat dari 3 persen di tahun 2004 menjadi 19 persen di tahun 2007. Sementara opini tidak memberikan pendapat juga naik dari 2 persen jadi 17 persen untuk periode yang sama. Sebaliknya, opini wajar tanpa pengecualian menurun dari 5 persen jadi 1 persen.

Sesaat sebelum jumpa pers, Anwar menjadi pembicara dalam dialog publik antara BPK RI dan Pemprov Kaltim. Acara itu dihadiri sejumlah kepala daerah, mulai Pj Gubernur Tarmizi Abdul Karim, wali kota, bupati dan wakil bupati, serta para muspida Kaltim. Termasuk pula pejabat dari Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam dialog publik bertajuk Mendorong Terciptanya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara/Daerah itu pukul 09.00 hingga 14.00 itu, juga menampilkan pembicara Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Ir Timbul Pudjianto MPM, serta perwakilan dari Departemen Keuangan.

POLITISASI JABATAN

Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Asmawi Rewansyah berpendapat, jeleknya pelaporan keuangan Kaltim merupakan akibat posisi strategis di pemerintahan yang dipolitisasi menjadi jabatan politik.  “Jabatan seperti gubernur dan kepala daerah kini bukan lagi jabatan pemerintahan, tapi jabatan politik. Akibatnya, bisa diisi oleh orang yang tak kompeten. Hasilnya, ketika berkuasa uang negara akan dikeruk untuk kepentingan pribadi atau mengembalikan dana kampanye. Kasus ini sudah sering terjadi,” ujarnya saat melakukan kunjungan ke Samarinda beberapa waktu lalu.

Karena itu, ia tak heran bila ada gubernur atau kepala daerah yang dipenjara karena terbukti laporan keuangannya bermasalah atau terindikasi korupsi. “Ini yang mau kami cegah. Makanya tahun depan, kami akan bentuk aturan ada audit kepala daerah. Bila tak sesuai kompetensinya, maka hanya setahun ia menjabat. Setelahnya, akan digantikan dengan orang yang lebih kompeten dan sesuai. Memang harusnya demikian,” tegasnya.

Pj Gubernur Kaltim Tarmizi Karim juga mengakui demikian. Masalah-masalah yang timbul di Kaltim, terutama di pemerintahan memang sangat erat hubungannya dengan sumber daya manusia (SDM).
“SDM di Kaltim memang belum memenuhi syarat. Terutama di pemerintahan. Memang banyak yang kompeten, tapi lebih banyak lagi yang tidak kompeten. Ini menjadi permasalahan utama dan perlu pembenahan secara serius dan total. Penilaian buruk terutama menyangkut laporan keuangan jelas sudah terbukti,” ujarnya.

Idealnya, menurut pengamat ekonomi Kaltim Irwan Gani, pemerintah harus melakukan perombakan total atas manajemen keuangan yang ada, terutama dalam masalah SDM. “Masalah keuangan harus diselesaikan SDM yang paham keuangan. Kondisi saat ini, urusan keuangan ditangani SDM yang tak jelas kompetensinya. Misalnya, oleh lulusan pertanian atau hukum, jelas tak nyambung. Harusnya, dari kompetensi yang sesuai seperti ekonomi atau akuntansi,” ujarnya. “Laporan keuangan yang ditangani orang yang tak kompeten, maka akan berpotensi disalahgunakan. Karena mereka merasa bisa melakukan penipuan. Setelah dicek orang yang mengerti keuangan, maka akan timbul pertanyaan dan penilaian buruk,” tambahnya.(lhl/*/che)
Kaltimpost 21 November 2009

Kamis, 23 Juli 2009

Hardi Didakwa Tiga Pasal Korupsi

TENGGARONG, RABU - Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kutai Kartanegara (Kukar) M Hardi didakwa pasal berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong, Rabu (26/11). Setidaknya, ada tiga pasal yang didakwakan kepadanya.

Hardi menjadi terdakwa dalam kasus ini karena diduga melakukan korupsi dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kukar tahun 2007 yang merugikan negara hingga Rp 19,3 miliar. Selain Hardi, Bendahara Penerima Pendapatan BPKD Kukar Muhammad Nur juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

JPU Fajar yang membacakan surat dakwaan mengatakan, dalam dakwaan primair, Hardi diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Undang-undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah UU No 20 Tahun 2001--yang merupakan perubahan dari UU No 31 tahun 1999--tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pasal 55 ayat 1. Kemudian, dalam dakwaan subsidair dan lebih subsidair, Hardi dianggap melanggar pasal 3 dan 8 junto pasal 18 UU yang sama dengan dakwaan primair.

