Rabu, 29 April 2009

KPK Periksa DPRD Kukar

Terkait Dugaan Korupsi Bansos

TENGGARONG, TRIBUN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar)  dan seorang pejabat Pemkab Kukar terkait dugaan korupsi penyaluran dana bantuan sosial (bansos) APBD 2008 di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Selasa (15/4). Yang diperiksa kemarin adalah adalah Ketua DPRD Rahmat Santoso, anggota Komisi II Hermain dan anggota Komisi I Abu Bakar Has.
Ketiganya diperiksa mulai sekitar pukul 10.30 hingga 12.15.  Sedangkan staf  Pemkab Kukar yang enggan namanya disebutkan itu diperiksa lebih lama. Ia baru diperbolehkan pulang sekitar pukul 15.30. Dari pantauan Tribun, selama proses pemeriksaan, ruangan yang berada di lantai dua itu dijaga oleh seorang dan kadang-kadang dua orang aparat Polres Kukar dari Satuan Provost. Ketika ditanya, petugas jaga itu menjelaskan bahwa ada pemeriksaan beberapa orang oleh KPK.

Menurutnya, pemeriksaan ini memasuki hari kedua. Sebelumnya, Senin (14/4), KPK juga memeriksa beberapa saksi. "Saya kurang tahu, tapi jumlahnya banyak," kata petugas itu ketika ditanya berapa orang jumlah penyidik KPK. Sekitar pukul 11.30, Rahmat Santoso tampak keluar dari ruangan. Ia lalu masuk ke WC yang berada di depan tangga dan naik lagi. Rahmat tampak santai. Ia berjalan dengan menghisap rokoknya. Tak lama, keluar seorang petugas mengenakan baju hem merah. Ia menuju ruang fotokopi. Saat ditanya, ia tampak kaget. "Jangan tanya saya. Tanya sama penyidik KPK saja," katanya seraya mengangkat tangannya.
Kemudian sekitar pukul 12.15, Hermain keluar. Ia tampak santai dan mengatakan beberapa hal. Sayangnya keterangan Hermain tak dapat disebutkan di sini. "Itu off the record," katanya dengan mimik serius. Setelah Hermain, Abu Bakar keluar. Kepada Tribun, Abu Bakar menceritakan bahwa pertanyaannya seputar bansos APBD 2005. "Mereka juga bertanya mengenai perjalanan dinas anggota DPRD. Tapi, pemeriksaannya nggak terlalu serius, seperti ngobrol saja. Ditanyai perkembangan mengenai Tenggarong dan lainnya," kata Abu Bakar. Ia mengaku tak ada pertanyaan seputar senjata api.

 Tak lama, seorang wanita muda mengenakan jilbab dan seragam coklat keluar. Ia mengaku staf Humas dan Protokol DPRD Kukar. Ninis, nama wanita itu, menjelaskan, keberadaannya adalah untuk memantau pemeriksaan anggota Dewan. Sebab, beberapa wartawan telah menanyai perkembangan pemeriksaan ini.
"Ini adalah hari kedua pemeriksaan. Sebelumnya, Bapak Bachtiar Effendi, Setia Budi, dan Yusuf AS sudah diperiksa. Nanti, semua anggota DPRD akan dipanggil. Lima orang, lima orang hingga hari Sabtu. Semuanya akan mendapat undangan pemanggilan," ucapnya.  Kemudian, sekitar 12.30, Rahmat Santoso keluar, ia lalu bergegas menuju Langgar Al Islah yang terletak sekitar 30 meter dari ruang pemeriksaan. Rahmat juga tampak santai. Beberapa kali ia menjawab pertanyaan dengan menggunakan Bahasa Inggris, lalu tertawa. "Yah, seputar bansos," katanya.

