TENGGARONG, TRIBUN - Beberapa anggota DPRD Kutai Kartanegara menegaskan akan mengembalikan dana bantuan sosial (bansos) yang mereka terima. Pengembalian dilakukan karena mereka merasa dana tersebut tidak berhak mereka terima. Besarnya dana tersebut sekitar Rp 375 juta per orang. Ketua DPRD Kukar Rahmat Santoso mengatakan, anggota Dewan akan mengembalikan dana bansos yang ia terima.  "Kalau menurut saya, penerimaan itu sah. Karena ada kuitansi dan bukti-buktinya, tapi kalau itu dianggap salah akan kami kembalikan. Kemarin, kami tidak tahu kalau itu salah (dari bansos), kalau kami tahu,  tak akan kami terima," kata Rahmat, ditemui usai Rapat Paripurna ke-8 dan 9 yang menetapkan Perda Zakat dan Investasi Modal Daerah di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kukar, Kamis (17/4).

Ketika ditanya mengenai nominal yang akan mereka kembalikan. Rahmat meminta, agar hal itu ditanyakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, kalau ia tahu, maka itu melebihi kewenangan KPK. Selain itu, ia juga mengaku lupa berapa jumlahnya. "Karena waktunya sudah lama, kami banyak lupanya. Tapi kami, mengakui hal itu di depan KPK, dan kami akan mengembalikan," ucapnya. Ia mengatakan, hal ini dilakukan, karena dalam beberapa aturan pemerintahan, jika ada prosedur atau mekanisme administrasi yang salah, maka kewajiban yang menerima untuk mengembalikan dan tersebut. "Perlu diingat, bahwa pembagian dana tersebut tak ada kesepakatan dalam DPRD. Dan kita tidak tahu dan tersebut dari bansos," ucapnya.

Senada dengannya, Wakil Ketua DPRD Kukar Joice Lidya juga mengatakan aka mengembalikan dana tersebut. Walaupun, belum ada keputusan tetap mengenai kasus ini. "Kami tidak akan menunggu keputusan tetap. Kami akan mengembalikannya. Karena kami baru tahu, dana yang kami terima tersebut, ternyata tidak layak untuk kami terima," ucapnya. Pembicaraan seputar pengembalian dana dan pemeriksaan KPK ini menjadi pembicaraan hangat anggota Dewan. Setelah rapat paripurna, sembari menyantap makanan ringan, beberapa anggota Dewan membentuk lingkaran kecil di dekat pintu masuk. Pembicaraan mereka cukup lama, sekitar 30 menit. Nama KPK dan materi pertanyaan KPK berulang kali disebut dalam pembicaraan mereka. Suara tawa terdengar beberapa kali dalam obrolan itu.

Ditemui usai pembicaraan tersebut, seorang anggota Dewan yang enggan disebutkan namanya mengaku akan mengembalikan dana bansos tersebut. Menurutnya, dana tersebut berjumlah sekitar Rp 375 juta. Pertama diberikan sebesar Rp 250 juta dan sisanya Rp 125 juta. Penyaluran dana tersebut melalui Bank BPD Kaltim cabang Tenggarong. "Saya pikir, duit itu bantuan dari Bupati karena menang Pilkada. Selama ini kan dia dikenal royal. Ternyata dana bansos. Kalau tahu seperti itu, saya tak akan mengambilnya," ucapnya. Menurutnya, pengembalian dana ini juga atas desakkan KPK saat pemeriksaan. "KPK bilang, dananya dikembalikan ke kas KPK, bukan ke kas daerah," katanya.

Kini, ia bingung mencari tambahan dana tersebut. Sebab, ia merasa gaji DPRD selama 16 bulan ke depan atau hingga berakhirnya masa jabatannya, tidaklah cukup. Apalagi, ia juga harus menyiapkan dana, untuk menghadapi Pilkada Legislatif pada April 2009.  Menurut penelusuran Tribun, besarnya dana bansos yang diterima tidak sama setiap anggota. Ada yang mendapat kurang dari Rp 375 juta dan sebaliknya, lebih besar. Bahkan, tiga anggota Dewan  dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku tidak menerima dana bansos tersebut. "Tidak sesuai aturan, nanti saja. Tidak  enak sama teman-teman," kata Saiful Aduar ketika ditanya alasan mengapa tidak mengambil dana bansos tersebut.

Proposal Fiktif Rp 3,4 M
Kemarin KPK kembali memanggil anggota DPRD Kukar dan beberapa warga. Pemanggilan ini berkaitan dengan pemeriksaan dugaan korupsi dana bansos tahun 2005 sebesar Rp 18,5 miliar. Anggota DPRD yang diperiksa  adalah Abdul Sani, Sudarto, Magdalena dan Wahyudi. Sementara anggota dewan lainnya yang telah diperiksa Rabu lalu, Salehuddin juga tampak masuk ke ruangan pemeriksaan di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Kamis (17/4).

Pemeriksaan berlangsung sekitar pukul 09.30 hingga pukul 12.10. Abdul Sani, yang keluar pertama, sekitar pukul 11.05 enggan berkomentar. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Berbeda dengannya, Wahyudi, mengakui ditanya seputar bansos. "Ya, ditanya seputar bansos. Kita tidak tahu kalau itu dari APBD, kalau itu dari APBD akan kita kembalikan," ucapnya. Ia mengakui, akan segera mengembalikan dana sebesar Rp 375 juta itu. Sudarto dan Magdalena yang keluar sekitar pukul 12.10, relatif tertutup. Mereka hanya tersenyum ketika ditanya seputar pemeriksaan terhadap dirinya. "Ngobrol-ngobrol biasa saja," kata Mangdalena seraya mempercepat langkahnya. Warga yang masuk setelah shalat dzuhur datang tidak bersamaan. Dari pengamatan Tribun, ada sekitar 9 orang yang masuk ke ruang pemeriksaan. Enam warga enggan memberikan keterangan, bahkan menghindar dari wartawan. Satu diantaranya adalah Aida. Ia mantan bendahara Asisten IV Bidang Kesra dan Humpro Pemkab Kukar saat dipegang Basran Yunus.

Pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kukar adalah Asisten IV di era pencairan dana bansos tersebut. "Nanti aja mas, nanti aja. Kalau sudah waktunya, akan saya ceritakan semuanya," kata Aida. Sementara tiga lainnya, yakni Hendro Waluyo, petani asal Bukit Biru, Faroek, staf di satu kelurahan dan seorang wanita muda. Hendro mengaku, namanya dan tandatangannya tercantum dalam proposal serta kwitansi senilai Rp 413 juta. Proposal itu berkaitan dengan kegiatan Wirakarya. Faroek mengaku menandatangani proposal sekitar Rp 200 juta-an dan wanita itu menandatangani proposal Rp 350 juta. Ketiganya mengaku kaget, nama, tandatangan dan KTP mereka terdapat dalam proposal itu. "Proposal itu nilainya Rp 350 juta. Untuk kegiatan di pedalaman, semacam pertemuan pemuda-pemudi," ucap wanita yang mengenakan sepeda motor Jupiter itu. Hingga hari keempat pemeriksaan, terdapat sekitar 8 proposal yang tak diakui penandatangannya. Nilai kedelapan proposal itu senilai nilai Rp 3,4 miliar. (reo)
Dipublikasikan Tribun Kaltim 18 April 2008

0 komentar:

Posting Komentar