Dakwaan itu dibacakan kurang lebih selama satu jam secara bergantian oleh JPU. Setelah mendengarkan dawaan, Ketua Majelis Hakim Sunaryo Wiryo SH yang didampingi anggotanya, Bambang Mulyono SH dan Imam Lukman Hakim SH MH, lalu meminta tanggapan Hardi atas dakwaan yang telah dibacakan. Saat ditanya hal itu, Hardi yang mengenakan baju hem biru garis- gari dan celana panjang hitam lalu menoleh ke kedua pengacaranya, Nasrun Mu'Min SH, MH, MM dan Sabriadi Syaruddin SH.

Ia kemudian berdiskusi selama beberapa menit dengan kedua pengacaranya. Setelah beberapa menit, melalui Nasrun, Hardi menyatakan menerima dakwaan JPU tersebut. Sunaryo kemudian menawarkan waktu sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (1/12) dan Jumat (5/12). (reo)
Tribun Kaltim 26 November 2009

Senin, 20 Juli 2009

Syaukani Ajukan PK

JAKARTA - Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) akhirnya ditempuh mantan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hassan Rais untuk melawan putusan 6 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA). Menurut jaksa KPK Agus Salim, Senin (11/2), bukti baru (novum) yang diajukan Syaukani adalah adanya perbedaan pertimbangan hukum antara putusan kasasi Syaukani tertanggal 28 Juli 2008, dengan putusan inkracht --berkekuatan hukum tetap-- selama 18 bulan penjara Pengadilan Tipikor tahap pertama, terhadap mantan Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan.

Syaukani terbukti melakukan 4 korupsi, di mana satu di antaranya melibatkan Vonnie, yakni kasus korupsi studi kelayakan proyek pembangunan Bandara Kutai-Samarinda (Loa Kulu). Selain beda lama hukuman, Syaukani mempertanyakan kenapa hakim di tingkat Tipikor pertama dan banding justru menjatuhkan hukuman lebih ringan selama 2,5 tahun dibanding 6 tahun penjara pada tahap kasasi.

MA juga beda pandangan soal pasal yang dilanggar dari Pasal 3 (subsider) menjadi dakwaan primer, Pasal 2 ayat 1 UU Korupsi No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Novum lain, lanjut Agus, pemohon PK (Syaukani) berpendapat tak ada kerugian negara dari seluruh kasusnya. Alasannya, keempat kasus yang membelit Syaukani: penerbitan SK Bupati soal pembagian uang perangsang, penyelewengan dana bantuan sosial, studi kelayakan Bandara Loa Kulu, dan penyalahgunaan APBD Kukar untuk pembebasan lahan Bandara Loa Kulu --total kerugian sekira Rp 120 miliar-- dinilai tak terjadi penyimpangan alias tak menimbulkan kerugian negara. Menurut pengacara pemohon, tambah Agus, hal ini dikuatkan dengan hasil audit berkala BPKP maupun Bawasda Kaltim.

Agus yang juga jaksa kasus Syaukani maupun Vonnie, menilai 2 pertimbangan hukum yang dijadikan novum tersebut tidaklah kuat. "Bukan hal baru. Soalnya itu semuanya sudah diuji di persidangan tahap pertama dan banding. Jadi nggak ada yang baru," katanya. Ditambahkannya, sidang PK Syaukani mulai digelar sejak Selasa pekan lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dijadwalkan, Selasa (2/12) hari ini, sidang dilanjutkan dengan materi mendengar keterangan saksi dari pemohon PK.

Hakim Moefri, Teguh Hariyanto dan Moerdiono, yang juga merupakan majelis hakim Tipikor, bertindak selaku pengadil. Belum ada keterangan resmi terkait hal ini dari Syaukani maupun pengacaranya. Syaukani tak kunjung mengangkat telepon saat dihubungi tadi malam. Sedangkan pengacaranya, Dodi, mempersilakan Kaltim Post mengikuti jalannya persidangan.

Syaukani dijatuhi hukuman lebih berat lewat majelis hakim diketuai Bahaudin Qaudri dengan anggota Artijo Alkostar, Odjak Parulian Simanjuntak, Leo Hutagalung, dan Sofian Martabaya. Selain penjara 6 tahun, Syaukani yang kini dipenjara di Lapas Cipinang tersebut diwajibkan membayar uang pengganti Rp 49,3 miliar, di mana jika dalam sebulan setelah inkracht tak dilunasi, maka hukuman badan ditambah 3 bulan. Denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan juga wajib dibayar Syaukani.(pra)
Kaltimpost 2 Desember 2008

