Kamis, 02 September 2010

Dugaan Korupsi Dana Bergulir Kaltim

Kejati Utus Dua Tim Penyidik

"Kalau misalnya ada kasus dugaan korupsi yang dipersulit, kita limpahkan saja ke Kejagung. Supaya proses hukumnya bisa berjalan. Kita ini hanya menjalankan perintah saja, tapi kalau dipersulit biar orang Kejagung yang menangani."

Baringin Sianturi SH,
Aspidsus Kejati Kaltim.

SAMARINDA – Tim penyidik Kejati Kaltim mengutus dua penyidiknya (Eko Nugroho SH dan Tri Sutrisno SH) terbang ke Jakarta untuk memeriksa saksi-saksi verifikator dari Kementrian Koperasi dan UKM guna mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi dana bergulir agribisnis dan padanan modal awal (PMA) senilai Rp 1,35 miliar. Ini diungkapkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH kepada Tribun, Rabu (1/9).

Hanya saja, Baringin belum menentukan jadwal dua penyidik ditugaskan untuk memeriksa verifikator di Jakarta. "Saya kirim penyidik ke Jakarta periksa saksi-saksi dari Kementria operasi. Supaya cepat diproses penyidikannya," kata Baringin, usai menghadap Kajati Kaltim Dachamer Munthe SH kemarin sore.

Tidak hanya itu, lanjut dia, penyidik juga memeriksa Disperindagkop Kabupaten/Kota yang menerima bantuan dana bergulir itu. Kepentingan pemeriksaan itu, menurut dia, sebagai pembanding bagi penerima dana bergulir itu. "Ada beberapa Disperindag yang kita periksa untuk pembanding saja soal mekanisme dan prosedurnya," tambah Baringin.

Saat ini penyidik sedang fokus terhadap dua kasus dugaan korupsi yakni pembangunan perumahan transmigrasi Disnakertrans Kutim senilai Rp 3,5 miliar dan penyaluran dana bergulir dari Kementria Koperasi dan UKM senilai Rp 1,35 miliar. Dua kasus itu, menjadi priorotas untuk segera diproses ke pengadilan. 

Menurut Baringin, Kejati Kaltim tidak akan mengambangkan kasus dugaan korupsi yang sedang diusut. Hal ini untuk mendapatkan kepastian hukum setiap perkara yang tidak tuntas. Oleh karena itu, lanjut dia, semua kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejati Kaltim akan dilanjutkan dan dituntaskan.

Hanya saja, jika setiap kasus dugaan korupsi dalam proses pengusutan penyidikan mengalami hambatan seperti pengambilan keputusan karena kondisional bakal dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Alasannya, agar proses hukum bisa berjalan dan tidak terganggu.  "Kalau misalnya ada kasus dugaan korupsi yang dipersulit, kita limpahkan saja ke Kejagung. Supaya proses hukumnya bisa berjalan. Kita ini hanya menjalankan perintah saja, tapi kalau dipersulit biar orang Kejagung yang menangani," tambah Baringin.

Pengamatan Tribun di Kejati Kaltim, penyidik Kejati Kaltim masih melakukan proses pemeriksaan terhadap beberapa kasus dugaan korupsi seperti Disnakertrans Kaltim, Dana Bergulir Koperasi, Dana Pengembangan Fakultas di Unmul. Untuk mempercepat proses penyidikan, kata Baringin, tim penyidik akan menjemput saksi untuk dimintai keterangan.(bud)

Menengok Kekayaan Kandidat Wali Kota dan Wawali Samarinda (8)

Berdasarkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda, Calon Wali Kota dari jalur independen, Riswan Asmaran adalah kandidat “termiskin”. Total kekayaannya sebesar Rp 341.405.000. Harta tersebut, sebagian besar didapatnya dari profesi sebagai dosen dan konsultan.

“Waktu mengisi lembar harta kekayaan, saya tidak ada beban sama sekali. Saya menjadi dosen sejak 22 tahun lalu. Dari situlah pendapatan saya,” kata Riswan ditemui di rumahnya di Jalan Perjuangan Gang Alam Segar 3 Nomor 26. Pun jika ada bisnis, bidang yang digelutinya adalah konsultan.  “Banyak pergulatan pemikiran menjadi konsultan. Memang dari segi pendapatan tidak seberapa dibanding kontraktor. Tetapi untuk jadi kontraktor, perlu modal besar,” ujar alumnus The University of Adelaide, Australia.

Riswan menjadi konsultan di bidang manajemen kualitas dan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). “Juga di bidang transportasi,” sebut mantan Direktur Politeknik Negeri Samarinda (Polnes). Selain menjadi dosen dan konsultan, pendapatan suami Syarifah Hazanah ini juga berasal dari undangan sebagai narasumber atau pembicara di seminar. “Biasanya antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta,” sebut pria kelahiran Samarinda 14 Juni 1966.

Sejak 2004, Riswan mengaku mengurangi kegiatannya sebagai konsultan. “Saya lebih banyak fokus di masalah manajerial,” ujarnya. Hal itu dikarenakan dia duduk sebagai pembantu direktur Polnes. “Satu amanah harus dilaksanakan dengan totalitas,” tegas Riswan. Ada sumber pendapatan lain, tetapi tidak dimasukkan ke dalam laporan tersebut. “Karena masih dalam bentuk join venture (kerja sama dengan beberapa orang dalam satu usaha, Red.),” ujar pakar transportasi jebolan ITB (Institut Teknologi Bandung).

Harta bergerak Riswan sebesar Rp 90 juta, sedangkan harta tidak bergerak senilai Rp 229 juta. Dia hanya memiliki satu rumah. “Saya beli rumah ini tahun 2000 dengan harga Rp 45 juta dan baru lunas dua tahun kemudian,” katanya. (achmad ridwan)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Budhi Hartono

SAMARINDA, tribunkaltim.co.id - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda telah mengantongi satu lagi calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Persisam senilai Rp 27,5 miliar. Rencananya penetapan tersangka dilakukan setelah lebaran, kata Kepala Kejari Smarinda Sugeng Purnomo SH, Kamis (2/9/2010). Menurut Sugeng, berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dipastikan akan bertambah satu tersangka lagi. Siapa orangnya, Sugeng enggan menyebutkan sekalipun hanya inisial.(*)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Budhi Hartono

SAMARINDA, tribunkaltim.co.id - Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan permohonan Aidil Fitri, terdakwa  dugaan penyalahgunaan dana hibah Persisam 2007-2008 senilai Rp 27,5 miliar untuk  dirawat di RSUD AW Sjahranie Samarinda mulai hari ini, Kamis  (2/9/2010).

Permohonan untuk perawatan diajukan terdakwa Senin (30/8/2010) lalu pada sidang perdana. Penasihat hukumnya, Parlindungan Pasaribu,  membenarkn hari ini permohonan kliennya dikabulkan. 

Secara terpisah, Kepala Kejari Samarinda Sugeng Purnomo SH  membenarkan, PN Samarinda sudah memberitahukan terdakwa Aidil dibantar mulai hari ini.  "Katanya hipetensi lalu berpengaruh ke jantungnya. Anggota saya melaporkan dia (Aidil) dirawat di RSUD AW Sjahranie di ruang Teratai. Dia diinfus dan dibantu oksigen juga," ujar Sugeng. (*)

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Basir Daud

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Sejumlah kepala desa (kades) di Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai  Kartanegara (Kukar) melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) saat akan mencairkan dana Alokasi Dana Desa (ADD) di Bagian Keuangan Sekretariat Pemkab Kukar kepada anggota DPRD Kukar.

"Teman kami dari Kaur Pembangunan Desa Badak Mekar ditawarin Rp 500.000 untuk dapat nomor antrean lebih dulu dari seseorang yang mengaku bernama Erman dari Bagian Keuangan. Tapi kami bilang jangan," ujar Kepala Desa Suka Damai Kecamatan Muara Badak,  Asdar, Kamis (2/9/2010).

