Kamis, 08 April 2010

KPK Sorot Bansos Jilid II

“Konsisten” 10 Besar, Tolak Kantor Penghubung di Kaltim

BALIKPAPAN– Kasus bantuan sosial (bansos) Kutai Kartanegara (Kukar) jilid II yang hampir setahun tertahan di bagian penuntutan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Bibit Samat Riyanto berjanji, mendorong kejati menyelesaikan berkas perkara yang ditengarai merugikan negara Rp 29,7 miliar itu. “Itu menjadi perhatian kami dan akan ditanyakan ke Kejati bagaimana perkembangan kasusnya,” kata Bibit.

Dia datang ke Gedung Biru Kaltim Post, Jl Soekarno Hatta Km 3,5, Balikpapan didampingi Juru Bicara KPK Johan Budi dan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Cahya Harefa, kemarin (7/4). Rombongan diterima langsung Pemimpin Redaksi Kaltim Post Bambang Janu Isnoto dan Wakil Redaktur Pelaksana Rizal Juraid.

Menurutnya, KPK tetap memantau penanganan kasus yang sudah dilimpahkan ke penegak hukum di daerah. Ditambah lagi, akan dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi(tipikor) di 7 kota termasuk Samarinda, diharapkan menjadi pendorong penyelesaian kasus korupsi. “Kami push (dorong) supaya penanganan kasus itu cepat selesai,” janji mantan Kapolda Kaltim di pengujung dekade 90-an ini.

Dilansir sebelumnya, belum disidangkannya bansos jilid II Kukar ini terkendala revisi izin Gubernur Kaltim terkait pemeriksaan Khairuddin, anggota DPRD Kukar yang ditetapkan sebagai tersangka. Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Baringin Sianturi SH mengatakan, redaksi izin pemeriksaan keliru, di mana tertulis pemeriksaan terkait dana operasional DPRD Kukar, seharusnya terkait dana bansos.

Kasus ini menyeret tiga tersangka, di antaranya anggota DPRD Kukar Khairuddin, mantan Asisten IV Sekkab Kukar Basran Yunus, dan rekanan pengadaan alat band Boyke Andre Noriza alias Ica. Penyidikan ketiganya kerap disebut bansos jilid II, sebab sebelumnya KPK sudah menuntaskan perkara bansos jilid I dengan terpidana mantan Wakil Bupati Kukar Samsuri Aspar, dan mantan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPRD Kukar Setia Budi.

Ketiga tersangka bansos jilid II, sempat menjadi saksi persidangan Samsuri dan Setia Budi. Ica bahkan mengaku menikmati Rp 2 miliar dari total Rp 5 miliar program pengadaan alat band di 18 kecamatan se-Kukar antara 2005-2006. Sebanyak Rp 950 juta, dari Rp 3 miliar sisanya diberikan pada Samsuri.
Sementara Khairudin mengaku, memerintahkan pembuatan lebih 50 proposal bansos fiktif. Khairudin juga mengaku membagikan uang masing-masing Rp 375 juta ke 37 anggota DPRD Kukar periode 2004-2009, dengan dalih dana operasional dan dinas anggota DPRD.

MASIH 10 BESAR

Sementara itu, penanganan dan laporan kasus korupsi di Kaltim, disebut KPK tergolong tinggi. “Beberapa tahun ini, Kaltim tidak pernah lepas dari 10 besar, baik dari laporan ke KPK, maupun laporan yang sudah ditangani dan masuk ke penindakan,” katanya. Saat lawatannya ke Kaltim beberapa bulan silam, Bibit menyebut dari 40.000-an laporan masuk sejak tahun 2004, sebanyak 1.254 di antaranya berasal dari Kaltim. “Terbanyak masih didominasi dari Jawa dan Sumatra,” terangnya lagi.

Sementara Johan Budi menyebut, dari semua laporan masuk, tidak semuanya bisa ditangani KPK. Dengan kekuatan 700-an anggota, KPK lebih dulu menyeleksi laporan mana yang bisa ditangani. “Tidak semua kasus korupsi ditangani. Kami hanya menangani kasus yang dilakukan penyelenggara negara menurut UU Nomor 28/1999, seperti kepala daerah, pegawai negeri, dan legislatif.