Sabtu, 18 Juli 2009

Kukar Harus Reformasi Anggaran

TENGGARONG, SELASA - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) harus mereformasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang selama ini dibuat. Reformasi anggaran ini perlu dilakukan agar APBD yang jumlahnya sangat besar, Rp 4,9 triliun dapat dirasakan oleh masyarakat.  "Logikanya, anggaran besar itu harusnya makin enak. Asal, anggaran itu dirasakan oleh masyarakat. Tapi, selama ini tidak seperti itu. Karena itu, pemerintah daerah harusnya, tidak hanya melakukan reformasi birokrasi, tapi juga reformasi anggaran," kata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Kartanegara (Unikarta), Prof Iskandar saat Bincang Kutai yang digelar di Hotel Singgasana, Selasa (25/11). Acara yang digagas oleh LSM Fajar itu juga menghadirkan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar, M Aswin dan Ketua DPRD Kukar, Salehuddin sebagai pembicara.

Iskandar lalu menuturkan, reformasi anggaran itu dapat dilakukan dengan menerapkan Analisis Standar Belanja (ASB). Dengan menerapkan pola-pola seperti ini, semua kegiatan di berbagai dinas memiliki standar yang jelas. Tak akan ada lagi perbedaan anggaran kegiatan, misalnya pelatihan, antara satu dinas dengan dinas lainnya.  "Orang tidak bisa main-main lagi dalam menyusun anggaran. Karena pedomannya jelas. Orang yang menyusun anggaran pun punya argumen ketika ditanya mengapa dia menganggarkan dana sebesar itu untuk suatu kegiatan," ujarnya.

Menurut Aswin, ASB itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 2002. Tapi tidak pernah digunakan oleh Pemkab Kukar dalam menyusun anggarannya.  "Dulu sering ada kata-kata mark up anggaran (menggelembungkan anggaran). Ini terjadi karena tak ada dasarnya dalam menyusun anggaran. Saat ini, kita sudah mencoba menggunakan ABS. Walaupun hanya baru 20 kegiatan saja, tapi nantinya akan kita kembangkan hingga ratusan," ujarnya. Standar belanjar itu menurut Aswin hingga menyangkut pembelian berapa harga kertas satu rim, ballpoint, satu sak semen, satu sak beras, mobil dinas dan lainnya yang disusun berdasarkan standar pemerintah.

Iskandar kemudian menambahkan, reformasi anggaran tidak hanya menyangkut penggunaan ABS, tapi juga keberpihakan APBD terhadap sektor-sektor yang berkaitan dengan masyarakat, misalnya pertanian dalam arti luas, kemiskinan dan pelayanan publik. Menanggapi hal itu, Aswin berjanji akan mengalokasikan dana lebih kepada sektor pertanian. Ia juga menjelaskan, alokasi dana yang besar di Dinas Pekerjaan Umum (PU), bukan berarti tidak menunjang sektor pertanian.

"Ketika jalan yang menghubungkan Tabang dan Tenggarong jadi, maka hasil-hasil sektor pertanian akan lebih mudah didapatkan. Biayanya juga jauh lebih murah dan cepat dibandingkan harus menggunakan jalur sungai," ujarnya. Alokasi dana untuk ketiga sektor itu mendapat respon baik dari Salehuddin. Menurutnya, sektor pertanian merupakan salah satu prioritas pembangunan di Kukar. Namun, sektor ini selalu luput dari perhatian eksekutif dan legislatif. Padahal, rencana pembangunan jangka menengah dan panjang Kukar meletakkan sektor pertanian sebagai prioritas utama.

"Tahun ini, anggaran untuk pertanian itu tidak sampai 1 persen. Kalau melihat hal itu, memang kita patut pertanyakan niatan kita dalam mendukung sektor pertanian. Tahun depan, kita harus memberikan anggaran yang lebih besar di sektor ini," ujarnya. Iskandar menambahkan, sektor pertanian memberikan sumbangsih sebesar 30 persen dari pendapatan Kukar. Kemudian, menyerap tenanga kerja yang jauh lebih banyak dari sektor pertambangan. (reo)

Diduga Ikut Menerima Bagian Dana Bansos

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengintensifkan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi di Kabupatean Kutai Kertanegara yang melibatkan Plt Bupati Kukar (non aktif) Samsuri Aspar dan Ketua Komisi II DPRD Kukar Setia Budi. Tim penyidik KPK kini terus menelusuri dan bakal memeriksa 39 anggota DPRD Kukar yang diduga turut menikmati aliran dana bantuan sosial (Bansos) APBD Kukar senilai Rp 23,134 miliar.

"Jika memang dalam dakwaan di persidangan terungkap nama-nama lainnya, hal itu akan menjadi petunjuk bagi KPK untuk melakukan pengembangan penyidikan lebih lanjut. Tentunya akan memintai keterangan terhadap mereka (39 anggota DPRD)," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto, Selasa (11/11). Menurut Bibit, fakta apapun, baik itu di persidangan maupun luar persidangan tetap menjadi petunjuk untuk melakukan penyidikan. "Tetapi tidak untuk menjadi alat bukti. Fakta di persidangan itu semuanya masih bersifat dugaan," katanya.