Asdar menduga modus memberikan nomor antrean pencairan dana di Bagian Keuangan menjadi pintu masuk pungli. Pasalnya, sekitar 10 desa asal Muara Badak mendapatkan nomor antrean jauh dari nomor antrean yang sedang menunggu.

Ia mencontohkan, antrean pencarian dana di tempat mereka sudah mencapai angka 45. Mereka mendapatkan nomor anteran diatas 45. Padahal orang yang mengantre pencairan dana tidak sampai jumlah angka nomor antrean. "Awalnya kami pikir benar antre. Ternyata, ada yang memainkan dengan meminta uang, agar nomor antreannya bisa lebih cepat. Kami sepakat sampai kapanpun tidak akan membayar, karena ini sudah jelas melanggar. Sepertinya diperjual belikan. Katanya, mas kalau mau harganya sekian," ujarnya. (*)

TENGGARONG, tribunkaltim.co.id - Gerakan Pemuda Asli Kalimatan (Gepak) Kabupaten Kukar berjanji akan melaporkan kasus penangguhan penahanan terdakwa korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Kukar Khairudin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Minggu depan atau paling tidak setelah Lebaran kita berangkat ke Jakarta. Rencananya tidak hanya ke KPK saja, kami juga sudah membuat surat soal kasus ini untuk diberikan ke Presiden SBY," ujar Ketua Umum Gepak Kukar Baharuddin, Kamis (2/9/2010).

Baharuddin menilai, KPK, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimatan Timur (Kaltim), Kejaksaan Negeri (Kejari) Kukar dan Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong telah melakukan diskriminasi hukum karena tak kunjung menahan Khairuddin sejak ditetapkan sebagai tersangka sampai menjalani persidangan dengan status terdakwa. Padahal menurut Baharuddin, banyak tersangka kasus korupsi lainnya seperti Aswin, Jamhari dan Hardi yang ditahan.

"Apa sebenarnya yang ditakutkan para penegak hukum itu, artinya sama saja Khairuddin ini seolah dianakemaskan. Semua warga negara sama dimata hukum tidak ada yang diistimewaan. Jangan hanya soal bansos sampai mengendorkan semangat para penegak hukum. Kami menyayangkan sekali jika terjadi seperti itu, dan kenapa kasus seperti ini saja kok tidak becus," katanya . (*)
Sumber : Tribun Kaltim

Langkah Pemkab Kukar tak mengajukan saksi dalam sidang gugatan ATK, dinilai kuasa hukum Pemkab Arjunawan sebagai langkah tepat. Dia meyakini, posisi Pemkab Kukar bagus dalam kasus tersebut, dan yakin bisa mengalahkan gugatan ATK. “Kami tak ajukan saksi itu bukan berarti kami tak melakukan perlawanan. Tapi, sesuai hukum acara pidana, kami sebagai tergugat tak harus membuktikan apapun. Yang harus membuktikan dakwaan kan pihak penggugat yakni ATK. Karenanya Pemkab tak harus mengajukan saksi,” ujar Arjunawan, kemarin.

Dikatakannya, dalam sidang kemarin dia hanya mengajukan dua buah berkas sebagai bukti perkara ke majelis hakim. Yakni sesuai daftar bukti perkara No. 06/Pdt.G/2010/PN-Tgr, berupa bukti fotokopi Peraturan Pemerintah (PP) RI No 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang ditetapkan di Jakarta 11 November 2005. Fotokopi surat edaran dari Aswin (Sekda Kukar saat itu), yang ditujukan kepada kepala dinas/SKPD Nomor 800/II.3-4054/BKD/2008 perihal pemberitahuan tanggal 27 Agustus 2008.

“Dua berkas ini menjadi bukti harus ada landasan T3D dalam bekerja. Karena memang betul selama ini para T3D di ATK itu bekerja, tapi landasan hukumnya apa? Itu yang menjadi kuncinya,” jelasnya.
Dijelaskan Arjunawan, saat pemeriksaan saksi minggu lalu di persidangan terungkap Surat Keputusan (SK) pengangkatan T3D di ATK hanya berlangsung 1 tahun dan tidak diperpanjang tahun selanjutnya.
“Kenapa tidak diperpanjang itu membuktikan tidak ada landasan hukumnya,” ujarnya.

Arjunawan menyebut, kelemahan gugatan ATK terletak pada kelompok penggugat. Pasalnya, menurut Arjunawan gugatan ATK itu bukan gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok), namun dalam dakwaan disebutkan ada tiga yang mewakili gugatan T3D yakni ATK, Forum Tenaga Honor Kukar (FTHK) dan Aliansi Guru Swasta (AGS). “Nah yang jadi pertanyaan, benarkah 3 kelompok itu sah mewakili, karena jelas kasus ini bukan gugatan class action,” jelasnya.

ATK menuntut Pemkab Kukar untuk membayarkan gaji 28 bulan 2.896 T3D Rp 86,94 miliar yang belum dibayar. Pemkab dinilai melanggar pasal 1365 Undang Undang KUH (Kitab Undang Undang, Red.) Perdata, yakni tindakan yang membuat orang lain dirugikan. Pemkab dinilai melakukan wanprestasi dan merugikan 2.986 T3D, karena mereka dipekerjakan tanpa digaji. Selain menuntut pembayaran honorarium Rp 86,9 miliar, ATK juga bersikeras menuntut denda kerugian moral sebesar Rp 1 triliun dan penyitaan aset pemkab yakni Kantor Bupati selama proses sidang dan jaminan pembayaran. (che)
Sumber : Kaltimpost

Kamis, 26 Agustus 2010

Aswin Mengaku Tak Pernah Berkhianat

TENGGARONG, TRIBUN-"Saya tidak pernah mengkhianati Syaukani (Bupati non aktif Kutai Kartanegara)," kata Pelaksana Teknis Sekretaris Kabupaten (Plt Sekkab) Kukar, M Aswin kepada sekitar 13 perwakilan dari Forum Masyarakat Kukar Menggugat Mutasi di Ruang Rapat Sekkab Kukar, Rabu (18/6). "Tidak pernah. Saya nyatakan di sini, tidak pernah!" kata Aswin. Pria tinggi besar ini lalu bernostalgia. Ia menceritakan pengalamannya saat berjuang bersama- sama dengan Syaukani.

"Saya berteman dengan beliau (Syaukani) sudah 20 tahun. Bagai kulit dan daging dengan beliau. Kami berjuang bersama-sama, berkubangan lumpur dan sebagainya. Kami berteman sejak kami belum apa-apa, belum punya uang, hingga beliau menjadi Bupati seperti sekarang ini," kata Aswin. Aswin mengaku, saat ia menjabat sebagai Asisten II, ia terus memperjuangkan agar Syaukani tidak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Sampai-sampai saya dituduh orang makar karena memperjuangkan beliau ke Jakarta," ujarnya.

Ia juga mengaku bahwa ia tetap menganggap Syaukani sebagai sahabat. Walaupun dalam situasi seperti ini. "Kalau beliau menganggap saya berbeda. Itu artinya, beliau yang punya masalah. Saya tidak pernah mengkhianati beliau," ujarnya. Ia juga tidak takut, kalau Syaukani nanti bebas, dirinya tidak dipakai lagi di pemerintahan. "Kami akan terima beliau jika bebas nanti. Saya tidak takut kalau nanti tidak dipakai. Ini risiko perjuangan kami. Seperti itulah situasi yang ada," ujarnya tegas.

Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) ini mengatakan hal ini, karena ia mendengar tuduhan dan isu-isu yang mengatakan dirinya berkhianat dengan Syaukani. Aswin juga mengatakan, kalau dalam waktu dekat ini, dirinya akan mengunjungi Syaukani di tahanan Polda Metro Jaya. Rencana kunjungan ini ia sudah utarakan dengan putri Syaukani, Rita Widyasari yang saat ini menjabat sebaagai Ketua Harian Partai Golkar Kukar.(reo)
Tribun Kaltim 20 Juni 2008

Jumat, 21 Mei 2010

Berita Aneh detikcom

Baca 5 alenia dari bawah, tidak berkorelasi dengan berita atasnya

Selasa, 04 Mei 2010

Tersangka Bansos Kukar Tak Datang

Kabarnya Mau Dikonfrontir, Berkas Khairudin cs Tertunda Lagi ke Pengadilan

SAMARINDA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, kemarin (3/5), memanggil 3 tersangka kasus dana bantuan sosial (bansos) Kutai Kartanegara (Kukar) jilid II. Namun, tanpa diketahui alasannya, hingga sore mereka tidak datang.

