Rabu, 01 Juli 2009

Sudah 7 Pejabat Kukar Di Tahan

Kepala dan Bendahara BPKD Disangka Korupsi Rp 19,3 M

SAMARINDA – Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang terkenal dengan APBD-nya terbesar di Indonesia –Rp 5,5 triliun- ternyata banyak menyimpan masalah. Hingga kemarin, sudah 7 pejabat Kukar yang ditahan KPK maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim lantaran korupsi. Kasus terbaru, bobolnya dana Rp 19,3 miliar di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kutai Kartanegara (Kukar). Kejati menetapkan Kepala BPKD Kukar M Hardi sebagai tersangka. Hardi langsung ditahan bersama Bendahara BPKD Muhammad Noor, setelah menjalani pemeriksaan secara maraton di Kejati) Kaltim, kemarin (19/9) sore.

Pejabat Kukar pertama yang ditahan KPK adalah Bupati Syaukani HR pada 16 Maret 2007 yang terjerat empat kasus penyalahgunaan keuangan negara Rp 120 miliar. Empat kasus itu adalah penyelewengan dana bansos, pembagian bagi hasil migas, penyalahgunaan penggunaan APBD 2003, pembebasan lahan Loa Kulu, serta penunjukan langsung pekerjaan proyek studi kelayakan renana bandara di Kukar. Syaukani yang divonis 6 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, kini menjalani hukuman di Lapas Cipinang, Jakarta. Dua pejabat Kukar yang menyusul ditahan KPK adalah Wakil Bupati Kukar Syamsuri Aspar dan Anggota DPRD Kukar Setia Budi. Keduanya yang ditahan 24 Juli 2008 disangka menyalahgunakan dana bantuan sosial (bansos) Rp 19 miliar. Kasusnya kini masih dalam penyidikan.

Sementara di Kejati Kaltim, hingga kemarin ada empat pejabat Kukar yang ditahan, termasuk Hardi dan Mohammad Noor. Pejabat Kukar pertama yang ditahan Kejati adalah dari Disdik yang merangkap Penjabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PTK) Hari Guru di Kukar Naisah Rahman, ditahan pada 26 Agustus 2008 dalam kasus penyalahgunaan dana Hari Guru sebesar Rp 300 juta.  Selanjutnya, pada 11 September 2008, pegawai Disdik Kukar Luther juga ditahan dengan sangkaan korupsi penggunaan dana Rp 234 juta untuk program fiktif berkedok kegiatan diskusi kelompok kepala sekolah.

SITA RP 2 MILIAR
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Yuspar menjelaskan, dalam perkara ini diduga terjadi penyimpangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kukar sebesar Rp 19.315.812.000. Dana yang bersumber dari pendapatan lain-lain yang sah itu diduga kuat diendapkan oleh para tersangka. Awalnya, indikasi korupsi ini ditemukan pada aliran hasil pendapatan daerah Kukar 2007. Dana senilai Rp 19,3 miliar itu setelah masuk ke kas bendahara BPKD, seharusnya dalam 1 kali 12 jam setelah dicairkan sudah harus masuk ke kas penerimaan daerah. Namun, setelah beberapa kali dicairkan oleh tersangka, tak sedikit pun dana itu disalurkan ke kas pemkab Kukar.
“Setelah melakukan penyelidikan dan mendapatkan data, selang satu hari langsung kami tingkatkan menjadi penyidikan. Alhasil, terungkaplah kasus ini,” ujar Yuspar, kemarin. Kejati sudah menyita Rp 2 miliar. Dari hasil penyidikan sementara, terungkap dana itu berasal dari setoran tersangka ke kas daerah yang baru Rp 2 miliar. "Jadi masih ada Rp 17 miliar yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum," tambah Yuspar. Dalam masa penyidikan ini, Kejati sudah memeriksa saksi-saksi di lingkup BPKD Kukar. Seperti, Kepala Bidang (Kabid) Pendaftaran dan Pendataan Didi Budiono, Kabid Penagihan H Padlan, Bendahara BPKD Makhid dan Akhmad Noer, Sekretaris BPKD Lina Rodiah, Kepala sub Bagian Keuangan Indrayono, dan Staf Bendahara Aulia Noer.