Fakta baru di persidangan Samsuri Aspar dan Setia Budi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (10/11), mengungkapkan selain mereka berdua yang menikmati dana bansos APBD Kukar itu, masih adalagi anggota DPRD lainnya yang turut menikmati. Seperti disebutkan dalam dakwaan, dana senilai Rp 23,134 miliar itu ternyata dibagi-bagikan kepada 39 anggota DPRD. Seperti diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Zet Tadung Allo, Wakil Bupati Kukar semasa Syaukani HR ini bersama terdakwa Setia Budi terbukti memerkaya diri sendiri dan orang lainnya sehingga merugikan negara.
Keduanya didakwa dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Dakwaan ini disesuaikan dengan isi pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, dan pasal 3 junto pasal 18 UU 31/1999 junto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Disebutkan Zet, Samsuri mendapatkan bagian Rp 1,950 miliar sementara Setia Budi Rp 1,775 miliar. Sisanya dibagikan kepada Khairudin Rp 2,5 miliar, Basran Yunus Rp 375 juta, Fathan Djoenaidi Rp 375 juta, Boyke Andre Noriza Rp 3,034 miliar. Sedangkan 35 anggota DPRD Kukar lainnya masing-masing menerima Rp 375 juta.

Menanggapi ini, Bibit menyatakan, semua fakta persidangan itu masih sebatas dugaan dan petunjuk bagi penyidik. Pihaknya membutuhkan bukti-bukti yang saling melengkapi dan benar- benar mengungkapkan keterlibatan nama-nama yang telah disebutkan di persidangan.

"Tidak serta merta menjadi seseorang itu tersangka. Harus ada proses dan prosedur hukum. Intinya KPK akan melakukan penyidikan dan bertindak profesional. Penyidik akan terus menelusuri kasus ini hingga ada fakta-fakta hukum yang bisa dijadikan bukti," kata Bibit. (persda network/ndr)

Bagi-bagi Uang Bansos Kukar
* Samsuri Aspar (Plt Bupati Kukar): Rp 1,950 miliar
* Setia Budi (Ketua Komisi II): Rp 1,775 miliar
* Khairudin (anggota): Rp 2,5 miliar
* Basran Yunus (anggota): Rp 375 juta
* Fathan Djoenaidi (anggota): Rp 375 juta
* Boyke Andre Noriza (anggota): Rp 3,034 miliar
* Plus 35 anggota lainnya masing-masing menerima Rp 375 juta

(Sumber: JPU KPK)
Tribun Kaltim 11 November 2009

JAKARTA - Ketua Komisi II DPRD Kutai Kartanegara, Setia Budi, didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Setia Budi diduga mencairkan dan menggunakan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005-2006 pada pos bantuan sosial. "Yang dapat merugikan keuangan negara, yaitu merugikan keuangan keuangan daerah Kabupaten Kutai Kartanegara sejumlah Rp 29,573 miliar," ujar jaksa penuntut umum, Zet Todung Allo, dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/11).

Kasus korupsi ini berawal dari pencairan dana sebesar Rp 3,5 miliar untuk penggantian dana kampanye Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais pada Pilkada 2005 oleh Setia Budi melalui Khairudin. Kemudian, Setia Budi mengajukan disposisi kepada Plt Bupati Kutai Kertanegara, Samsuri Aspar. "Samsuri kemudian menyetujui disposisi tersebut," kata Jaksa. Alasan pencairan karena ada kesepakatan dari legislatif. Jaksa menduga Setia Budi telah mengambil dana senilai Rp 11,278 miliar untuk dirinya sendiri. Dia juga memberikan uang kepada Ketua DPRD Kutai Kertanegara sebesar Rp1 miliar dan kepada 35 anggota DPRD lainnya. "Masing-masing sebesar Rp 375 juta," jelas Zet.

Selain itu, dia juga membagikan uang ke sejumlah orang yang telah membantu mempermulus pencairan dana tersebut. Untuk menutupi perbuatannya, menurut Jaksa, Setia Budi telah membuat dokumen fiktif. Antara lain, dana sebesar Rp 1,95 miliar digunakan kegiatan seni. Sementara sebesar Rp 1,55 miliar digunakan untuk membayar biaya Panitia Festival Mahakam. Selanjutnya, Setia Budi bersama Khairudin (anggota DPRD) mencairkan dana Rp19,7 miliar guna keperluan-keperluan anggota DPRD, di mana Samsuri Aspar juga meminta agar mendapatkan bagian dari dana tersebut.

