Sejalan, Berselisih, Sama-sama Terantuk Korupsi
Pasangan Bupati Syaukani Hassan Rais dan Wakil Bupati Samsuri Aspar tercatat sebagai kepala daerah pertama di Indonesia yang dipilih secara langsung. Siapa sangka, kebanggaan sebagai yang pertama itu runtuh seiring penahanan Samsuri oleh KPK, senasib dengan Syaukani.
ERA pilkada langsung berawal dari Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada 1 Juni 2005. Kala itu, Syaukani-Samsuri berebut dukungan rakyat agar kembali menjabat sebagai bupati dan wakil bupati untuk periode 2005-2010. Lawan mereka adalah pasangan Sofyan Alek-Irkham dan Tadjuddin Noor-Jabar Bukran.

Karena yang pertama, pesta demokrasi ini menjadi perhatian luas hingga diliput media nasional, bahkan internasional. Pilkada ini disebut-sebut tonggak sejarah, bisa tidaknya daerah menggelar pesta demokrasi langsung selain pemilihan presiden/legislatif 2004. Seperti diduga sebelumnya, Syaukani-Samsuri menang mutlak dengan perolehan 159.303 suara atau 60,85 persen. Keduanya unggul di 16 kecamatan dari 18 kecamatan se-Kukar, jauh dibanding pasangan Sofyan Alek-Irkham (88.625 suara atau 33,85 persen), Tadjuddin Noor-Jabar Bukran yang hanya memperoleh 13.862 suara atau 5,3 persen.

Awalnya, roda pemerintahan yang dijalankan pasangan kepala daerah kabupaten terkaya di Indonesia ini berjalan mulus. Selanjutnya, pemerintahan Syaukani-Samsuri ternyata bak api dalam sekam. Potensi sumber daya alam melimpah dari migas, batu bara, dan hutan membuat APBD Kukar terus merangkak naik. Tahun 2003 "hanya" Rp 3 triliun, tapi APBD 2008 naik tajam mencapai Rp 5,5 triliun. Bandingkan dengan APBD induknya Provinsi Kaltim yang nilainya Rp 7,5 triliun, itu pun harus dibagi untuk 14 kabupaten/kota.

Limpahan uang itu tak dimanfaatkan dengan benar, namun malah cenderung disimpangkan aparat Kukar. Hal ini tercium KPK yang kemudian turun tangan, sampai akhirnya terungkap bahwa Syaukani terlibat 4 kasus korupsi. Selama 2002-2005 kerugiannya Rp 120 miliar. Modusnya mengeluarkan SK Bupati untuk membagikan dana bagi hasil migas, penggunaan APBD pembebasan lahan Bandara Loa Kulu, penunjukan langsung proyek studi kelayakan bandara, dan penyalahgunaan bansos 2005.
Di tingkat banding, Syaukani tetap menolak hukuman 2,5 tahun penjara yang dijatuhkan pengadilan Tipikor, dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Seiring penetapan tersangka Syaukani, hubungan keduanya mulai terganggu. Langkah Samsuri mengembalikan uang Rp 1 miliar yang didapat dari bagi hasil migas ke penyidik KPK membuat marah Syaukani. Pertengahan 2007, berembus kabar, Samsuri memfasilitasi pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta, mengajak beberapa pejabat Kukar untuk membelot dari Syaukani. Posisinya sebagai pelaksana tugas bupati --selepas Syaukani dinonaktifkan pada 17 September 2007-- makin membuatnya leluasa. Beberapa pejabat pro Syaukani dimutasi. Syaukani pun berang dan menilai Samsuri sudah menganggapnya mati.

Di pihak lain beberapa fakta persidangan Syaukani --terutama dalam kasus bansos-- dijadikan acuan KPK dalam menyelidiki dugaan korupsi Samsuri. Benar saja, awal Januari lalu, Samsuri berikut pejabat Kukar lain dipanggil KPK ke Jakarta. Mulai terungkap, bersama Setia Budi --anggota DPRD asal Partai Golkar—menyelewengkan dana bansos untuk kebutuhan tak lazim. Misalnya, pengadaan senjata api yang sebenarnya tak ada alokasinya. Anggaran perjalanan dinas digelembungkan, sebagian dibagi-bagikan sampai ada yang menerima Rp 350 juta per orang. Saking banyaknya, saat turun ke Kukar, penyidik KPK harus menampung pengembalian uang anggota DPRD dalam ember.
Kamis kemarin (24/7), babak dua kasus hukum di Kukar berlangsung. KPK menahan Samsuri dan Setia Budi karena diduga menyelewengkan uang negara Rp 19 miliar.

Di luar soal hasil pilkada langsung, memang Syaukani-Samsuri bukanlah pasangan pertama yang dijebloskan ke penjara oleh KPK. Wali Kota Medan Abdillah dan wakilnya Ramli Lubis adalah pasangan kepala daerah pertama yang terjerat jaring hukum KPK. Kedua pejabat yang kini tengah disidang di Pengadilan Tipikor ini diduga korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan menyelewengkan APBD. Persamaanya, kepemimpinan di Medan dan Kukar terancam tak jelas.(pram susanto)
Sumber : Kaltimpost 26 Juli 2008

0 komentar:

Posting Komentar