Rabu, 27 Mei 2009

Bansos Fiktif Rugikan Rp 9 M

Penjual Nasi Kuning Diperiksa KPK Lagi

TENGGARONG–Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tak hanya memeriksa pejabat dan anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar). Selama sepekan terakhir di Tenggarong, KPK juga memeriksa belasan penjual nasi kuning, dan pengurus organisasi tertentu. Mereka dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) APBD 2005-2006 dengan modus operandi menggunakan proposal fiktif. Informasi tersebut terungkap dari mengakuan salah seorang penyidik KPK di Gedung Arya Guna Polres Kukar, Senin (14/7) kemarin.

“Pemeriksaan untuk tersangka Setia Budi (Ketua Komisi II DPRD Kukar, Red.) ini memang banyak masyarakat yang kami mintai keterangan. Ini terkait kasus bansos yang menggunakan proposal fiktif,” kata salah seorang penyidik KPK yang enggan disebut namanya. Penyidik KPK mengaku fokus memeriksa bansos fiktif yang nilai kerugian negaranya mencapai Rp 9 miliar. Indikasi korupsinya adalah, dengan modus memanfaatkan foto copi Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga sebagai pengurus maupun anggota organisasi tertentu. Atasnama organisasi tertentu itulah, menurutnya, Setia Budi dan kawan-kawan, diduga bisa mencairkan dana bansos.

Masyarakat yang dipanggil KPK ini juga pernah hadir saat pemeriksaan KPK pertama April 2008 lalu di Gedung Arya Guna Polres Kukar. Mereka saat itu dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana bansos 2005 dengan tersangka Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar. Belasan pengurus organisasi penjual nasi kuning se-Kukar itu menolak diwawancarai wartawan. Mereka bahkan langsung mempercepat jalannya saat melihat beberapa wartawan seraya memalingkan wajahnya.
Seorang pria sempat mengaku KTP milikya digunakan untuk mencairkan dana bansos sebesar Rp 320 juta. “Saya bingung mengapa KTP saya bisa ada dalam proposal forum itu. Padahal saya tidak pernah menyerahkannya. Keluarga saya marah-marah sampai saya diperiksa KPK seperti ini,” ujarnya.

Penyidik KPK yang menolak disebut namanya itu kembali menegaskan, bahwa penyidikan untuk tersangka Setia Budi dkk, nilai kerugian negaranya mencapai Rp 9 miliar. Uang sebesar itu konon dibagi-bagikan kepada kelompok mereka dan sebagian kecil untuk masyarakat yang imanfaatkannya.
Sedangkan untuk tersangka Samsuri Aspar, tercatat kerugiannya Rp 19,7 miliar. Namun, uang tersebut bukan digunakan untuk kepentingan pribadi Samsuri semata. Melainkan dibagi-bagikan kepada 36 anggota DPRD Kukar sebesar Rp 18,5 miliar dengan dalih uang perjalanan dinas anggota DPRD Kukar Rp 375 juta per orang. Sisanya Rp 1,2 miliar digunakan untuk membeli senjata api (senpi) anggota dewan mengatasnamakan program sistem keamanan dewan.

PEJABAT KUKAR
Pemeriksaan terakhir KPK, kemarin, memanggil sejumlah pejabat Kukar. Mereka adalah Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) HM Aswin dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kukar Fathan Junaidi.  Wakil Ketau DPRD Kukar Joice Lidya juga terlihat keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 13.30 Wita. Namun politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu tak sempat diwawancarai wartawan karena buru-buru masuk ke dalam mobilnya.
Aswin berada di ruang pemeriksaan sekitar tiga jam. Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Kukar itu mengaku dipanggil dalam kapasitas sebagai Asisten IV Bidang Humas Protokol dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setkab Kukar. “Saya dipanggil sebagai Asisten IV dan diminta untuk tandatangani beberapa dokumen yang disita oleh KPK,” akunya.

Dikatakan bahwa dokumen yang dibawa KPK itu adalah APBD tahun 2005-2006 dan Dana Anggaran Satuan Kerja (DASK) 2005. Apakah tidak dimintai keterangan selaku Sekwan? Aswin menerangkan bahwa Sekwan tidak menangani masalah bansos. “Saya lama berada di dalam (ruang pemeriksaan, Red.) karena menunggu staf saya mengambil beberapa berkas untuk dicocokkan,” jelasnya.  Sementara itu Fathan Junaidi mengaku dimintai keterangan sebagai Kepala Bappeda yang juga Anggota Tim Anggaran 2005-2006. “Saya dipanggil sebagai saksi kasus bansos dimana Setia Budi jadi tersangkanya,” tuturnya. Fathan mengaku baru mengetahui ada pengadaan senjata api setelah diperiksa KPK. Karena selama penganggaran tidak ada pos yang diberikan untuk pengadaan senpi untuk pengamanan anggota DPRD Kukar. “Pengadaan senjata dan perjalanan dinas itu tidak dapat dimasukkan dalam pos anggaran bantuan sosial. Saya tidak tahu kalau itu ada di APBD 2005,” terangnya.(yus)
Dipublish oleh Kaltimpost 15 Juli 2008

0 komentar:

Posting Komentar