Menindaklanjuti kesepakatan itu, terdakwa pada November 2005 bersama Khairudin membuat surat tentang permohonan anggaran operasional perjalanan dinas ke dalam dan luar daerah anggota DPRD Kutai Kartanegara yang ditujukan kepada Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara cq Asisten IV Kesejahteraan Masyarakat berupa permintaan dana sebesar Rp18,5 miliar.

Surat tersebut diserahkan kepada Samsuri yang langsung diberi disposisi oleh Plt Bupati Kutai Kartanegara. Terdakwa yang seolah-olah mengatasnamakan DPRD Kutai Kartanegara juga mengajukan permintaan pencairan dana kepada Samsuri. Pencairan ketiga, sebesar Rp 5,5 miliar. Pencairan keempat Rp 493,6 juta dan Rp 985 juta. JPU mendakwanya dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001.
Tribun Kaltim 10 November 2009

Dugaan Korupsi Bansos

JAKARTA - Pada saat mantan Wabup Kutai Kartanegara (Kukar) Samsuri Aspar dan anggota DPRD Kukar Setia Budi menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada hari yang sama juga berlangsung aksi unjuk rasa oleh sekelompok pemuda di depan gedung KPK. Pengunjukrasa yang mengaku dari Komite Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi Kutai Kartanegara (Kukar) ini, menuntut agar KPK juga menangkap anggota DPRD Kukar, Khairuddin, yang diduga ikut mengorupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) di Kukar sejak 2001 hingga 2008.

Seperti diketahui, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, JPU KPK mengungkapkan bahwa Setia Budi bersama-sama Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kukar Samsuri Aspar diduga telah menyelewengkan dana Pos Bantuan Sosial APBD Kukar 2005-2006 yang selanjutnya digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan dibagi-bagikan ke sejumlah orang. Dana hasil penyelewengan tersebut digunakan Setia Budi untuk memperkaya diri sendiri sebesar Rp 11,2 miliar dan dibagi-bagikan kepada Samsuri Aspar Rp 1 miliar, Khairuddin Rp 2,5 miliar, Basran Rp 875 juta, Fathan Djoenaidi Rp 375 juta, dan Edi Mulawarman Rp 420 juta.

Selain itu, dana tersebut juga diberikan kepada 35 anggota DPRD Kukar lainnya yang masing-masing memperoleh sebanyak Rp375 juta. Baik Setia Budi maupun Samsuri Aspar didakwa dengan jenis dakwaan yang sama tetapi menjalani jadwal sidang yang berlainan. Sidang terkait penyelewengan dana Pos Bansos APBD Kukar itu akan dilanjutkan dengan agenda pengajuan saksi oleh JPU pada Rabu (19/11). (IWN/ANT)
Tribun Kaltim 10 November 2008

TENGGARONG - DPRD Kutai Kartanegara (kukar) mengajukan tiga nama sebagai Penjabat (Pj) Bupati Kukar ke Gubernur Kaltim. Tiga nama itu adalah Didi Marzuki, Gufron Yusuf dan Herry Maryadi. Ketiga pejabat tersebut adalah pejabat-pejabat yang selama ini menolak dimutasi. Bahkan mereka menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Samarinda untuk mengembalikan posisi mereka ke jabatan semula. Didi Marzuki adalah mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Ia menolak saat dimutasi menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Sedangkan Gufron, menolak dimutasi menjadi Sekretaris Dewan (Sekwan) dari jabatannya semula Asisten IV Bidang Kesejahteraan Rakyat, Humas dan Protokol Pemkab Kukar. Nama terakhir, Herry Maryadi adalah mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kukar. Ia enggan dipindahkan menjadi Kepala Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD).

Ketua DPRD Kukar, Rachmat Santoso menjelaskan, dipilihnya ketiga orang tersebut karena pertimbangan dua hal. Pertama, ketiganya dinilai mengenal dan mengetahui persoalan di Kukar. Pertimbangan ini, menjadi sangat penting, karena begitu banyak persoalan yang mendera Kukar saat ini. Kedua, ketiganya memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun Kukar. "Kami sudah bertemu mereka. Dan mereka memiliki komitmen untuk membangun kabupaten ini saat menjadi Pj Bupati," kata Rachmat, Minggu (26/10). Keputusan dipilihnya ketiga nama tersebut sudah dilakukan oleh DPRD Kukar dalam pertemuan yang dilakukan beberapa waktu lalu. "Saya lupa tanggalnya, kapan kami rapat. Tapi nama-nama itu kami ajukan berdasarkan kesepakatan bersama," tuturnya. Nama-nama itu telah diajukan ke Pj Gubernur Kaltim, Tarmizi Abdul Karim, pada pertengahan Oktober lalu dengan tembusan Presiden RI, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Sekretaris Jendral Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan lainnya.