Lalu, kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp 1 miliar, dan menjadi perhatian masyarakat,” terang Johan. Lalu, dengan tingginya laporan masyarakat, apakah KPK tidak berniat membuka kantor penghubung di Kaltim? Menjawab itu, Johan menyebut, ada berbagai pertimbangan tidak membuka kantor di daerah. KPK khawatir, dengan membuka cabang, bisa dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggungjawab melakukan pemerasan.

“Belum dibuka saja sudah ada yang mengaku-ngaku dari KPK,” tambahnya. Sementara Bibit menyebut, KPK sejatinya berperan mendorong penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian memberantas korupsi. “KPK tidak selamanya ada, kami mendorong meskipun sekarang justru KPK yang jadi pemeran utama,” tambahnya.

POLITIK UANG

 Lebih jauh, Bibit yang penulis buku Koruptor Go to Hell ini menyebut, merajalelanya tipikor tidak lepas dari sistem perpolitikan Indonesia yang belum bisa melepaskan diri dari politik uang (money politics). “Bicara korupsi, tidak lepas dari akarnya. Politik uang yang membuat dana kampanye miliaran untuk jadi pemimpin. Sistem kita ini kedodoran dan saya sudah sampaikan itu ke Presiden SBY,” katanya.

Di beberapa daerah, upaya “balik modal” sang kepala daerah, kerap dijadikan motif utama korupsi. Purnawirawan Polri bintang dua ini bercerita, saat dia menjadi Kapolda Kaltim pada masa keemasan kayu. “Setoran Kapolda untuk satu kapal yang mengangkut kayu Rp 500 juta. Selama 9 bulan pada 1997-1998, saya menangani 234 kasus illegal logging.

Bayangkan, berapa miliar yang bisa saya dapatkan kalau mau kaya,” katanya. Dari 234 kasus itu, Bibit menyebut 91 kasus sudah P-21 (lengkap berkas) dan disidangkan. Beberapa pegawai di lingkungan Dinas Kehutanan maupun Kejati Kaltim juga diseret. “Saya beritahu atasannya. Lalu saya dibilang, tangkap saja Pak, wong mereka enggak pernah setoran,” beber salahsatu tokoh utama perseteruan KPK vs Polri atau lebih populer “cicak versus buaya” beberapa waktu lalu ini.

Ketika zaman kayu sudah habis, Bibit tidak heran jika batu bara dijadikan komoditas penggantinya. “Misalnya untuk menjadi wali kota habis miliaran. Untuk main proyek, sekarang ini sulit. Tidak heran jika sumberdaya alam seperti kayu atau izin KP (kuasa pertambangan, Red) dijual. Itulah akar korupsi yang harus dicabut,” tambah pria kelahiran Kediri, 65 tahun silam ini.

Di samping itu, akar korupsi lainnya adalah disparitas penghasilan pegawai, integritas moral, dan lemahnya sistem hukum. “Kalau perlu, penghasilan birokrat naik 10 kali lipat dengan catatan birokrasi harus ramping,” katanya, lalu menyebut KPK terus menyoroti kasus fee BPD, ongkos pungut, dan honor kepala daerah yang rangkap jabatan di perusahaan daerah/BUMD.

Sementara Johan Budi menimpali, pada 2010 ini, ada empat bidang yang menjadi sorotan utama KPK. Terdiri atas aparat hukum, keuangan negara, pengelolaan sumberdaya alam, dan pelayanan publik.
Di Balikpapan, rombongan KPK siang kemarin sempat mengisi materi di Hotel Tiga Mustika dalam seminar bertajuk “Metode Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi dalam Konteks Era Reformasi Birokrasi Otonomi Daerah dan Pesatnya Perkembangan Teknologi Informatika”.

Acara ini digagas lembaga swadaya masyarakat Penggawa Adat Dayak Borneo. Sorenya, setelah mengunjungi Gedung Biru, Bibit dan Johan hadir di bincang spesial G-to Show di Balikpapan TV (BTV).(fel)

Sumber : kaltimpos.co.id

0 komentar:

Posting Komentar