Ketiga tersangka kasus limpahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kejati Kaltim itu adalah, Khairudin (anggota DPRD Kukar), Basran Yunus (mantan Asisten IV Bidang Kesra dan Humas Sekkab Kukar), dan Boyke Andre Noriza alias Ica (rekanan pengadaan alat-alat band).

“Mereka memang dipanggil hari ini, tapi belum datang. Ya, kita tunggu saja,” kata Syakhrony SH, kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Kaltim, kemarin.

Soal upaya kejati berikutnya, menurut Syakhrony, tentu pihaknya berharap yang bersangkutan lebih proaktif terhadap proses hukum yang dijalani. “Kami mengacu pada prosedur. Kalau tersangka tidak datang, pasti akan dipanggil lagi,” jelasnya.

Informasi lainnya yang dihimpun harian ini di Kejati menyebutkan, pemanggilan para tersangka kasus Bansos Kukar jilid II itu untuk dikonfrontir keterangannya, sebelum dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

Seperti diwartakan sebelumnya, penyidikan kasus ini dinyatakan lengkap atau P-21 sejak tahun lalu. Kasus ini tak kunjung dilimpahkan ke pengadilan, karena sempat terkendala beberapa hal. Di antaranya, barang bukti berupa senpi anggota DPRD Kukar periode 2004-2009 yang dibeli menggunakan uang bansos dari APBD Kukar 2005-2006. Di mana penyidik beralasan bahwa barang bukti tersebut lambat diterima dari KPK.

Kendala lainnya adalah, izin pemeriksaan Khairudin dari Gubernur Kaltim juga harus direvisi atau diperbaiki, karena redaksinya dinilai jaksa terdapat kekeliruan.  Isi surat itu menyebutkan bahwa pemeriksaan Khairudin terkait dana operasional DPRD Kukar, padahal yang benar adalah pemeriksaan terkait dana bansos.

“Bila tidak diperbaiki, jelas membuka peluang bagi terdakwa untuk bebas,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH, beberapa pekan lalu.

Seperti diketahui, aliran dana bansos dari APBD Kukar 2005-2006 sebesar Rp 29,7 miliar itu sebagian dibelikan senjata api untuk anggota DPRD Kukar. Selain untuk pengadaan senjata api senilai Rp 1,2 miliar, bansos bermasalah itu juga digunakan untuk pengadaan alat-alat band di sejumlah kecamatan di Kukar, serta bantuan untuk lembaga Banteng Mahakam.

Berdasarkan catatan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa bansos sebesar Rp 29,7 miliar yang digunakan untuk 3 item tersebut telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 5,6 miliar. Lalu menyeret nama Khairudin cs sebagai tersangka.

Pada proses hukum bansos Kukar jilid I yang ditangani KPK, menyeret mantan Wakil Bupati Kukar Samsuri Aspar dan mantan Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPRD Kukar Setia Budi ke penjara. Samsuri Aspar dipidana 4 tahun penjara dan Setia Budi 6 tahun penjara. Keduanya kini masih menjalani hukuman di Lapas Cipinang, Jakarta. (kri)

Sumber : kaltimpost.co.id

Selasa, 13 April 2010

Pangeran Ario : Kukar Memang Dikutuk

Sebut Banyak Pejabat Memakan "Rezeki" yang Bukan Haknya

TENGGARONG– Pernyataan Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widyoko bahwa Kutai Kartanegara (Kukar) merupakan daerah yang terkena ‘kutukan’ Sumber Daya Alam (SDA) sehingga banyak pejabatnya dijebloskan ke penjara dibenarkan Pangeran Kutai Kartanegara Ing Martadipura Ario Jaya Winata.

Ia meyakini, kutukan itu memang melanda Kukar karena banyak pejabatnya “memakan” semua rezeki, meski bukan haknya. “Dulu, semua pejabat di kerajaan itu disumpah. Tak melihat yang bukan haknya, tak mendengar yang bukan haknya, dan tak mengambil yang bukan haknya. Sekarang, pejabat Kukar dikutuk karena memakan semua rezeki di depan matanya, meski itu bukan haknya,” kata Pangeran Ario Jaya Winata yang akrab disapa Aji Boli ini, kemarin. Menurutnya, kekayaan alam di Kukar itu berumur jutaan tahun dan fungsinya untuk kemashalatan umat di Kukar.

Namun, diyakininya banyak pejabat yang mengeruk semuanya untuk kepentingan pribadi. “Ini realitasnya. Pejabat mengeruk semua sumber daya alam dengan bantuan pihak ketiga (perusahaan, Red.) untuk kepentingan segelintir orang saja. Padahal mereka harusnya tahu, kekayaan Kukar itu haknya orang Kukar.
Ini tidak seperti itu, rezekinya ayam saja diambil atau dimanipulasi (beras miskin, Red.),” ujarnya. Tak hanya itu, Aji Boli juga melihat, saat ini pengelolaan sumber daya alam di Kukar hanya menggunakan izin formal.


Padahal, di Kukar sangat kental budaya kulturalnya. “Zaman kerajaan dulu, semua orang harus berizin ke sultan dulu untuk berusaha. Karena adat itu hidup dan ada di Kukar. Sekarang, hanya dengan mengantongi izin pemerintah, semua orang berhak mengeruk kekayaan Kukar. Tak perduli di sekitarnya banyak warga Kukar yang miskin dan menangis kelaparan,” ungkapnya. Dia meyakini, bila pejabat Kukar ingin terlepas dari kutukan itu, maka harus disumpah secara adat ketika menempati posisi itu. “Ini pernah saya sampaikan sebelumnya ketika memperjuangkan Sultan Kukar Salehuddin I menjadi pahlawan nasional.
Semua pejabat saat ini harus disumpah secara adat oleh Sultan. Bila tidak, maka siap-siap saja dengan kutukan itu,” katanya.

Ada tidaknya kutukan itu, faktanya memang banyak pejabat Kukar yang dibui. Catatan Kaltim Post, sudah 22 pejabat tersangkut kasus hukum. Dalam menjalani proses hukum itu, ada yang menjalani hukuman seperti mantan Bupati Kukar Syaukani HR, mantan Plt Bupati Kukar Syamsuri Aspar, dan mantan Ketua PURT DPRD Kukar Setia Budi. Namun ada juga yang kasasi namun ada pula yang melarikan diri dari eksekusi aparat dengan menghilangkan diri (selengkapnya lihat grafis.). Soal Sebelumnya Danang Widyoko menegaskan Kukar ini contoh sempurna dari daerah yang terkena ‘kutukan’ SDA. “Karena dari hasil penelitian ilmu sosial, negara-negara yang kaya sumber daya alam justru terpuruk dalam kemiskinian, korupsi, konflik tiada akhir, dan ketertinggalan.

Sedangkan negara yang maju justru negara yang miskin SDA. Sebut saja Korea, Jepang, dan Singapura. Kukar, saya lihat contoh kecil dari sebuah daerah di Indonesia. Lihat saja di sini angka kemiskinannya cukup tinggi dan banyak yang tersangkut korupsi,” ungkap Danang kepada Kaltim Post usai debat calon bupati Kukar, Minggu (11/4). Ia pun khawatir jika para calon bupati dan wakil bupati tak pandai mengelola SDA, mereka bakal mengikuti jejak para pejabat Kukar yang telah tersangkut korupsi.