Ia juga menyampaikan bahwa semua anggota Dewan akan diperiksa. "Pertanyaannya diputar-putar," kata Rahmat, mengomentari proses pemeriksaannya. Rahmat lalu pulang setelah menyelesaikan Shalatnya.
Setelah anggota DPRD keluar meninggalkan Polres Kukar, sekitar 5 orang, satu adalah wanita dengan pakaian rapi keluar dari ruangan. Mereka keluar secara bergantian menuju Langgar Al Islah. Ketika ditanya, hampir semuanya enggan untuk menjawab. Ada yang mempercepat langkah kakinya atau hanya mengangkat kedua tangannya. Namun, seorang petugas yang mengenakan sandal dengan label Hotel Bumi Senyiur mengatakan, bahwa ada sekitar 6 orang petugas KPK. Ketika ditanya materi dan hasil pemeriksaan, ia hanya tersenyum lalu beranjak pergi. "Masih lama," katanya ketika ditanya pemeriksaan sampai kapan. (reo)

Dipublikasikan Tribun Kaltim 16 April 2008

TENGGARONG, TRIBUN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2005 semilai Rp 7 milar lebih di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Tenggarong, Rabu (23/4). Kemarin, dua anggota DPRD yang diperiksa adalah Rusliandi dan Dedi Sudarya. Mereka berdua masuk di ruang yang terletak di lantai dua itu sekitar pukul 10.00. Rusliandi keluar duluan, sekitar pukul 11.00. Sedangkan Dedi keluar sekitar pukul 12.30. Ketika ditanya, ia mengatakan bahwa pemeriksaannya masih berlanjut. "Nanti saja, saya masih diperiksa lagi nih. Nanti saja setelah diperiksa, baru saya cerita," kata Dedi.

Kemudian, sekitar pukul 14.00, Dedi keluar ruangan bersama dengan dua anggota KPK. Mereka bertiga menuju mobil Kijang Innova perak yang parkir di samping kiri Polres Kukar. Mereka lalu pergi meninggalkan arel parkir tersebut. Tak lama, sekitar 15 menit, Dedi datang. Ia kembali memasuki ruang pemeriksaan bersama dua anggota KPK itu. Dedi keluar sekitar pukul 14.30. Tampaknya ia berusaha menghindari wartawan. Setelah turun dari tangga, Dedi masuk ke lorong di dalam gedung itu. Setelah ditemui, Dedi mengaku bahwa dirinya diperiksa seputar dana bansos. Ia enggan menjelaskan keterlibatan dan peranannya dalam kasus ini. Sebab, dalam beberapa pengakuan masyarakat, seperti Syarifuddin, tukang las yang diperiksa, Selasa (22/4), Dedi adalah orang yang meminta untuk mengumpulkan KTP keluarganya.

"Katanya untuk proposal kegiatan wirakarya, tapi nyatanya hingga kini saya tak mendapatkan sepeser pun. Padahal, dalam proposal itu, keluarga saya disebut-sebut menerima dana Rp 3 miliar," ucapnya, usai diperiksa KPK.Dedi juga dikatakan sebagai orang yang membagi dana bansos itu. "Saya menerima travel cheque BNI dari Dedi senilai Rp 150 juta. Travel cheque diberikan di rumah Chaeruddin," kata Edy Mulawarman, rekan Dedi di DPRD. Saat hal itu ditanyakan ke Dedy, ia enggan menjelaskannya. "Nanti saja ya. Nanti setelah diperiksa KPK, baru saya jelaskan. Biar semuanya sinkron," kata Dedy. Ketika ditanya ke mana ia dan KPK pergi, Dedi mengaku dirinya hanya diajak jalan-jalan KPK. "Tadi jalan-jalan aja, keliling-keliling kota. Ngilangin stres," kata Dedi seraya masuk ke Mobil Mazda Kt 279 CB hitam yang parkir di jalan dekat Polres dan Kantor Kesbang Linmas.