"Nama-nama ini kami ajukan berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No 6 tahun 2005 yang diperbaharui PP NO 49 tahun 2008. Dalam kedua peraturan tersebut mengatur, kalau Bupati dan Wakil Bupati berhalangan, maka DPRD Kukar dapat mengusulkan Penjabat Bupati melalui Gubernur," ucapnya. Rachmat tidak menjelaskan sampai kapan Pj Bupati ini akan bertugas. Tapi, salah satu tugas utama Pj Bupati nanti adalah melaksanakan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang akan digelar tahun depan. Ia juga menuturkan, kalau sampai saat ini, DPRD Kukar belum menerima Surat dari Mahkamah Agung (MA) mengenai keputusan  berkekuatan hukum tetap Bupati (non aktif), Syaukani HR.

Pertengahan November
Sementara itu, sidang Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Samsuri Aspar, diperkirakan akan digelar pada pertengahan November ini. Saat ini, berkas Samsuri telah dilimpahkan dari Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Samsuri ditahan KPK dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2004 dan 2005. Dalam kasus itu, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 30 miliar.

"Saya dihubungi KPK, katanya sidang kemungkinan digelar pada pertengahan November ini. Dan kami (anggota DPRD) Kukar diminta untuk bersiap menjadi saksi. Namun, hingga saat ini, kami belum mendapatkan surat resmi dari KPK untuk dipanggil menjadi saksi," kata Ketua DPRD Kukar, Rachmat Santoso, Minggu (26/10). Ia  selalu berkoordinasi dengan KPK berkaitan dengan kasus ini. "Kami selalu berkonsultasi dengan KPK, agar saat menjadi saksi, tidak menganggu jalannya pemerintahan di Kukar. Kami nanti dipanggil satu-satu. Tidak langsung bersamaan agar pemerintahan tetap dapat berjalan," ucapnya.

Mengenai pengembalian dana bansos yang diterima anggota dewan, Rachmat menuturkan, pengembalian dana masih sekitar 80 persen atau sebanyak Rp 11 miliar dari Rp 13,5 miliar yang harus dikembalikan. "Kami telah berkomitmen untuk mengembalikan dana ini. Harus diingat, saat kami terima dana bansos ini dari oknum anggota dewan, kami tidak tahu kalau dana tersebut adalah dana bansos," ucapnya. Dana bansos yang diterima tiap anggota dewan adalah sebanyak Rp 375 juta. (reo)
Tribun Kaltim 27 Oktober 2008

Sabtu, 04 Juli 2009

Bansos Seret Tiga Nama

Perkara Syamsuri - Setia Budi Masuk Penuntutan

JAKARTA. Setelah disidik sejak Februari lalu, berkas korupsi dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp30 miliar di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) akhirnya dilimpah dari penyidik ke jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelimpahan ditandai dengan penyerahan barang bukti berikut tersangka Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar dan anggota Komisi II DPRD Kukar Setia Budi, Senin (20/10) siang, di gedung KPK, Jl HR Rasuna Said.  Sesuai aturan yang ada, menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, jaksa diberi waktu 14 hari untuk menyusun surat dakwaan. Kemudian melimpahkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk disidangkan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Yang menarik, surat pelimpahan Samsuri dan Setia Budi mencantumkan keterlibatan 3 nama lain. Mereka adalah anggota DPRD Kukar dari Partai Golkar Khaeruddin, mantan Asisten IV Sekkab Basran Yunus serta Boyke Andrea Noriza alias Ica. Publik Kaltim selama ini lebih mengenal dugaan keterlibatan Khaeruddin sebagai penyalur uang bansos ke puluhan anggota DPRD lain yang nilai per orangnya mencapai Rp375 juta. Sedangkan Basran, terlibat aktif sebagai pengguna anggaran sekaligus orang yang banyak berperan memperlancar disposisi proposal dari pemohon ke Samsuri Aspar, yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Bupati Kukar. Informasi yang didapat KPNN menyebutkan, Ica adalah pemohon sekaligus yang mengkoordinasi proposal pengadaan alat band di 18 kecamatan se-Kukar yang tergabung dalam Gerbang Dayaku Band. Setelah mendapat persetujuan dari Basran, barulah Ica berani menghadap ke Samsuri minta disposisi.