Berdasarkan catatan Kaltim Post, hingga saat ini setidaknya sudah ada 21 pejabat di Kukar yang dipenjara akibat tersangkut berbagai kasus korupsi. “Jangan sampai mereka ini menjadi barisan antre masuk penjara. Kita harap, mereka menjadi barisan orang yang bisa berbuat baik dan berkorban untuk rakyat Kukar,” harap Danang yang lembaganya punya komitmen untuk mengungkap kasus-kasus korupsi di Indonesia.

BELUM TERSANGKA

Kasus korupsi yang saat ini masih terus disidik Kejari Tenggarong yakni kasus dugaan mark up pemebebasan lahan Stadion Madya Kudungga di Desa Perjiwa Tenggarong Seberang. Melalui Kasi Pidsus Ahmad Muhdor menyatakan kasus ini memang kembali melibatkan mantan Bupati Kukar Syaukani Hasan Rais. Namun, kata dia, penyidikan masih terus dilakukan, sembari menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Saya perlu luruskan bahkan Pak Syaukani belum tersangka.

Hanya beliau dominan menjadi tersangka karena posisinya sebagai pemutus kebijakan,” katanya, kemarin. Dijelaskannya, saat ini pihaknya belum menggeber kelanjutan kasus ini karena masih menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP. “Kami berkomitmen menyelesaikan kasus ini. Tapi mohon semua pihak memahami kondisinya,” tegasnya. Kejari Tenggarong sempat menyebut bahwa Syaukani ada keterlibatan dalam kasus ini, bila dilihat pada posisinya sebagai Ketua Tim 9 (tim pembebasan lahan) dan sebagai Bupati Kukar saat itu.

Syaukani yang sebagai bupati memutuskan pembelian lahan itu, dinilai bisa dianggap salah. Kendati demikian, Muhdor menyebut semuanya masih dalam proses. “Karena itu, kami hanya bisa menyebut bahwa Syaukani ada kemungkinan menjadi tersangka. Tapi, belum secara yuridis ditetapkan sebagai tersangka,” ulangnya. Karena itu, ketika ditanya kapan pemeriksaan Syaukani, Muhdor mengaku belum dilakukan. “Karena statusnya sekali lagi belum tersangka,” ujarnya.

Satu-satunya tersangka dalam kasus ini, sebut Muhdor, yakni mantan kepala BPN Kukar Soeparlan. “Sebenarnya belum resmi juga kami tetapkan. Tapi, yang bersangkutan ini sudah hampir pasti jadi tersangka,” tegasnya. Dijelaskannya, Soeparlan disebut menjadi tersangka karena memiliki motif dalam kasus ini.
Yakni, posisinya sebagai kepala BPN Kukar dan anggota tim pembebasan lahan atau saat itu dinamakan tim 9 oleh Pemkab Kukar berdasarkan surat keputusan (SK) bupati. Kejari meyakini, dengan kedua posisi ini, Soeparlan melakukan mark up nilai jual tanah di Desa Perjiwa.

Karena ditemukan sejumlah kejanggalan. Salahsatu kejanggalan, pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas umum semestinya mengacu harga pasar dan nilai jual obyek pajak (NJOP). NJOP tanah di wilayah itu pada 2005-2006 sekitar Rp 7.150 per meter persegi, merujuk Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No 1/1994 dan Keputusan Presiden No 55/1993.

Sementara pembebasan dilakukan Pemkab Kukar melalui tim 9 senilai Rp 65 ribu per meter persegi. "Nah, nilainya jauh di atas NJOP maupun perkiraan harga pasaran. Apalagi harga jual tanah di situ disamakan antara lahan bersertifikat dengan yang tidak memiliki sertifikat hak milik. Di sana ada 4 kavling bersertifikat dan 51 kavling tak bersertifikat. Mengacu peraturan BPN, lahan tak bersertifikat dibayar 90 persen, dan tanah bersertifikat dibayar 100 persen," jelas Muhdor. Kejanggalan lain, lahan dibeli dahulu oleh pihak tertentu.

Selanjutnya dibebaskan Pemkab Kukar dengan harga jauh lebih tinggi, sehingga menguntungkan pembeli tadi. Pembayaran lahan stadion seluas 55,9 hektare melalui APBD 2006 senilai Rp 32 miliar. Tapi pemilik lahan justru menerima pembayaran di 2004-2005, sehingga muncul dugaan tanah dibeli terlebih dahulu sebelum dibebaskan.

Sebelumnya, keluarga Syaukani Hasan Rais menyesalkan langkah Kejari Tenggarong yang kabarnya telah menetapkan Syaukani sebagai tersangka kasus pembebasan lahan Stadion Kudungga di Desa Perjiwa, Tenggarong. Menurut istri Syaukani, Dayang Kartini, Kejari Tenggarong seharusnya melihat kondisi suaminya yang kini masih tergolek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, setelah terserang stroke pada awal Januari 2009 lalu.

Akibat terserang stroke yang berujung gagal bernafas, tubuh Syaukani kini tak berfungsi dengan normal. Kedua kaki dan tangannya tak bisa digerakkan. Ingatannya pun terganggu, sehingga untuk mengenali keluarga dan kerabat dekatnya sering tak mampu.

Menurut Dayang, kondisi kesehatan suaminya itu sudah diakui pemerintah. Ini dibuktikan dengan masuknya nama mantan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim ini, sebagai napi yang bisa mengajukan grasi (pengampunan) ke presiden, setelah terbukti bersalah melakukan korupsi dan dihukum 6 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.(che/gs)
Kaltimpost 13 April 2010

Minta Panitia Lain Ditahan

SAMARINDA – Kasus dugaan korupsi pengadaan 1.000 unit hand tractor tahun 2003 di Kutai Kartanegara (Kukar) segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong. Hendriansyah Amin, salahsatu tersangka kasus itu, mengklarifikasi semua tuduhan yang mengarah padanya. Dia membantah terlibat dalam kasus yang ditengarai merugikan negara sebesar Rp 12 miliar itu. Dia berharap penilaian terhadap dirinya tetap mengacu pada azas praduga tak bersalah.

Hendriansyah adalah sosok yang telah menduduki sederet posisi strategis di lingkungan Pemkab Kukar. Saat ini, dia menjabat kepala Bidang Pemberdayaan Wanita dan Keluarga Berencana Setkab Kukar. Ketika pengadaan hand tractor dilakukan tahun 2003, Hendriansyah menjabat kepala Bagian Hukum Setkab Kukar dan berperan sebagai anggota Panitia Lelang Pengadaan 1.000 Unit Hand Tractor.

Menurut dia, apa yang dilakukan panitia saat itu hanya menjalankan mekanisme sesuai perintah atasan, dalam hal ini Eddy Subandi yang saat itu menjabat Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar. Eddy Subandi sendiri hingga kemarin (11/4) masih berstatus buronan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tenggarong terkait kasus dana kas Setkab Kukar.

“Kami hanya melaksanakan proses pelelangan. Kalau penyidik menyebut ada kerugian negara, saya tidak tahu bagaimana hitungannya,” jelas pria yang akrab disapa Pak Hendri itu saat ditemui media ini di Rumah Tahanan (Rutan) Sempaja, Samarinda, Minggu (11/4) kemarin.

Setahu dia, pengadaan hand tractor itu bersifat subsidi pemerintah daerah untuk pemberdayaan petani di Kukar. Dari pengadaan hand tractor itu ditanggung separuh biayanya oleh petani, yang mendapatkan hand tractor itu. “Dana dari petani itu langsung masuk ke kas daerah. Saya tidak tahu berapa jumlahnya, karena tugas saya hanya pada proses lelangnya,” tandasnya.

Yang membuat dia bertanya-tanya adalah sikap penyidik Kejaksaan Tinggi Kaltim yang hanya menahan panitia lelang. Sementara, dalam proses pengadaan sejumlah hand tractor itu ada yang disebut panitia pemeriksa. “Panitia pemeriksa punya peran penting, kalau ada masalah mereka juga harus ikut bertanggung jawab,” jelasnya.

