Minggu, 30 Agustus 2009

Ada PNS tak Tahu Siapa Atasannya

Seringnya Mutasi

TENGGARONG, TRIBUN - Pegawai Negeri Sipil (PNS) non job atau pegawai 'menganggur' karena tak jelas posisi, tugas dan tanggung jawabnya, meminta agar Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) memperhatikan nasib mereka. Keadaan tersebut sudah berlangsung hampir tiga tahun. "Oktober nanti kami genap tiga tahun non job. Selama itu, status kami, kami bekerja dimana, siapa bawahan kami, siapa atasan kami, ruangan kami dimana, meja dan kursi yang mana, itu tidak jelas. Kami mohon, semoga pemerintah sekarang dapat memperhatikan nasib kami," kata mantan Asisten III Pemkab Kukar Chairil Anwar yang mewakili rekan-rekannya saat melakukan pertemuan sesama pegawai non job di rumahnya, Sabtu (21/6).

Menurutnya, permintaan itu muncul setelah maraknya aksi demonstrasi mengenai penolakkan mutasi yang terjadi akhir-akhir ini. "Saya rasa mutasi itu sah, hanya penyegaran saja. Pejabat yang dimutasi masih mendapatkan posisi yang sama eselonnya. Bandingkan dengan kami, ada yang eselon II dan III, tiba-tiba setelah ada mutasi tidak jelas nasib kami," ujarnya.  Menurutnya, saat ini terdapat sekitar 180  PNS  non job. Mereka tidak dipekerjakan sejak mutasi Oktober 2005 dan Oktober 2006.

"Rata-rata yang di-non job-kan  adalah PNS dengan masa kerja sekitar 15-20 tahun ke atas. Bayangkan, kami sudah memiliki pengalaman dan keterampilan yang mumpuni, tapi mengapa kami tidak digunakan," kata seorang pegawai yang tidak dipekerjakan asal Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Ia meminta kepada Tribun namanya tak disebutkan. Menurutnya, 180 PNS yang tidak dipekerjakan itu berasal dari berbagai instansi pemerintah. Misalnya, Sekretariat Daerah, Dinas Pendidikan, Dinas Pertambangan dan Energi, Camat, Sekretariat Dewan dan lainnya.

"Hingga sekarang, kami tidak mendapat penjelasan dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah) mengenai hal itu. Kami juga tidak mendapatkan SK (Surat Keputusan) Pemberhentian," ujarnya.  Ia menjelaskan, dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian Non 8 tahun 1974 dan PP 20 tahun 1995 mengenai kepegawaian, ada tiga hal yang dapat menyebabkan PNS diberhentikan. Ketiganya itu yakni, korupsi, amoral dan ideologi. "Tapi sebelum diberhentikan, kami juga harus mendapatkan surat teguran dan lainnya. Ini tidak, tiba-tiba tidak jelas bertugas apa," ujarnya.

Chairil juga mempertanyakan mengapa DPRD Kukar tidak mengambil tindakan melihat persoalan ini. Menurutnya, selama ini, DPRD Kukar hanya menyampaikan saran dalam pandangan fraksi ketika eksekutif menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPj). "Mengapa DPRD Kukar tidak menggunakan hak angket dan interplasi mereka. Padahal, jelas- jelas ada hal-hal yang melanggar peraturan," ujarnya. Karena itu ia  dan rekan-rekan mendorong DPRD menggunakan hak untuk melakukan penyelidikan mengenai adanya dugaan ketidakberesan di lembaga pemerintah. Selain itu DPRD juga bisa gunakan hak interplasi atau hak untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban pemerintah terkait kebijakan tertentu.

Sekarang tak Pernah Diundang Hajatan

SUARA tawa terdengar dari mulut Chairil, namun wajahnya tampak tak gembira. "Apa yang kami rasakan saat ini bukan kematian perdata, tapi kematian sosial masyarakat. Kami tak dianggap oleh rekan-rekan kami," kata Chairil, ketika ditemui di kediamannya, depan Terminal Timbau, Sabtu (21/6). Ia melanjutkan cerita pahitnya itu. "Dulu ada bawahan dan pegawai lainnya yang ketemu saya nunduk-nunduk, negur dan memberi sikap hormat lainnya. Tapi kalau sekarang, begitu melihat saya lalu menghindar jauh-jauh," ujarnya.

Tak hanya itu, ikatan silahturahmi yang dulunya terjalin erat tiba-tiba sirna akibat status sebagai non job. "Sekarang kalau ada hajatan, rekan-rekan saya dulu nggak bakal ngundang. Mungkin mereka khawatir, kalau mengundang mereka akan di-nonjob-kan juga," kata pria yang rambut dan jenggotnya mulai berwarna putih itu.  Oktober 2005, saat Ramadhan atau bulan penuh berkah, Chairil dimutasi. Ia dicopot dari jabatannya tanpa ada surat pemberhentian atau mendapat penjelasan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Ia tak tahu mengapa statusnya 'menganggur'.

Ia juga mengaku, tak diundang untuk hadir saat pelantikan dan sumpah jabatan lainnya. Ia juga tak mendapat Surat Keputusan (SK) yang baru. SK yang menjadi pedoman ia dalam bekerja, dimana ia bekerja, siapa atasan, bawahan, tugas dan lainnya. "Tak ada, semuanya itu tak ada. Hingga kini, saya belum pernah mendapat surat pemberhentian. Jadi, status saya masih Asisten III," ujarnya kemudian tertawa.
Walaupun belum mendapat surat pemberhentian, Chairil mengaku malu jika masuk kantor.

Sebab, pejabat baru penggantinya sudah ada di dalam ruangan. Ia memilih untuk tak turun kerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengambil hikmah dari kejadian itu. Chairil paham, apa yang menimpa dirinya adalah sesuatu di luar aturan. Namun ia tak berniat membawa masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) di Samarinda. "Lebih baik saya habiskan waktu saya untuk berdoa. Ada tiga doa orang yang makbul. Pertama adalah doa dari pemimpin yang ada, lalu ibu bapa dan ketiga dari orang yang terdzalimi seperti kami ini," ujarnya.

Namun, asa masih ada dilubuk hati. Sebab ia masih berusia 49 tahun dan ingin, waktu 7-8 tahun sebelum memasuki masa pensiun, dapat digunakan untuk mengabdikan dirinya sebagai PNS. "Saya harap pemerintahan sekarang, memberi perhatian kepada kami-kami ini. Kami punya pengalaman kerja lebih dari 15 tahun, bahkan ada yang 25 tahun. Bicara kemampuan, kami sudah tak perlu diajarin lagi," ujarnya.(reo)
Source 23 Juni 2008

0 komentar:

Posting Komentar