Johan menolak menyebutkan secara tegas bahwa hal ini berarti ketiganya telah resmi menjadi tersangka baru kasus bansos. "Setahu saya baru dua orang itu (Samsuri dan Setia Budi, Red), tapi tak menutup kemungkinan bertambah, sebab penyidikannya terus berjalan," sebut dia. Pencantuman nama Khaeruddin, Basran dan Ica dalam berkas pelimpahan baru diakui oleh penasihat hukum Setia Budi, Dodi. Menurut pengacara mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah ini, ketiganya diduga kuat terlibat kasus bansos. "Ya betul, di berkas pelimpahan tiga nama itu disebut terlibat. Tapi saya nggak tahu apa sudah jadi tersangka," ucapnya.

Sangkaannya, Samsuri dan Setia Budi bersama-sama dengan Khaeruddin, Basran Yunus dan Boyke Andrea Noriza diduga melanggar (primer) Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.

Rencananya, lanjut Johan, dakwaan Samsuri dan Setia Budi dipisahkan (split). Seperti biasa, baik Setia Budi maupun Samsuri lebih memilih diam saat ditanya wartawan soal pelimpahan berkasnya tersebut. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kukar Khairudin yang dikonfirmasi KPMM, enggan berkomentar. "Anda dapat informasi dari siapa? Mohon maaf, saya belum bisa mengomentari," ucap Khairudin di rumahnya yang megah di Jl Kramajaya, Mangkurawang, Tenggarong, Kukar.(pra/eri)
Kaltimpost 21 Oktober 2008

Rabu, 01 Juli 2009

Sudah 7 Pejabat Kukar Di Tahan

Kepala dan Bendahara BPKD Disangka Korupsi Rp 19,3 M

SAMARINDA – Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang terkenal dengan APBD-nya terbesar di Indonesia –Rp 5,5 triliun- ternyata banyak menyimpan masalah. Hingga kemarin, sudah 7 pejabat Kukar yang ditahan KPK maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim lantaran korupsi. Kasus terbaru, bobolnya dana Rp 19,3 miliar di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kutai Kartanegara (Kukar). Kejati menetapkan Kepala BPKD Kukar M Hardi sebagai tersangka. Hardi langsung ditahan bersama Bendahara BPKD Muhammad Noor, setelah menjalani pemeriksaan secara maraton di Kejati) Kaltim, kemarin (19/9) sore.

Pejabat Kukar pertama yang ditahan KPK adalah Bupati Syaukani HR pada 16 Maret 2007 yang terjerat empat kasus penyalahgunaan keuangan negara Rp 120 miliar. Empat kasus itu adalah penyelewengan dana bansos, pembagian bagi hasil migas, penyalahgunaan penggunaan APBD 2003, pembebasan lahan Loa Kulu, serta penunjukan langsung pekerjaan proyek studi kelayakan renana bandara di Kukar. Syaukani yang divonis 6 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, kini menjalani hukuman di Lapas Cipinang, Jakarta. Dua pejabat Kukar yang menyusul ditahan KPK adalah Wakil Bupati Kukar Syamsuri Aspar dan Anggota DPRD Kukar Setia Budi. Keduanya yang ditahan 24 Juli 2008 disangka menyalahgunakan dana bantuan sosial (bansos) Rp 19 miliar. Kasusnya kini masih dalam penyidikan.

Sementara di Kejati Kaltim, hingga kemarin ada empat pejabat Kukar yang ditahan, termasuk Hardi dan Mohammad Noor. Pejabat Kukar pertama yang ditahan Kejati adalah dari Disdik yang merangkap Penjabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PTK) Hari Guru di Kukar Naisah Rahman, ditahan pada 26 Agustus 2008 dalam kasus penyalahgunaan dana Hari Guru sebesar Rp 300 juta.  Selanjutnya, pada 11 September 2008, pegawai Disdik Kukar Luther juga ditahan dengan sangkaan korupsi penggunaan dana Rp 234 juta untuk program fiktif berkedok kegiatan diskusi kelompok kepala sekolah.

SITA RP 2 MILIAR
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Yuspar menjelaskan, dalam perkara ini diduga terjadi penyimpangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kukar sebesar Rp 19.315.812.000. Dana yang bersumber dari pendapatan lain-lain yang sah itu diduga kuat diendapkan oleh para tersangka. Awalnya, indikasi korupsi ini ditemukan pada aliran hasil pendapatan daerah Kukar 2007. Dana senilai Rp 19,3 miliar itu setelah masuk ke kas bendahara BPKD, seharusnya dalam 1 kali 12 jam setelah dicairkan sudah harus masuk ke kas penerimaan daerah. Namun, setelah beberapa kali dicairkan oleh tersangka, tak sedikit pun dana itu disalurkan ke kas pemkab Kukar.
“Setelah melakukan penyelidikan dan mendapatkan data, selang satu hari langsung kami tingkatkan menjadi penyidikan. Alhasil, terungkaplah kasus ini,” ujar Yuspar, kemarin. Kejati sudah menyita Rp 2 miliar. Dari hasil penyidikan sementara, terungkap dana itu berasal dari setoran tersangka ke kas daerah yang baru Rp 2 miliar. "Jadi masih ada Rp 17 miliar yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum," tambah Yuspar. Dalam masa penyidikan ini, Kejati sudah memeriksa saksi-saksi di lingkup BPKD Kukar. Seperti, Kepala Bidang (Kabid) Pendaftaran dan Pendataan Didi Budiono, Kabid Penagihan H Padlan, Bendahara BPKD Makhid dan Akhmad Noer, Sekretaris BPKD Lina Rodiah, Kepala sub Bagian Keuangan Indrayono, dan Staf Bendahara Aulia Noer.