Keluhan Hendriansyah itu sebelumnya juga dikemukakan tersangka lainnya, Aji Syarifudin. Ia menilai, panitia pemeriksa punya andil besar dalam proses pengadaan sejumlah hand tractor tersebut. Bahkan, menurutnya, ada 5 orang panitia pemeriksa yang mesti ikut bertanggung jawab.

Seperti diketahui, kasus pengadaan hand tractor ini telah menyeret pimpinan proyek Fachrudin. Ia saat ini menjalani hukuman 4 tahun penjara di Lapas Tenggarong. Kemudian, Ketua Panitia Lelang Aji Syarifudin (sekarang menjabat sekretaris Dinas Sosial Kukar), Sekretaris Panitia Lelang Dardiansyah (sekarang menjabat kepala Bagian Sumber Daya Alam Setkab Kukar), dan Hendriansyah sendiri. Ketiganya kini masih berstatus tersangka dan ditahan pada ruangan berbeda di Rutan Sempaja, sejak 10 dan 11 Maret lalu.

Mengenai rencana penyidik segera melimpahkan kasus itu ke Pengadilan Negeri Tenggarong, Hendriansyah mengaku merespons positif rencana tersebut. Ia senang jika proses kasus tersebut berjalan cepat, karena dirinya ingin segera mendapatkan kepastian hukum. “Saya dengar kasus kami memang akan dilimpahkan. Saya yakin tidak bersalah,” ujarnya.

Sebelumnya, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH mengungkapkan, pihaknya akan segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Penyidik juga telah menjelaskan Panitia Pemeriksa Pengadaan Hand Tractor masuk dalam agenda pemeriksaan. Termasuk Ketua Panitia Pemeriksa Hj Nurul, namun yang bersangkutan belakangan menderita sakit stroke di Jakarta. Eddy Subandi juga tak kunjung diperiksa, karena yang bersangkutan sedang buron. (kri)
Kaltimpost 12 April 2010

Jumat, 09 April 2010

Syaukani Jadi Tersangka Lagi

Jumat, 9 April 2010 | 22:49 WITA
"Tanah-tanah yang digunakan untuk membangun kompleks stadion itu dibeli Pemkab Kukar senilai Rp 65.000/m² untuk tanah dari pinggir Jalan Gresik hingga 250 meter ke dalam dan Rp 50.000/m² dari 250 meter hingga seterusnya. Padahal NJOP tanah di daerah itu pada 2005 dan 2006 hanya Rp 7.150/m².'"Ahmad Muhdor, Kasi Pidsus Kejari Tenggarong

TENGGARONG – Syaukani Hasan Rais, mantan Bupati Kutai Kartanegara, ditetapkan lagi sebagai tersangka oleh Kejari Tenggarong. Kali ini dalam kasus proyek pembangunan Kompleks Stadion Madya di Perjiwa Tenggarong Seberang. Penetapan ini bakal menjadi pukulan yang kesekian kali bagi Syaukani.

Mantan penguasa kabupaten terkaya di Indonesia itu kini bahkan belum habis menjalani  hukuman atas sejumlah kasus korupsi yang melibatkan dirinya. Ia divonis oleh Pengadilan Tiipikor di Jakarta. Namun karena sakit yang dideritanya, Syaukani kini hanya bisa terbaring di sebuah rumah sakit di Jakarta.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tenggarong Djumli Ilyas SH melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Ahmad Muhdor SH yang ditemui, Jumat (9/4), di Tenggarong mengatakan, Syaukaniditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai Ketua Panitia Pembebasan Lahan Kompleks Stadion Madya di Perjiwa Tenggarong Seberang.

Penetapan itu menyusul hasil penyelidikan dan penyidikan Kejari Tenggarong. Syaukani menyusul mantan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kukar Suparlan yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.  Suparlan juga tercatat sebagai salah satu panitia pembebasan lahan stadion yang rencananya akan digunakan untuk PON XVII Kaltim.

Sebelumnya, Muhdor menjelaskan, tersangka dalam pembebasan lahan menggunakan acuan harga yang tidak sesuai dengan aturan formal. Disamping itu, tersangka membeli lahan tersebut terlebih dulu, kemudian dibebaskan kepada pemerintah untuk kepentingan pembangunan kompleks stadion madya.

"Harusnya ada perbedaan harga antara tanah yang bersertifikat dengan yang tidak bersertifikat. Yang bersertifikat harganya misalnya 100 persen. Yang tidak bersertifikat harusnya di bawah 100 persen. Tapi dalam kasus ini, dia menyamakan harga, termasuk tahahnya yang tidak memiliki sertifikat. Punya dia atas nama orang lain.," katanya.

Untuk jumlah pasti kerugian negara, Muhdor mengaku menyerahkan sepenuhnya perhitungan kerugian negara kepada Badan Pemeriksa Keungan Provinsi (BPKP).

Kejari kata Muhdor juga telah memeriksa lebih dari 20 orang saksi termasuk mantan Camat Tenggarong Seberang yang saat ini menjadi Calon Wakil Bupati Kukar 2010-2015 Suko Buono.  Seperti diberitakan sebelumnya, pembebasan lahan seluas 5 hektare (ha) itu menggunakan dana APBD Kukar 2006 senilai Rp 30 miliar.

Muhdor mengatakan, dalam pembebasan lahan itu, diduga terjadinya pembengkakan dana pembebasan lahan. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan harus mengacu pada harga pasar dan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). "Ini sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) No 1 tahun 1994 dan Keputusan Presiden No 55 tahun 1993. Nah, pengadaan tanah bagi pembangunan stadion itu diduga tidak sesuai dengan peraturan-peraturan itu," ujarnya.

Muhdor menjelaskan, "tanah-tanah yang digunakan untuk membangun kompleks stadion itu  dibeli Pemkab Kukar Rp 65.000/m² untuk tanah dari pinggir Jalan Gresik hingga 250 meter ke dalam dan Rp 50.000/m² dari 250 meter hingga seterusnya. Padahal NJOP tanah di daerah itu pada 2005 dan 2006 hanya Rp 7.150/m²."

Pada tahun itu Bupati tidak menerbitkan Keputusan Bupati mengenai harga pasar. Sebagai perbandingan saja, harga pasar tanah di Jalan Kencana yang dekat dengan daerah itu sekitar Rp 13.300 per meternya. Kami gunakan perbandingan ini, karena NJOP tanah di Jalan Kencana sama dengan NJOP di Jalan Gresik pada tahun 2005 dan 2006. (asi/reo)

Andi dan Nur Ajukan Kasasi

DUA tervonis korupsi yang sebelumnya menjadi incaran Kejari Tenggarong Andi Sabrin dan Muhammad Nur sepertinya bisa bernapas lega. Pasalnya, Kejari Tenggarong untuk sementara tidak akan melakukan ekeskusi terhadap mereka karena keduanya telah resmi mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim yang menyatakan keduanya bersalah dan harus menjalani kurungan.

"Setelah mendapat putusan tetap dari PT, kami sudah mencari Pak Andi Sabrin dan Muhammad Nur. Tapi kami belum berhasil menjalankan eksekusi. Setelah mengajukan Kasasi ke MA, wewenang untuk menindaklanjuti perkara tersebut ada di MA," ujar Kasi Pidsus Kejari Tenggarong Ahmad Muhdor SH.

Seperti diketahui, Andi Sabrin diputus bersalah oleh PT pada Desember 2009 silam. Sabrin mendapat vonis penjara 1 tahun 6 bulan karena kasus korupsi penyarulan pupuk dari Dinas Pertanian kepada petani pada 2004.

