Minggu, 26 Juli 2009

Pengelolaan Keuangan Kaltim Buruk

Kecuali Malinau, Laporan Keuangan Tidak Wajar

 BALIKPAPAN - Seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Kaltim, kecuali Kabupaten Malinau, memiliki laporan keuangan yang tidak wajar. Hal ini sebagai imbas dari lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang mengelola anggaran. Demikian diungkapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Anwar Nasution dalam jumpa pers di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Kamis (20/11) siang kemarin. Ia mengatakan, hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah tahun 2007 mencatat, seluruh daerah di Kaltim dinyatakan tidak wajar, kecuali Kabupaten Malinau. Itupun dinyatakan tidak memberikan pendapat (TMP) atau disclaimer opinion.

Artinya, kata Anwar, sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Kaltim sangat buruk. Padahal, kata dia, Kaltim ini sangat kaya. Sehingga cukup memalukan jika masih saja ada oknum pemerintah yang memanfaatkan keuangan ke arah yang tidak semestinya. “Kaltim harusnya malu dengan Gorontalo, daerah miskin yang hanya mengandalkan pertanian untuk hidup. Tapi laporan keuangannya dinyatakan wajar tanpa pengecualian. Saya sangat kecewa dengan Kaltim,” ungkapnya.

Akibat buruknya pengelolaan keuangan ini, kata Anwar, tidak heran jika banyak daerah di Kaltim ini disebut kaya, tapi rakyatnya tidak merasakan apa-apa. Sebagai contoh, lanjutnya, Kutai Kartanegara (Kukar). Uangnya, kata Anwar, hanya dinikmati untuk kepentingan pihak tertentu.

“Jadi wajar juga kalau bupati dan wakilnya kini ditahan. Bahkan gubernurnya juga sudah ditahan. Perlu diketahui, Bupati Kukar dan wakilnya masuk penjara karena temuan BPK,” bebernya.
Seperti diketahui, Gubernur Kaltim Suwarna AF dihukum 4 tahun karena terbukti korupsi. Bupati Kukar Syaukani HR juga terjerat korupsi dan divonis 6 tahun penjara. Sekarang Wabup Kukar Samsuri Aspar diadili dalam kasus dugaan manipulasi bantuan sosial (bansos) bersama anggota DPRD Kukar Setia Budi.  Anwar menegaskan, kehadiran BPK bukan untuk menghakimi, tapi semata-mata untuk mendorong agar tercipta transparansi pengelolaan keuangan daerah, sehingga bermanfaat bagi pembangunan.

Apa saja faktor yang menyebabkan ketidakwajaran dalam laporan BPK terhadap keuangan pemerintah daerah di Kaltim? “Pertama, SDM yang masih lemah. Kedua, sistem yang dibangun terbilang kacau, dan teknologi komputersisasi administrasi keuangan masih minim,” sebutnya.

Meski demikian, Anwar mengatakan, seluruh laporan tidak wajar tersebut sementara ini belum mengarah ke dugaan penyelewengan keuangan yang berbuntut proses hukum. “Sampai saat ini masih Kukar yang kita hadapkan dengan hukum. Yang lainnya belum mengarah ke sana (proses hukum,Red),” tuturnya.  Pada kesempatan itu, Anwar juga mengatakan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah daerah secara nasional dalam periode tahun 2004 hingga 2007, kian memburuk. Indikatornya ialah pemberian opini tidak wajar dari BPK untuk laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) meningkat dari 3 persen di tahun 2004 menjadi 19 persen di tahun 2007. Sementara opini tidak memberikan pendapat juga naik dari 2 persen jadi 17 persen untuk periode yang sama. Sebaliknya, opini wajar tanpa pengecualian menurun dari 5 persen jadi 1 persen.

Sesaat sebelum jumpa pers, Anwar menjadi pembicara dalam dialog publik antara BPK RI dan Pemprov Kaltim. Acara itu dihadiri sejumlah kepala daerah, mulai Pj Gubernur Tarmizi Abdul Karim, wali kota, bupati dan wakil bupati, serta para muspida Kaltim. Termasuk pula pejabat dari Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam dialog publik bertajuk Mendorong Terciptanya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara/Daerah itu pukul 09.00 hingga 14.00 itu, juga menampilkan pembicara Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Ir Timbul Pudjianto MPM, serta perwakilan dari Departemen Keuangan.

POLITISASI JABATAN

Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Asmawi Rewansyah berpendapat, jeleknya pelaporan keuangan Kaltim merupakan akibat posisi strategis di pemerintahan yang dipolitisasi menjadi jabatan politik.  “Jabatan seperti gubernur dan kepala daerah kini bukan lagi jabatan pemerintahan, tapi jabatan politik. Akibatnya, bisa diisi oleh orang yang tak kompeten. Hasilnya, ketika berkuasa uang negara akan dikeruk untuk kepentingan pribadi atau mengembalikan dana kampanye. Kasus ini sudah sering terjadi,” ujarnya saat melakukan kunjungan ke Samarinda beberapa waktu lalu.

Karena itu, ia tak heran bila ada gubernur atau kepala daerah yang dipenjara karena terbukti laporan keuangannya bermasalah atau terindikasi korupsi. “Ini yang mau kami cegah. Makanya tahun depan, kami akan bentuk aturan ada audit kepala daerah. Bila tak sesuai kompetensinya, maka hanya setahun ia menjabat. Setelahnya, akan digantikan dengan orang yang lebih kompeten dan sesuai. Memang harusnya demikian,” tegasnya.

Pj Gubernur Kaltim Tarmizi Karim juga mengakui demikian. Masalah-masalah yang timbul di Kaltim, terutama di pemerintahan memang sangat erat hubungannya dengan sumber daya manusia (SDM).
“SDM di Kaltim memang belum memenuhi syarat. Terutama di pemerintahan. Memang banyak yang kompeten, tapi lebih banyak lagi yang tidak kompeten. Ini menjadi permasalahan utama dan perlu pembenahan secara serius dan total. Penilaian buruk terutama menyangkut laporan keuangan jelas sudah terbukti,” ujarnya.

Idealnya, menurut pengamat ekonomi Kaltim Irwan Gani, pemerintah harus melakukan perombakan total atas manajemen keuangan yang ada, terutama dalam masalah SDM. “Masalah keuangan harus diselesaikan SDM yang paham keuangan. Kondisi saat ini, urusan keuangan ditangani SDM yang tak jelas kompetensinya. Misalnya, oleh lulusan pertanian atau hukum, jelas tak nyambung. Harusnya, dari kompetensi yang sesuai seperti ekonomi atau akuntansi,” ujarnya. “Laporan keuangan yang ditangani orang yang tak kompeten, maka akan berpotensi disalahgunakan. Karena mereka merasa bisa melakukan penipuan. Setelah dicek orang yang mengerti keuangan, maka akan timbul pertanyaan dan penilaian buruk,” tambahnya.(lhl/*/che)
Kaltimpost 21 November 2009

0 komentar:

Posting Komentar