Syaukani dan Bachtiar Effendi Bakal Jadi Saksi

JAKARTA - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meminta KPK segera memutuskan status hukum Khairudin dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Anggota DPRD Kukar asal Partai Golkar itu, dinilai berperan aktif membantu terdakwa Setia Budi dan Samsuri Aspar memperoleh dana bansos hampir Rp 30 miliar.

Sikap KPK terhadap posisi Khairudin dalam kasus bansos itu diminta hakim ketua Murdiono saat memimpin persidangan atas diri Setia Budi, Kamis (11/12).  “Kalau memang terkait harus diproses. Memungkinkan jadi tersangka, ya ditingkatkan jika sebelumnya hanya saksi,” sebut Murdiono pada ketua tim jaksa Zet Tadung Allo.

Menjawab pertanyaan hakim, Zet membenarkan dalam kasus ini faktanya Khairudin memang pelaku aksi korupsi yang berlangsung selama 2005-2006 itu. Dia bahkan mengatakan, ada beberapa saksi lain yang keterlibatannya sama kuat dan kini tengah dibidik penyidik KPK. Tapi karena masih dalam proses penyidikan, Zet mengaku tak punya kewenangan menyebutkan apakah sudah ada tersangka baru. Kecurigaan keterlibatan Khairudin muncul di benak Murdiono selepas mendengar keterangan saksi Budi Aji. Pria yang kesehariannya bekerja sebagai kontraktor ini, mengaku dilibatkan oleh Khairudin saat tengah nongkrong di sekretariat Kadin, Tenggarong.

“Saya dipanggil Khairudin supaya ke ruang kantor ketua Kadin (Setia Budi). Di situ, di depan Setia Budi, saya disodori berkas supaya mencairkan uang ke Siti Aidi (bendaharawan bansos, Red.),” sebut Budi Aji, menceritakan kejadian yang berlangsung pada 2005 itu. Permintaan Khairudin tak langsung disetujui. “Hampir dua jam saya berpikir, kata Khairudin nggak apa-apa,” ungkap pria berkacamata minus ini.

Akhirnya, atas perintah Khairudin, Budi Aji bertemu dengan Siti Aidi di Bank Pembangunan Daerah Kaltim cabang Tenggarong. Siti Aidi kemudian menyerahkan uang tunai Rp 1,2 miliar. Atas perintah Khairudin, uang tersebut ditransfer ke rekening BCA dan BNI milik Setia Budi. Seorang pria bernama Subiyakto, lanjut Budi Aji, juga menerima transfer senilai Rp 300 juta, yang belakangan diketahui uang bansos. Masih atas perintah Khairudin, di tempat yang sama, keduanya beberapa hari kemudian juga bertemu. Kali ini yang dicairkan sejumlah Rp 2,3 miliar.

Menurut Budi Aji, atas perintah Khairudin uang itu seluruhnya ditransfer ke rekening Setia Budi. Dari total Rp 3,5 miliar, Budi Aii mengaku mendapat Rp 30 miliar dari Khairudin. Hingga tadi malam, Khairudin belum bisa dimintai tanggapannya. Tiga nomor HP Khairudin seluruhnya tak aktif. Namun di beberapa kali pertemuan di Tenggarong dan kesaksian di pengadilan Tipikor, pekan lalu, Khairudin mengaku siap jika diminta pertanggungjawaban oleh KPK.

Selain Budi Aji, saksi lain yang dimintai keterangan adalah bendaharawan bansos pada tahun 2006 M Ari Junaidi dan Ketua Bappeda Kukar Fathan Junaidi. Ari banyak ditanya soal pencairan bansos Rp 5,5 miliar untuk Banteng Mahakam. Menurut Ari, sebelum dicairkan ke Edy Mulawarman, dia sempat mengonfirmasi pada Fathan apakah alokasi dananya dianggarkan dalam bansos 2006. Fathan kala itu membenarkan, tapi setelah dananya cair pernyataannya itu berubah bahwa dana yang dialokasikan hanya Rp 500 juta.

Perubahan keterangan juga dilakukan Fathan saat ditanya hakim soal penerimaan uang bansos Rp 375 juta dari Setia Budi. “Seingat saya, saya tak pernah terima uang sejumlah itu,” katanya, meski hakim sudah mengingatkan bahwa hukuman 7 tahun bisa dijeratkan bila terbukti memberikan keterangan palsu.
Sebaliknya, menurut Setia Budi, pada Oktober 2007, dia sempat mendatangi Fathan agar mengembalikan uang Rp 375 juta itu. Pengakuan Setia Budi, Fathan termasuk pejabat yang kecipratan bansos selain Samsuri dan mantan Asisten IV Pemkab Kukar Basran Yunus.

UNTUNG RP 2 M

Untuk persidangan Samsuri, Zet banyak menggali informasi soal pencairan bansos Rp 5 miliar untuk pengadaan alat band. Tiga saksi, yakni kepala tata usaha DPD Golkar Kukar, kuasa usaha CV Sinar Perkasa Boyke Andre Noriza alias Ica, serta Fathan Junaidi diminta agar bersaksi di depan majelis hakim diketuai Teguh Hariyanto. Sayuti menjelaskan, pengadaan alat band di 18 kecamatan itu, awalnya muncul setelah dia menerima permohonan proposal dari Aji Suriansyah, pimpinan Partai Golkar tingkat kecamatan di Sebulu.

Permohonan ini kemudian dikonsultasikan pada Ica yang kala ditunjuk oleh pimpinan Golkar tingkat kecamatan sebagai koordinator pengadaan. “Setelah dikonsultasikan dengan beliau (terdakwa Samsuri), nama Golkar nggak disebutkan. Kita ganti jadi Gerbang Dayaku Band (GDB),” jelas Ica.
Setelah mendapat persetujuan Basran unus dan Samsuri –waktu itu Wakil Bupati—tak berapa lama kemudian Ica mendapat uang panjar senilai Rp 25 juta. Uang itu digunakan Ica untuk biaya survei pencarian alat band ke Jakarta. Dari 9 kali pencairan, diakuinya, sekali di antaranya diserahkan pada Samsuri senilai Rp 950 juta.

“Pencarian terakhir uangnya dipinjam oleh Pak Samsuri,” ujar Ica. Sedangkan pengadaan alat band sebenarnya menghabiskan Rp 1,153 miliar, ditambah biaya untuk pengelola GDB di 18 kecamatan masing-masing senilai Rp 25 juta. Ica sendiri mengaku mendapat Rp 2 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Sedang Samsuri mengaku uang Rp 950 juta dipinjam ke Ica untuk biaya pengobatan jantung yang sejak lama diidapnya.

Pekan depan, dijadwalkan giliran mantan Bupati Syaukani HR akan dihadirkan sebagai saksi. Menurut Zet, Syaukani akan ditanya soal ada tidaknya pelimpahan wewenang disposisi bansos yang selama ini dilakukan Samsuri. Selain Syaukani, mantan Wakil Ketua DPRD Bachtiar Efendi dan Joyce Lidya dijadwalkan dipanggil. Karena berkasnya dipisah (split), Setia Budi akan jadi saksi Samsuri, juga sebaliknya.(pra/yus)
Kaltimpost 12 Desember 2008

0 komentar:

Posting Komentar