Sabrin saat itu berperan sebagai Sekretaris Forum Komunikasi Masyarakat Tani Nelayan Karya Bangsa (FKMTN) yang menyalurkan pupuk kepada petani melalui program Dinas Pertanian Kukar. Begitupun dengan M Nur yang dinyatakan bersalah pada putusan banding PT terkait kasus korupsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).(asi)

Kaltimpost 9 April 2010

Kamis, 08 April 2010

KPK Sorot Bansos Jilid II

“Konsisten” 10 Besar, Tolak Kantor Penghubung di Kaltim

BALIKPAPAN– Kasus bantuan sosial (bansos) Kutai Kartanegara (Kukar) jilid II yang hampir setahun tertahan di bagian penuntutan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Bibit Samat Riyanto berjanji, mendorong kejati menyelesaikan berkas perkara yang ditengarai merugikan negara Rp 29,7 miliar itu. “Itu menjadi perhatian kami dan akan ditanyakan ke Kejati bagaimana perkembangan kasusnya,” kata Bibit.

Dia datang ke Gedung Biru Kaltim Post, Jl Soekarno Hatta Km 3,5, Balikpapan didampingi Juru Bicara KPK Johan Budi dan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Cahya Harefa, kemarin (7/4). Rombongan diterima langsung Pemimpin Redaksi Kaltim Post Bambang Janu Isnoto dan Wakil Redaktur Pelaksana Rizal Juraid.

Menurutnya, KPK tetap memantau penanganan kasus yang sudah dilimpahkan ke penegak hukum di daerah. Ditambah lagi, akan dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi(tipikor) di 7 kota termasuk Samarinda, diharapkan menjadi pendorong penyelesaian kasus korupsi. “Kami push (dorong) supaya penanganan kasus itu cepat selesai,” janji mantan Kapolda Kaltim di pengujung dekade 90-an ini.

Dilansir sebelumnya, belum disidangkannya bansos jilid II Kukar ini terkendala revisi izin Gubernur Kaltim terkait pemeriksaan Khairuddin, anggota DPRD Kukar yang ditetapkan sebagai tersangka. Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH mengatakan, redaksi izin pemeriksaan keliru, di mana tertulis pemeriksaan terkait dana operasional DPRD Kukar, seharusnya terkait dana bansos.

Kasus ini menyeret tiga tersangka, di antaranya anggota DPRD Kukar Khairuddin, mantan Asisten IV Sekkab Kukar Basran Yunus, dan rekanan pengadaan alat band Boyke Andre Noriza alias Ica. Penyidikan ketiganya kerap disebut bansos jilid II, sebab sebelumnya KPK sudah menuntaskan perkara bansos jilid I dengan terpidana mantan Wakil Bupati Kukar Samsuri Aspar, dan mantan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPRD Kukar Setia Budi.

Ketiga tersangka bansos jilid II, sempat menjadi saksi persidangan Samsuri dan Setia Budi. Ica bahkan mengaku menikmati Rp 2 miliar dari total Rp 5 miliar program pengadaan alat band di 18 kecamatan se-Kukar antara 2005-2006. Sebanyak Rp 950 juta, dari Rp 3 miliar sisanya diberikan pada Samsuri.
Sementara Khairudin mengaku, memerintahkan pembuatan lebih 50 proposal bansos fiktif. Khairudin juga mengaku membagikan uang masing-masing Rp 375 juta ke 37 anggota DPRD Kukar periode 2004-2009, dengan dalih dana operasional dan dinas anggota DPRD.

MASIH 10 BESAR

Sementara itu, penanganan dan laporan kasus korupsi di Kaltim, disebut KPK tergolong tinggi. “Beberapa tahun ini, Kaltim tidak pernah lepas dari 10 besar, baik dari laporan ke KPK, maupun laporan yang sudah ditangani dan masuk ke penindakan,” katanya. Saat lawatannya ke Kaltim beberapa bulan silam, Bibit menyebut dari 40.000-an laporan masuk sejak tahun 2004, sebanyak 1.254 di antaranya berasal dari Kaltim. “Terbanyak masih didominasi dari Jawa dan Sumatra,” terangnya lagi.

Sementara Johan Budi menyebut, dari semua laporan masuk, tidak semuanya bisa ditangani KPK. Dengan kekuatan 700-an anggota, KPK lebih dulu menyeleksi laporan mana yang bisa ditangani. “Tidak semua kasus korupsi ditangani. Kami hanya menangani kasus yang dilakukan penyelenggara negara menurut UU Nomor 28/1999, seperti kepala daerah, pegawai negeri, dan legislatif.

Lalu, kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp 1 miliar, dan menjadi perhatian masyarakat,” terang Johan. Lalu, dengan tingginya laporan masyarakat, apakah KPK tidak berniat membuka kantor penghubung di Kaltim? Menjawab itu, Johan menyebut, ada berbagai pertimbangan tidak membuka kantor di daerah. KPK khawatir, dengan membuka cabang, bisa dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggungjawab melakukan pemerasan.

“Belum dibuka saja sudah ada yang mengaku-ngaku dari KPK,” tambahnya. Sementara Bibit menyebut, KPK sejatinya berperan mendorong penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian memberantas korupsi. “KPK tidak selamanya ada, kami mendorong meskipun sekarang justru KPK yang jadi pemeran utama,” tambahnya.

POLITIK UANG

 Lebih jauh, Bibit yang penulis buku Koruptor Go to Hell ini menyebut, merajalelanya tipikor tidak lepas dari sistem perpolitikan Indonesia yang belum bisa melepaskan diri dari politik uang (money politics). “Bicara korupsi, tidak lepas dari akarnya. Politik uang yang membuat dana kampanye miliaran untuk jadi pemimpin. Sistem kita ini kedodoran dan saya sudah sampaikan itu ke Presiden SBY,” katanya.

Di beberapa daerah, upaya “balik modal” sang kepala daerah, kerap dijadikan motif utama korupsi. Purnawirawan Polri bintang dua ini bercerita, saat dia menjadi Kapolda Kaltim pada masa keemasan kayu. “Setoran Kapolda untuk satu kapal yang mengangkut kayu Rp 500 juta. Selama 9 bulan pada 1997-1998, saya menangani 234 kasus illegal logging.

Bayangkan, berapa miliar yang bisa saya dapatkan kalau mau kaya,” katanya. Dari 234 kasus itu, Bibit menyebut 91 kasus sudah P-21 (lengkap berkas) dan disidangkan. Beberapa pegawai di lingkungan Dinas Kehutanan maupun Kejati Kaltim juga diseret. “Saya beritahu atasannya. Lalu saya dibilang, tangkap saja Pak, wong mereka enggak pernah setoran,” beber salahsatu tokoh utama perseteruan KPK vs Polri atau lebih populer “cicak versus buaya” beberapa waktu lalu ini.

Ketika zaman kayu sudah habis, Bibit tidak heran jika batu bara dijadikan komoditas penggantinya. “Misalnya untuk menjadi wali kota habis miliaran. Untuk main proyek, sekarang ini sulit. Tidak heran jika sumberdaya alam seperti kayu atau izin KP (kuasa pertambangan, Red) dijual. Itulah akar korupsi yang harus dicabut,” tambah pria kelahiran Kediri, 65 tahun silam ini.

Di samping itu, akar korupsi lainnya adalah disparitas penghasilan pegawai, integritas moral, dan lemahnya sistem hukum. “Kalau perlu, penghasilan birokrat naik 10 kali lipat dengan catatan birokrasi harus ramping,” katanya, lalu menyebut KPK terus menyoroti kasus fee BPD, ongkos pungut, dan honor kepala daerah yang rangkap jabatan di perusahaan daerah/BUMD.

Sementara Johan Budi menimpali, pada 2010 ini, ada empat bidang yang menjadi sorotan utama KPK. Terdiri atas aparat hukum, keuangan negara, pengelolaan sumberdaya alam, dan pelayanan publik.
Di Balikpapan, rombongan KPK siang kemarin sempat mengisi materi di Hotel Tiga Mustika dalam seminar bertajuk “Metode Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi dalam Konteks Era Reformasi Birokrasi Otonomi Daerah dan Pesatnya Perkembangan Teknologi Informatika”.