Dedi juga mengatakan bahwa Khairuddin seharusnya diperiksa KPK. Namun, karena ada kesibukan partai, ia tak dapat memenuhi panggilan KPK. Dari sumber yang dapat dipercaya, Dedi dibawa ke Kantor Bupati Kukar. Mereka disana mengambil beberapa gambar (foto), lalu kembali ke Polres KUkar. Sumber itu enggan menjelaskan mengapa harus ke Kantor Pemkab Kukar. Selain kedua anggota Dewan itu, KPK juga memeriksa masyarakat yang nama, tandatangan dan KTP-nya tertera di proposal. Seorang tukang sablon yang diperiksa KPK enggan berkomentar. "Ngga usah, terima kasih," katanya. Kata-kata itu ia selau utarakan saat ditanya mengenai proposal dan dana yang dicairkan dalam proposal itu. Hingga kini KPK telah memeriksa sekitar 32 dari 40 anggota DPR. Pemeriksaan kepada anggota Dewan akan terus dilakukan hingga Sabtu (26/4). Saat ini, KPK baru menetapkan Plt Bupati Kukar, Samsuri Aspar sebagai tersangka dalam kasus ini. (reo)
Sumber : Tribun Kaltim dan dipublish pada 24 April 2008

Dugaan Korupsi Bansos Kukar

"Pusing aku, pusing aku mas," kata pria itu sambil memegangi kepalanya. Wajahnya tampak tak bergairah. Ia bingung. Pria itu adalah staf sebuah dinas di lingkungan Pemkab Kukar. Ia minta namanya tak disebutkan. "Selama ini saya tidak pernah diperiksa. Tahu-tahu, kemarin (Senin 14/4), saya mendapat surat untuk menghadiri pemeriksaan dana bansos (bantuan sosial). Dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lagi," kata pria itu seraya tersenyum kecut. Ia menceritakan, KPK menanyainya seputar proposal Festival Mahakam 2005 di Kota Bangun, Kukar. Di proposal itu tercantum namanya sebagai ketua dan tanda tangannya. Yang membuatnya shock, anggaran yang dicairkan untuk kegiatan itu sebesar Rp 1,5 miliar.
"Sampai sekarang saya nebeng dengan mertua saya. Kalau saya punya uang Rp 1,5 miliar, saya pasti punya rumah sendiri," kata pria itu.

Ia mengaku, tanda tangan yang tertera di proposal itu memang tanda tangannya. Namun, tanda tangan itu adalah tanda tangannya saat ini. Ia menjelaskan tanda tangannya berubah. "Tanda tangan yang ada di proposal itu berbeda dengan tanda tangan di KTP saya dulu. Tapi sama dengan tanda tangan di KTP saya sekarang," tuturnya. Selain proposal kegiatan itu, ia juga dimintai keterangan seputar kegiatan 17 Agustus di Kelurahan Timbau. Sama seperti proposal Festival Mahakam, namanya juga tercantum di proposal yang mendapatkan bantuan dana sekitar Rp 20 juta.

"Saya ini sejak dulu tinggal di Timbau, lalu ngapain saya membuat proposal di Bukit Biru, sementara di Timbau saja tak ada kegiatan," kata pria yang mengaku tak pernah membuat proposal dan terlibat kegiatan pada tahun itu. Kini, ia hanya menanti panggilan berikutnya. "Tadi sudah diperbolehkan pulang. KPK hanya mengatakan apakah sudah meninggalkan nomor HP atau belum. Kalau sudah, nanti kalau ada apa-apa akan dikontak lagi," ucapnya. (reo)
Dipublikasikan Tribun Kaltim 16 April 2008

Minggu, 26 April 2009

KPK Bawa Rp 6 M dengan Tas Kresek

TENGGARONG, TRIBUN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa uang tunai tak kurang dari Rp 6 miliar hanya dengan menggunakan tas kresek. Uang itu merupakan uang dana bantuan sosial (bansos) yang dikembalikan sejumlah anggota DPRD Kukar yang telah diperiksa KPK terkait dugaan korupsi. Kamis (24/4) sekitar pukul 15.05, dua orang anggota KPK, pria dan wanita muda, bergegas menuju Mobil Kijang Inova silver yang diparkir di depan ruang fotokopi, tak jauh dari ruang pemeriksaan. Wanita mengenakan kacamata itu terlihat membawa tas keresek berwarna merah. Dalam tas itu tampak lembaran uang yang tersusun rapi. Mobil yang ditumpangi anggota KPK itu kembali sekitar pukul 16.45.

