Senin, 07 Maret 2011

“Ada Mafia Anggaran”

Krayan Foundation Tanggapi Raibnya Dana Perbatasan di APBD
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=92319

SAMARINDA - Hilangnya anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBD 2011 untuk wilayah perbatasan dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah. Akibatnya, sampai saat ini, pembangunan di perbatasan masih tertinggal. “Untuk saat ini pemerintah daerah, khususnya Pemprov Kaltim, belum memiliki kejelasan solusi untuk mengantisipasi masalah ini. Kendati sudah membeli pesawat Airvan, misalnya, namun manfaatnya belum bisa dirasakan masyarakat perbatasan,” kata Ketua Krayan Foundation, Liuandi, kepada Kaltim Post, kemarin.

Liuandi yang didampingi sekretarisnya, Ellia Libut, menambahkan, masyarakat di Kecamatan Krayan Selatan, beberapa tahun belakangan ini, sudah membangun jalan dari Long Layu menuju titik perbatasan di Pa’dalih dan Long Dano, Serawak, Malaysia, dengan dana swadaya. Pembangunan jalan itu dilakukan untuk mempermudah akses ekonomi masyarakat ke negara tetangga, Malaysia. “Ini karena pemerintah sudah dianggap gagal memberikan pelayanan kepada warganya. Ini baru masalah transportasi saja, belum lagi masalah lainnya yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Semuanya masih serba sulit mahal,” imbuhnya.

Krayan Foundation juga menagih janji Gubernur Awang Faroek Ishak saat pilkada. Saat itu, katanya, Gubernur menjanjikan akan membangun perbatasan, namun sampai saat ini belum ada kemajuan.
Liuandi menyebutkan beberapa contoh, yakni, badan yang dibentuk untuk mengelola perbatasan dan daerah tertinggal sampai saat ini tidak difungsikan dengan baik. “Karena paradigma pembangunan di Kaltim ini hanya membangun dua kota saja, Samarinda dan Balikpapan. Sehingga kawasan perbatasan hanya dianggap pelengkap penderita,” tandasnya.

Ironisnya, tambah dia, anggaran sebesar Rp 25 miliar yang semula sudah dialokasikan untuk pembangunan jalan Long Bawan menuju Pa’Pani pun lenyap. Padahal, kata Liuandi, anggaran itu sudah disahkan saat paripurna di DPRD Kaltim beberapa waktu lalu. “Ada apa ini? Sangat tidak masuk akal. Bahkan dari hasil penelusuran kami, dana Rp 25 miliar ini disinyalir telah dialihkan untuk proyek peningkatan jalan di simpang Blusuh, batas Kalteng. Padahal jika sudah disahkan berarti sudah memiliki kekuatan hukum, tapi kenapa bisa dialihkan,” tegasnya.

Ia menduga ada praktik “dagang sapi” dalam pembahasan anggaran. Ini, katanya, menunjukkan adanya praktik mafia dalam penyusunan anggaran. ”Ini sama saja ada kriminalisasi yang bisa dituntut secara hukum,” katanya. Ia berharap pemerintah bisa bersikap lebih arif untuk membangun perbatasan. Jangan sampai nantinya, warga perbatasan yang sudah siap membela NKRI ini harus berbalik arah membela negara tetangga.

Dilansir sebelumnya, anggaran sebesar Rp 25 miliar yang dialokasikan untuk peningkatan jalan yang menghubungkan Long Bawan – Pa‘ Pani sepanjang 45 Km ternyata tak tercantum di APBD Kaltim 2011. Padahal, sebelumnya sudah diusulkan melalui DPRD Kaltim ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim. “Saya bahkan dijanjikan kepala Bappeda (Rusmadi, Red.) bahwa dana itu sudah tidak ada masalah. Bahkan sampai ditetapkan dalam paripurna pun masih diyakini bahwa dana itu ada. Tapi nyatanya, saya cek di buku besar APBD Kaltim, sama sekali tidak tercantum,” kata anggota DPRD Kaltim, Pdt Yefta Berto, kepada Kaltim Post.

Yefta menduga ada permainan dari oknum-oknum yang menginginkan wilayah perbatasan tidak tersentuh pembangunan. Tentu saja, jika kecurigaan ini benar maka akan disayangkan sekali. Karena perbatasan adalah beranda atau etalase yang mencerminkan pembangunan yang sudah dilakukan selama ini. “Apakah memang perbatasan ini tidak ada artinya di Provinsi Kaltim. Ada apa ini? saya tidak habis pikir. Kami sudah mengusulkan, membahas anggaran untuk perbatasan tapi malah dihilangkan sesuka-sukanya,” tegas politikus dari Partai Damai Sejahtera ini.

Dia mengaku sudah mengonfirmasi ke Bappeda Kaltim melalui telepon. Namun staf di Bappeda malah meminta menanyakan ke Dinas PU dan Kimpraswil Kaltim. Tapi yang sangat disesalkan adalah dirinya dianggap main-main. “Saya yang memperjuangkan, kok, saya dibilang main-main. Ya, saya tanya, saya main-main apa? Tapi oleh staf Bappeda itu, hubungan telepon langsung dimatikan,” pungkasnya. (zom/ha)

0 komentar:

Posting Komentar