Acara ini digagas lembaga swadaya masyarakat Penggawa Adat Dayak Borneo. Sorenya, setelah mengunjungi Gedung Biru, Bibit dan Johan hadir di bincang spesial G-to Show di Balikpapan TV (BTV).(fel)

Sumber : kaltimpos.co.id

Soal Deposito Rp 72 M, AFI Sebut Perusda Tak Pernah Melapor

BALIKPAPAN- Dugaan kerugian daerah Rp 72 miliar dari deposito Kutim di Bank IFI, membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertarik mendalami kasus ini. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Bibit Samad Riyanto berjanji, segera mempelajari dan menelusuri dugaan tersebut. Ditemui di Gedung Biru Kaltim Post Jalan Soekarno-Hatta Km 3,5 Balikpapan, Bibit mengatakan, segera menelusuri dugaan yang didasari hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut. “Informasinya baru kami terima. KPK akan pelajari dan telusuri masalah ini.

Bagaimana peraturannya dan seperti apa dugaan pelanggarannya,” kata Bibit. Sementara Juru Bicara KPK Johan Budi yang mendampingi Bibit menjelaskan, jika BPK melakukan audit investigasi, biasanya atas permintaan KPK. “Jika BPK menyerahkan hasil auditnya kepada kami, akan ditindaklanjuti,” terangnya.
Ditambahkan, selama ini BPK rutin memberikan pernyataan ke KPK. “Misalnya seperti Bank Century yang melibatkan petinggi Bank Indonesia. Itu juga berasal dari audit BPK,” kata Budi, mencontohkan.

Johan juga kaget jika PT Kutai Timur Energi (disingkat KTE, anak perusda yang menyimpan duit Pemkab Kutim di Bank IFI) mengaku telah memegang aset bank bermasalah itu berupa tanah dan bangunan.
Menurutnya, jika suatu bank dilikuidasi, aset bank tersebut seharusnya dikuasai negara melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Itu juga ditelusuri,” pasti Johan. Sedangkan Chief Executive Officer PT Kutai Timur Investama (KTI/induk KTE) Tjetjep Prasetya enggan bicara banyak terkait deposito Rp 72 miliar.


Ditemui di sela workshop investasi di Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, kemarin (7/4), Tjetjep membantah jika perusahaan yang dipimpinnya ikut terlibat dalam rencana pemanfataan dana Rp 576 miliar yang sebagian dilarikan ke deposito. “Saya tidak tahu itu. Coba tanya ke Pak Anung (Dirut KTE Anung Nugroho, Red) karena saya tidak dilibatkan,” ujarnya mencoba menghindari pertanyaan wartawan.


Disinggung bahwa Awang Faroek Ishak yang kala itu menjabat bupati Kutim tidak pernah mendapat laporan terkait kegiatan KTI, Tjetjep memilih diam hingga dia keluar dari ruang Ruhui Rahayu --tempat workshop-- menuju litf. “Kalau itu saya no comment. Tapi kalau mau tahu soal deposito itu, sebaiknya tanya Pak Anung,” timpalnya, lalu pergi.

Awang Faroek Ishak (AFI) sendiri juga mengaku belum mengetahui adanya sinyalemen dana Rp 72 miliar yang didepositokan di Bank IFI menguap. Menurut dia, yang tahu persis proses deposito atau penggunaan hasil penjualan saham 5 persen KPC itu adalah KTE dan Bupati Kutim Isran Noor. “Sebaiknya tanya Pak Isran. Saya belum tahu itu,” ujar Awang Faroek yang dihubungi baru-baru ini.

Disinggung posisinya yang masih bupati Kutim saat deposito Bank IFI dilakukan Desember 2008 lalu, Awang Faroek mengatakan kala itu lebih fokus suksesi pemilihan gubernur hingga dilantik. Setelah itu, dia tidak tahu lagi ke mana arah penggunaan dana tersebut. Meski begitu Awang Faroek mengaku proses penjualan saham USD 63 juta atau setara Rp 576 miliar itu sesuai persetujuan DPRD Kutim, dengan catatan seluruhnya masuk dalam anggaran daerah.

Supaya informasi ini tidak simpang siur, Awang Faroek kembali menyarankan agar sebaiknya mengonfirmasi masalah ini ke Isran Noor atau Perusda KTE. Selain itu, Awang Faroek juga mengirimkan pesan singkat (SMS) bahwa semua kegiatan KTI juga tidak pernah dilaporkan kepadanya.

Walau dia kala itu yang masih menjabat Bupati pernah memerintahkan hasil penjualan saham disetorkan ke kas daerah. “Dan Perusda yang pernah mempresentasikan ke DPRD tentang rencana-rencana yang akan dilakukan Perusda, seharusnya setelah itu baru dibicarakan dalam pembahasan anggaran APBD bersama panitia anggaran eksekutif,” katanya.(fel/ibr)

Sumber : kaltimpos.co.id

Selasa, 30 Maret 2010

KPK Takkan Hambat Syaukani

Selasa, 30 Maret 2010 , 06:29:00

Jika Grasi Dikabulkan, Pertama bagi Napi Korupsi

JAKARTA  -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa Syaukani tak memungkinkan lagi untuk menjalani sisa hukuman karena sakit. Untuk itu, KPK takkan menghalangi pihak keluarga mengajukan grasi atau pengampunan ke presiden. Hal ini dikatakan jaksa KPK Agus Salim, Senin (29/3), saat dikonfirmasi soal langkah grasi yang dilakukan terpidana 6 tahun penjara kasus korupsi itu. "Saya juga sudah besuk ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Red). Memang kondisi kesehatannya tak memungkinkan lagi untuk menjalani hukuman," ujar Agus.

Jika dikabulkan, lanjut Agus, Syaukani bakal menjadi narapidana Tipikor pertama yang dibebaskan lewat grasi. Sebelumnya, juga dengan alasan sakit dan kerusakan otak, Pengadilan Tipikor tahap pertama pada awal 2009, memutuskan tak melanjutkan lagi persidangan korupsi yang dilakukan Bupati Lombok Barat Iskandar.

Meski takkan menghalangi grasi, tambah Agus, jika dalam putusan pengadilan terakhir (kasasi) Syaukani diminta untuk membayar denda atau ganti rugi, KPK tetap akan menagihnya.  Sementara itu, Badan Hukum dan Hak Asasi Manusia Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (Bakumham DPP Golkar) akan ikut mengajukan grasi atau pengampunan demi kebebasan mantan Ketua DPD Partai Golkar Kaltim itu. Akibat kondisi kesehatan yang terus terganggu, menurut pengacara dari Bakumham Viktor Nadapdap, pihaknya jadi ragu efek hukuman tak lagi dirasakan Syaukani. "Dihukum berapa tahun pun, Pak Syaukani tidak akan merasakan efek jeranya. Beliau sudah tidak berdaya," kata Viktor. Syaukani, lanjut Viktor, kini tak bisa mengingat apa-apa lagi. Ini diperparah dengan kondisi kakinya yang makin kecil. "Pikiran Pak Syaukani sudah blank (kosong). Dia sudah tak ingat apa-apa lagi," tegasnya.

Sebagai kader Golkar, menurutnya, Syaukani sangat layak dibantu untuk mendapatkan grasi dari presiden. "Kalau kondisinya memungkinkan (sehat), Golkar tidak mungkin mengajukan grasi, sebab FPG saat menghormati proses hukum," tambah Viktor.  Ditanya apakah sudah berkoordinasi dengan keluarga, Viktor mengaku belum. Jika sudah ada permohonan dari keluarga, Viktor berpendapat, surat dari Bakumham Golkar bisa memperkuat ajuan grasi.

Dikonfirmasi terpisah, istri Syaukani, Dayang Kartini, menyambut baik rencana Golkar tersebut. Yang paling penting baginya, bagaimana suaminya bisa cepat bebas dan berkumpul lagi dengan keluarga besar di Tenggarong. "Alhamdulillah, mudah-mudahan bisa cepat keluar grasinya," ucapnya via telepon.