Ketika ditanya, Riky Haznul, salah satu anggota KPK, mengaku bahwa uang tersebut adalah uang bansos yang dikembalikan anggota DPRD. Uang tersebut baru saja disimpan di BPD Kaltim Cabang Tenggarong.  "Hmm... jumlah uang yang sudah dikembalikan sekitar Rp 6 miliar. Sebagian dikembalikan melalui kami, dan sebagian ada yang langsung ke kas daerah," kata Riky. Namun ia tidak menjelaskan berapa uang yang ada di dalam tas kresek itu. Jumlah uang yang dikembalikan itu baru setengah dari jumlah uang yang dibagikan kepada 37 anggota dewan. Jumlah seluruhnya Rp 13,875 miliar.  Menurut data dari KPK, setiap anggota DPRD Kukar mendapat uang bansos sebesar Rp 375 juta.

Sebelumnya pada hari yang sama, lima  anggota DPRD Kukar mengembalikan uang bansos tahun 2005. Uang tersebut mereka kembalikan kepada Komisi KPK di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Tenggarong.  KPK juga melanjut memeriksa sejumlah anggota DPRD Kukar. Giliran yang diperiksa kemarin adalah  Mahdalena, Zainuddinsyam, Rusliandi, Sutopo Gasip, Suwaji, Abdul Wahid Katung, Dedi Sudarya dan Khairuddin. Sekitar pukul 14.05 Mahdalena keluar dari ruang pemeriksaan. Saat ditanya Mahdalena mengaku telah mengembalikan dana bansos. "Tadi sudah (dikembalikan), sisanya (yang harus dikembalikan) sekitar Rp 20 juta," katanya. Kemudian ia pergi tanpa menjelaskan berapa jumlah uang yang ia kembalikan saat itu.

Tak lama kemudian, Rusliandi, Zainuddinsyam dan Suwaji menyusul keluar dari ruang pemeriksaan. Zainuddinsyam dan Rusliandi tertawa saat ditanya apakah mereka baru mengembalikan uang ke KPK. "No comment aja," kata Zainuddinsyam kemudian tersenyum. Sementara itu Suwaji mengakui baru saja mengembalikan uang tersebut. "Ya, tadi ada mengembalikan dana bansos," kata Suwaji.
Namun ia enggan menjelaskan beberapa besar dana yang ia kembalikan. Ia hanya tersenyum ketika ditanya hal itu. Ketiga anggota dewan itu membawa tas hitam kecil yang modelnya mirip tas laptop yang dijinjing.

Sekitar lima menit kemudian, Sutopo Gasip datang, juga membawa tas hitam kecil. Saat ditanya, ia hanya tertawa. Begitu pun saat keluar ruangan, ia tak menjawab apapun. Abdul Wahid Katung yang datang dan keluar terakhir, tak mengaku dirinya dipanggil KPK. "Saya ngurus SIM," katanya sambil melangkah cepat dan menjauhi Tribun. Pria yang tampak terkejut mendengar pertanyaan wartawan itu juga membawa tas hitam. Modelnya lebih kecil dibandingkan rekannya.

Pembagi Dana Diperiksa lagi
MEMASUKI hari kesepuluh pemeriksaan saksi-saksi berkaitan dengan dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) APBD 2005 Kutai Kartanegara (Kukar) senilai Rp 13, 875  miliar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi dalam kasus ini. Mereka masing- masing Khairuddin dan Dedi Sudarya. Kedua anggota DPRD Kukar itu diperiksa di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Kamis (24/4). Khairuddin disebut-sebut oleh rekan-rekannya di DPRD sebagai orang yang membagi-bagikan dana bansos. Selain itu rumahnya kerap menjadi tempat ia membagikan dana bansos. Sedangkan Dedi Sudarya,  adalah anggota DPRD yang meminta dan mengumpulkan KTP sejumlah warga masyarakat.

