Kamis, 23 April 2009

KPK Periksa Kepala Bappeda

Dugaan Korupsi Dana Bansos

TENGGARONG, TRIBUN - Di hari terakhir pemeriksaan saksi-saksi terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) 2005 senilai Rp 18,5 miliar, Jumat (25/4), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi. Mereka adalah Kepala Bappeda Kutai Kartanegara Kukar Fathan Junaedi dan Ketua Komisi II DPRD Kukar Setia Budi. Selain memeriksa kedua saksi, KPK juga memanggil beberapa anggota DPRD untuk menandatangani Surat Pernyataan Penerima Barang Bukti di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Jumat (25/4).

Fathan datang sekitar jam 09.45, setelah itu Setia Budi menyusul. Kemudian setelah dua jam, sekitar pukul 11.50 Fathan keluar disusul Setia Budi. Fathan mengaku  dipanggil untuk memberi keterangan terkait Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Panitia Anggaran (Panggar) Eksekutif dan Panggar Legislatif.  "Tadi saya diminta untuk menjelaskan peranan panggar eksekutif dan legislatif," katanya, seraya pamit untuk shalat Jumat. Sedangkan Setia Budi enggan menjelaskan materi pemeriksaannya. "Ya, sama seperti yang lain," kata Setia Budi, menjawab pertanyaan Tribun apakah dia datang untuk diperiksa KPK. Ia lalu masuk ke mobil Kijang Inova perak.

Kemudian beberapa anggota DPRD yang terdiri dari Marwan, M Irkham, G Asman Gilir, Zainuddinsyam, Abu Bakar Has, Joice Lidya, I Made Sarwa, Sudarto, Rahmat Santoso, Abdul Djebar, Mus Muliadi, Yayuk Sehati dan Khaeruddin masuk ke ruang pemeriksaan secara bergantian mulai pukul 11.30-17.00. Saat keluar, rata-rata mereka membawa beberapa lembar kertas putih. Irkham menjelaskan bahwa kertas itu merupakan Surat Pernyataan Penerimaan Barang Bukti. Ia sempat memperlihatkan surat itu, namun segera menutupnya kembali. Menurut Irkham surat itu diberikan kepadanya karena telah mengembalikan dana bansos yang ia terima.  "Saya hanya terima Rp 175 juta. Walaupun begitu, saya akan tetap bayar Rp 375 juta. Saat ini, saya baru membayar setengahnya," kata Irkham.

Ia enggan menyebutkan berapa yang ia telah bayar dan juga tak menjelaskan mengapa ia mau mengembalikan selisih uang yang ia tidak terima Rp 200 juta. Sementara itu, Marwan juga enggan menjelaskan apa isi surat itu. "Tak usahlah, ini internal kami. Biar kami saja yang tahu," kata Marwan.
Beberapa anggota DPRD lainnya hanya mengiyakan bahwa isi surat itu tentang Surat Penerimaan Barang Bukti. Namun sama dengan Irkham, mereka juga tak mau memperlihatkan kepada Tribun isi surat itu. Sementara itu, Penyidik KPK Riky Haznul membenarkan bahwa surat itu adalah Surat Pernyataan Penerimaan Barang Bukti. "Itu Surat Penyitaan," katanya seraya masuk ke dalam mobil Kijang Inova perak.

Sebelumnya, Riky menjelaskan, hingga hari terakhir pemeriksaan, jumlah uang bansos yang dikembalikan baru sekitar Rp 6 miliar. Menurut data KPK, dana bansos sebesar Rp 18,5 miliar itu dibagikan ke 36 anggota DPRD (bukan 37) dan kepada eksekutif. "Anggota dewan menerima sekitar Rp 13 miliar dan sisanya dibagi-bagikan ke eksekutif. Dana Rp 18,5 miliar itu, merupakan dana yang berasal dari proposal  fiktif," kata sumber dari KPK. Ia juga menjelaskan setiap anggota DPRD mendapat Rp 375 juta. Dari catatan Tribun, beberapa masyarakat setelah diperiksa KPK mengaku tak pernah menerima dana dari proposal. Padahal, dalam proposal itu terdapat nama, tandatangan dan KTP mereka. Dari pengakuan mereka, Tribun mencatat sekitar Rp 6 miliar dana yang dicairkan ke proposal itu.

Hingga saat ini, KPK baru menetapkan Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar, sebagai tersangka dalam kasus ini. Riky enggan menjelaskan peranan Samsuri dalam kasus ini. "Wah itu teknis, saya tidak bisa beritahu," katanya. (reo)
Sumber Tribun Kaltim dan dipublish 26 April 2008

0 komentar:

Posting Komentar