Kondisi Syaukani memburuk setelah terserang stroke dan gagal bernafas pada awal Januari 2009. Akibatnya, sebagian memori mantan Bupati Kutai Kartanegara dua periode ini rusak, sehingga sering tak mengenali keluarga terdekatnya. Akibat lain, sampai kini, kaki dan tangan serta mata Syaukani tak bisa lagi berfungsi dengan normal.(pra)

Digilir Kejaksaan dan Pengadilan

TENGGARONG – Sekretaris Dinas Sosial Kukar Aji Mohammad Syarifuddin dan stafnya Dardiansyah mempunyai kesibukan baru setelah “memborong” dua kasus korupsi di Kutai Kartanegara. Yaitu kasus korupsi pengadaan genset di Desa Jonggon, Loa Kulu Kukar dan kasus dugaan mark up proyek pengadaan 1.000 unit hand tractor tahun 2003 senilai Rp 24,7 miliar di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kukar. Untuk proses hukum dua kasus itu, keduanya bergiliran diperiksa oleh Kejaksaan Negeri (Kejati) dan Pengadilan Tenggarong (PN).

Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan hand tractor --Syarifuddin pada Kamis (11/3) dan Dardiansyah pada Rabu (10/3) lalu--, keduanya menjalani masa tahanan di Rutan Sempaja. Namun, karena juga menjadi terdakwa dalam kasus genset Jonggon, keduanya juga harus terus hadir dalam proses sidang di PN Tenggarong. Meskipun di saat bersamaan masih menjalani proses pemeriksaan sebagai tersangka di Kejati Kaltim, Samarinda. Keduanya akhirnya harus rela dikeler pulang balik Samarinda-Tenggarong.

Saat persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan genset di PN Tenggarong, Rabu (24/3) kemarin, kedua terdakwa mendengarkan keterangan saksi ahli dari PLN Cabang Samarinda, Giminanto. Saksi ahli menyebutkan ada kejanggalan dalam pengadaan genset serta pemasangan saluran udara tegangan menengah (SUTM) dan saluran udara tegangan rendah (SUTR) di Desa Jonggon pada 2004 lalu. Soal kejanggalan ini diungkapkan diungkapkan Joko dalam persidangan.

Joko pernah diminta Direskrim Polda Kaltim sebagai saksi karena pernah memeriksa proyek itu pada Juni 2007. Selain itu, karyawan PLN Cabang Samarinda ini juga memiliki pemahaman soal kelistrikan. Di persidangan, Joko menyebutkan ketika diminta Polda Kaltim melakukan pengecekan proyek itu, dia menemukan sejumlah kejanggalan. Ketika kenyataan di lapangan disesuaikan dengan adendum (kesepakatan) proyek katanya, banyak kekurangan.

“Semua itu ada di poin 14 BAP (berita acara pemeriksaan, Red.) saya. Antara lain instalasi rumah kurang 107 set, MCB (main circuit breaker, Red.) kurang 107 set, juga ada kekurangan panjang kabel. Kalau menurut standar PLN, ini janggal atau tak sesuai. Tapi, ini memang bukan proyek PLN,” katanya.

Pengakuan Joko yang menjadi pusat perhatian di persidangan adalah ketika dia mengaku dari pengecekan pada Juni 2007 lalu, dari 3 genset di Desa Jonggon B, C dan D, hanya 1 yang hidup atau bisa digunakan. “Kenyataan di lapangan seperti itu. Dua genset mati, karena saat itu tidak menyala, sementara 1 dalam keadaan menyala. Setahu saya, genset itu berkekuatan 50 KVA (Kilo Volt Ampere, Red.),” katanya. Ketika ditanya oleh hakim apakah rusak atau tidak, Joko tak bisa memastikan.

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi pengadaan genset ini menyeret 2 terdakwa, yakni Sekretaris Dinas Sosial Kukar Aji Mohammad Syarifuddin selaku ketua panitia pengadaan proyek, dan Dardiansyah sebagai sekretaris. Dalam proyek ini, PT Distraco menjadi pemenang lelang pada 2004 dengan kontrak awal Rp 4,49 miliar. Kemudian, dalam adendum menjadi Rp 4,48 miliar.

Selanjutnya, pada Februari 2005, pemkab meminta Sucofindo Apraisal Utama memverifikasi kontrak sehingga hasil kewajaran kontrak sebesar Rp 3,37 miliar. Dari hasil inilah, kontrak kemudian dibayarkan. Pembayaran proyek dilakukan dua tahap, yakni Rp 1,5 miliar dari APBD 2005 dan Rp 1,8 miliar di 2006.

Kedua terdakwa selaku panitia lelang diduga tidak melaksanakan metode pelelangan umum. Namun, melalui prosedur pemilihan langsung tanpa proses pemilihan yang benar, yakni menandatangani dokumen kelengkapan kontrak mulai acara penjelasan pekerjaan (aanwijzing) sampai penetapan pemenang seolah-olah sesuai prosedur pemilihan langsung. Dari penyelewengan ini, kerugian negara ditaksir Rp 1,08 miliar.

Menanggapi ini, pengacara Syarifuddin, Arjunawan mengatakan isa saja kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan itu akibat hilang atau dicuri. “Sekarang kan marak pencurian kabel dan semacamnya,” kata Arjunawan. Kepada majelis hakim, Dardiansyah dan Syarifuddin mengaku keberatan dengan keterangan saksi ahli dan akan mengajukan pledoi. Sidang akan kembali dilanjutkan Rabu (13/3) depan, dengan agenda pemeriksaan terdakwa, yakni Syarifuddin dan Dardiansyah. Setelahnya, baru akan diagendakan pledoi.

DIGILIR

Sementara Humas PN Tenggarong Iman Lukmanul Hakim mengatakan, kedua terdakwa memang harus terus menghadiri persidangan. “Pokoknya kasus genset Jonggon terus bergulir di pengadilan. Ketika sidang, keduanya harus datang,” kata Iman kepada Kaltim Post, kemarin. “Ya harus begitu. Karena keduanya di kasus genset Jonggon sudah terdakwa. Tiap sidang, mereka akan dibawa dari Samarinda ke Tenggarong. Usai sidang, mereka akan dikembalikan ke rutan Samarinda,” lanjutnya.

Untuk diketahui, Sekretaris Dinas Sosial Kukar Syarifuddin ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap bertanggung jawab terhadap dugaan mark up hand tractor. Posisinya saat itu sebagai ketua pelelangan pengadaan hand tractor.

Syarifuddin awalnya dipanggil ke Kejati sebagai saksi, namun setelah melalui pemeriksaan yang cukup lama dan disodorkan 35 pertanyaan, penyidik Kejati akhirnya menetapkan Syarifuddin sebagai salah satu tersangka dan langsung ditahan. Menurut Kejati, setelah memeriksa Syarifuddin, disimpulkan telah cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka, karena dia termasuk dalam tim pelelangan proyek pengadaan 1.000 unit hand tractor.

"Dalam kasus ini, Syarifuddin bukan tersangka satu-satunya yang ditetapkan Kejati sebagai tersangka. Sebelumnya ada dua pejabat lain yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu tidak menutup kemungkinan masih ada tersangka lain. Itu tergantung penyidikan nanti, apakah masih ada ditemukan tersangka lain atau tidak," ucap Humas Kejati Kaltim Syahkrony usai penahanan Syarifuddin.

Sebelumnya sudah dua tersangka ditetapkan Kejati sebagai tersangka dari kasus dugaan mark up pengadaan 1.000 unit hand tractor tahun 2003 senilai Rp 24,7 miliar di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangnan Kukar, di antaranya Seketaris Panitia Lelang Dariansyah yang kini menjabat sebagai Kabag SDA Kukar dan Anggota Panitia Lelang Hendriansayah Amin yang saat ini menjabat sebagai Kabag TU Diskes Kukar.

Keduanya ditetapkan Kejati sebagai tersangka Rabu (10/3) kemarin. Sama halnya dengan Syarifuddin. Dariansyah dan Hendriansayah Amin awalnya dipangil Kejati hanya sebagai saksi, namun setelah pemeriksaan keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. (che)

Sumber : kaltimpost.co.id