Khairuddin baru kali pertama menjalani pemeriksaan oleh KPK, selama lembaga itu di Tenggarong. Sementara itu, Dedi Sudarya pernah diperiksa pada Rabu (23/4). Dari pantauan Tribun, keduanya datang sekitar pukul 11.00. Khairuddin sempat keluar saat Shalat Dzuhur. Ketika ditemui, ia minta agar wawancara dilakukan setelah pemeriksaan. "Nanti saja, sehabis shalat, saya masih diperiksa," kata Khairuddin. Kemudian sekitar pukul 14.30, Dedi Sudarya dan Khairuddin keluar bersamaan. Selain keduanya, keluar seorang pria berkacamata. Mereka berjalan bersama-sama menuju Toyota Kijang berwana biru yang parkir di luar Polres Kukar. Dedi Sudarya mengatakan, pemeriksaannya sama seperti kemarin.

Sementara itu Khairuddin mengatakan tidak ada pemeriksaan hanya berbicara-berbicara biasa. "Hmm. nggak (ada pemeriksaan). Ngobrol-ngobrol biasa saja," ujarya. Ketika ditanya bahwa selama ini rumahnya menjadi tempat pemberian dana bansos, Khairuddin enggan menanggapi. "Terserah saja kalau mereka ngomong seperti itu," katanya. KPK juga memanggil Fajrin Tridalaksana, seorang karyawan media massa. Pria ini mengaku memasukkan proposal dalam dana bansos. "Nanti konfirmasi ke KPK saja," kata Fajrin, saat ditanya, apakah ia menerima dana bansos atau tidak.
Selain itu, KPK juga memeriksa Aidi, mantan bendahara Asisten IV Bidang Kesra, Humas dan Protokol pada tahun 2005.

Saat itu, semua dana bansos ditangani oleh Asisten IV. Dari pantauan Tribun, tampak juga beberapa staf Pemkab Kukar naik membawa tiga buah kotak yang berisi dokumen-dokumen. Namun, saat ditemui mereka enggan diwawancara. "Maaf, saya tak punya kewenangan untuk menjawab," ujarnya. Pemeriksaan saksi-saksi ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dana bansos yang menetapkan Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar sebagai tersangka. (reo)

Sumber : Tribun Kaltim dan dipublish 25 April 2008

Sabtu, 25 April 2009

Syamsuri Aspar Belum Diperiksa

DARI pantauan Tribun di kantor Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) dan DPRD Kukar, tak ada pemeriksaan barang bukti dan pengeledehan. "Nggak ada (pemeriksaaan). Surat penggeledahan KPK juga tak ada," kata seorang petugas jaga Ruangan Wakil Bupati Kukar, Selasa (15/4). Ia juga memberitahukan bahwa  Plt Bupati Kukar,Samsuri Aspar saat itu sedang menemani tamu dari Jakarta yang datang ke Tenggarong. Hal serupa didadapi di ruangan Bagian Sosial dan Asisten IV Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Humas Protokol (Humpro). Beberapa staf di kedua ruangan itu, mengaku tak ada pemeriksaan, ataupun petugas KPK yang mengambil barang bukti. Di DPRD juga tak terjadi pemeriksaan. Anggota Komisi II, Suryadi mengaku tak mendengar kabar akan hal itu, atau informasi bahwa ruangan akan digeledah.

Sementara itu, Kabag Humpro Pemkab Kukar Sri Wahyuni mengatakan, Samsuri melakukan tugas seperti biasa. "Bapak menemani kunjungan Komisi IX DPR RI ke RS Parikesit hingga siang tadi. Sedangkan kemarin (Senin 14/4), Bapak menemani kunjungan DPRD Kaltim. Bapak menjalankan tugas seperti biasa," kata Sri menjawab pertanyaan Tribun apakah Samsuri sudah diperiksa oleh KPK atau belum.  Ketika dikonfirmasi ke kediamannya di Pendopo Wakil Bupati, beberapa petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tak mengizinkan Tribun untuk masuk. Sama seperti alasan malam sebelumnya, Samsuri sedang istirahat. "Bapak sedang istirahat. Kalau mau bertemu, besok pagi saja di kantor," ujarnya. (reo)
Dipublikasikan Tribun Kaltim 16 April 2008