Berawal dari keterangan saksi-saksi itu, menurut Yuspar, dalam pengembangan penyidikan tak tertutup kemungkinan nantinya merembet ke pihak-pihak terkait. “Pak Hardi dan Muhammad Noor itu kami tetapkan sebagai tersangka, karena mereka berdua yang menandatangani penerimaan uang PAD tersebut,” ujarnya. Menurut Yuspar, kemarin penyidik Kejati Kaltim juga memeriksa 5 saksi dari BPKD dan BPD Kaltim Cabang Kukar. Sekadar diketahui, proses hukum kasus itu terbilang cepat. Setelah terungkap pekan lalu, kejati hanya perlu waktu beberapa hari untuk menaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

Posisi kasus BPKD ini mirip dengan modus dugaan korupsi dana Asuransi Kesehatan (Askes) di Rumah Sakit (RS) Atma Husada Mahakam (dulu Rumah Sakit Jiwa) Samarinda senilai Rp 3 miliar. Dalam kasus ini, Kepala RS Atma Husada Mahakam Yunni Dwigandhini menarik dana Askes dari rekening RSJ nomor 001.123.9777.9 sejak 27 September hingga 19 Maret senilai Rp 3,307 miliar.  Kesalahannya, Yunni tidak menyetorkan dana itu ke kas daerah seperti yang seharusnya, namun menyimpannya ke rekening pribadi di Bank Bukopin. Kemudian, menutup rekening itu bersama-sama dengan Kabag Tata Usaha Tukimo. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 3 miliar. Tukimo ikut menjadi tersangka karena bersama-sama dengan Yunni menandatangani spesimen penarikan dana dari RSJ. Dalam kasus BPKD Kukar itu, dana yang diterima bendahara Rp 19,3 miliar lebih juga tidak disetor ke kas daerah setelah disetorkan.

BUNGKAM
Sementara itu, para tersangka yang berusaha dikonfirmasi menutup diri. Bahkan, tersangka M Hardi saat keluar dari ruang pemeriksaan menutupi wajahnya dengan sehelai kertas. Beberapa wartawan yang menunggu sejak usai salat Jumat, tidak mendengar satu kata pun keluar dari mulutnya saat menuju mobil tahanan kejaksaan bernomor polisi KT 9066 B yang membawanya ke rumah tahanan negara (Rutan) Samarinda, sekira pukul 17.30 Wita. Pengacara Lorensius dari Kantor Advokad Yosep SK Sabon dan rekan yang mendampingi tersangka menjalani pemeriksaan, kemarin, pun enggan komentar. “Tidak tahu, saya tidak tahu,” tuturnya sambil angkat tangan dan bergegas pergi.

SETELAH LEBARAN
Dari sekira 18 kasus yang ditangani Kejati, ada 5 kasus dugaan korupsi akan dilimpahkan Kejati Kaltim ke pengadilan untuk disidangkan setelah Lebaran. Kelima kasus yang sudah hampir rampung penyidikannya itu adalah yang berhasil diungkap kejati 2008 ini. Kelima kasus itu adalah, Askes di RS Atma Husada Mahakam senilai Rp 3 miliar, kasus Disdik Kukar senilai Rp 300 juta, kasus program fiktif juga di Disdik Kukar senilai Rp 234 juta, kasus traffic light dan marka jalan di Paser senilai Rp 800 juta, dan kasus bantuan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Kutim senilai Rp 658 juta.

“Memang ada belasan yang kami tangani, tapi baru 5 kasus itu yang siap dilimpahkan ke pengadilan. Tersangkanya sudah kami perpanjang masa penahanannya. Kasus yang lain masih kami kembangkan penyidikannya,” kata Yuspar. Untuk diketahui, tersangka kasus RSJ Atma Husada, Yunni dan Tukimo sudah menjalani masa tahanan tambahan 40 hari setelah usai menjalani masa tahanan 20 hari. (kri/*/che)
Kaltimpost, 20 september 2008

0 komentar:

Posting Komentar