Berawal dari keterangan saksi-saksi itu, menurut Yuspar, dalam pengembangan penyidikan tak tertutup kemungkinan nantinya merembet ke pihak-pihak terkait. “Pak Hardi dan Muhammad Noor itu kami tetapkan sebagai tersangka, karena mereka berdua yang menandatangani penerimaan uang PAD tersebut,” ujarnya. Menurut Yuspar, kemarin penyidik Kejati Kaltim juga memeriksa 5 saksi dari BPKD dan BPD Kaltim Cabang Kukar. Sekadar diketahui, proses hukum kasus itu terbilang cepat. Setelah terungkap pekan lalu, kejati hanya perlu waktu beberapa hari untuk menaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

Posisi kasus BPKD ini mirip dengan modus dugaan korupsi dana Asuransi Kesehatan (Askes) di Rumah Sakit (RS) Atma Husada Mahakam (dulu Rumah Sakit Jiwa) Samarinda senilai Rp 3 miliar. Dalam kasus ini, Kepala RS Atma Husada Mahakam Yunni Dwigandhini menarik dana Askes dari rekening RSJ nomor 001.123.9777.9 sejak 27 September hingga 19 Maret senilai Rp 3,307 miliar.  Kesalahannya, Yunni tidak menyetorkan dana itu ke kas daerah seperti yang seharusnya, namun menyimpannya ke rekening pribadi di Bank Bukopin. Kemudian, menutup rekening itu bersama-sama dengan Kabag Tata Usaha Tukimo. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 3 miliar. Tukimo ikut menjadi tersangka karena bersama-sama dengan Yunni menandatangani spesimen penarikan dana dari RSJ. Dalam kasus BPKD Kukar itu, dana yang diterima bendahara Rp 19,3 miliar lebih juga tidak disetor ke kas daerah setelah disetorkan.

BUNGKAM
Sementara itu, para tersangka yang berusaha dikonfirmasi menutup diri. Bahkan, tersangka M Hardi saat keluar dari ruang pemeriksaan menutupi wajahnya dengan sehelai kertas. Beberapa wartawan yang menunggu sejak usai salat Jumat, tidak mendengar satu kata pun keluar dari mulutnya saat menuju mobil tahanan kejaksaan bernomor polisi KT 9066 B yang membawanya ke rumah tahanan negara (Rutan) Samarinda, sekira pukul 17.30 Wita. Pengacara Lorensius dari Kantor Advokad Yosep SK Sabon dan rekan yang mendampingi tersangka menjalani pemeriksaan, kemarin, pun enggan komentar. “Tidak tahu, saya tidak tahu,” tuturnya sambil angkat tangan dan bergegas pergi.

SETELAH LEBARAN
Dari sekira 18 kasus yang ditangani Kejati, ada 5 kasus dugaan korupsi akan dilimpahkan Kejati Kaltim ke pengadilan untuk disidangkan setelah Lebaran. Kelima kasus yang sudah hampir rampung penyidikannya itu adalah yang berhasil diungkap kejati 2008 ini. Kelima kasus itu adalah, Askes di RS Atma Husada Mahakam senilai Rp 3 miliar, kasus Disdik Kukar senilai Rp 300 juta, kasus program fiktif juga di Disdik Kukar senilai Rp 234 juta, kasus traffic light dan marka jalan di Paser senilai Rp 800 juta, dan kasus bantuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Kutim senilai Rp 658 juta.

“Memang ada belasan yang kami tangani, tapi baru 5 kasus itu yang siap dilimpahkan ke pengadilan. Tersangkanya sudah kami perpanjang masa penahanannya. Kasus yang lain masih kami kembangkan penyidikannya,” kata Yuspar. Untuk diketahui, tersangka kasus RSJ Atma Husada, Yunni dan Tukimo sudah menjalani masa tahanan tambahan 40 hari setelah usai menjalani masa tahanan 20 hari. (kri/*/che)
Kaltimpost, 20 september 2008