Jumat, 24 April 2009

KPK Periksa Penjual Nasi Kuning

Pengusutan Dugaan Korupsi Bansos Kukar Terus Berjalan

TENGGARONG, TRIBUN - Pada hari ketiga pemeriksaan beberapa saksi terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Kutai Kartanegara (Kukar), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga orang perempuan. Satu orang mengaku sebagai penjual nasi kuning dan dua  lainnya mengaku sebagai ibu rumah tangga. Ketiga orang ini diperiksa secara intesif sekitar 1 jam, mulai pukul 14.30 hingga 15.30 di Ruang Aria Guna Polres Kutai Kartanegara (Kukar), Tenggarong, Rabu (16/4). Ketiganya mengaku dipanggil karena nama, tandatangan ,dan KTP mereka tercantum dalam tiga proposal yang mencairkan dana sebesar Rp 1,185 miliar.

Setelah diperiksa, awalnya, penjual nasi kuning ini menolak menceritakan pemeriksaan terhadap dirinya. Ia mempercepat langkahnya ketika dikerubungi wartawan. Namun,  ia akhirnya menceritakan pemeriksaannya. Menurut wanita yang menggunakan penutup kepala putih dan baju coklat ini, ia ditanyai seputar keterlibatan dirinya sebagai ketua dalam proposal Forum yang berkaitan dengan penyakit AIDS/HIV di Kukar. Ia mengaku terkejut dengan keberadaan namanya. Sebab, ia merasa tidak pernah menandatangani proposal tersebut. Apalagi, proposal ini mendapatkan bantuan sebesar Rp 420 juta dari APBD 2005. "Saya ini tidak pernah terlibat dalam kegiatan atau forum apa pun. Saya tidak sekolah, saya hanya tamat SD, bagaimana mau aktif di organisasi-organisasi," ucapnya.
Ia juga menolak menyebutkan namanya. "Ngga usah, nanti pelanggan saya berkurang kalau nama saya ditulis," ujarnya.

Menurutnya, ini adalah pemanggilan kedua setelah beberapa tahun lalu. "Saya lupa tepatnya kapan, tapi ini yang kedua kalinya. Kemarin saya dihubungi akan diperiksa, saya bilang tidak usah, karena saya pasti akan datang. Saya merasa tidak bersalah, makanya saya mau datang," ujarnya.
Sementara itu, dua ibu rumah tangga lainnya keluar sekitar pukul 15.30. Mereka tampak kaget saat ditanyai mengenai materi pemeriksaannya. Mereka menggunakan baju merah dan ungu. Ibu yang mengenakan baju ungu lalu menceritakan pemeriksaan mereka yang kedua kalinya. "Tadi ditanyai proposal kegiatan apa ya, saya lupa namanya. Tapi, di dalam proposal itu ada nama saya, tandatangan dan KTP saya. Saya merasa tidak pernah menandatangani atau terlibat dalam kegiatan itu," ucapnya.
Proposal yang ia tandatangani itu berhasil mendapatkan bantuan sebesar Rp 520 juta. Sedangkan rekannya, mendapatkan hanya sekitar Rp 245 juta. Mereka berdua juga tak bersedia namanya dikorankan. "Seingat saya, pada tahun 2005, ada orang yang minta mengumpulkan fotocopi KTP saya dengan jumlah banyak. Katanya, untuk mendapatkan petak sawah," ucapnya. Namun, ia lupa sama nama pria itu.

Selain mereka berdua, seorang pria yang mengaku bekerja di sektor swasta juga diperiksa. Namun, ia enggan menceritakan proses pemeriksaannya. Ia hanya mengangguk saat ditanya apakah pemeriksaan seputar proposal. "Maaf, saya mau pergi dulu," katanya seraya pergi. Keempat orang tersebut melengkapi pemeriksaan mengenai pencairan proposal kegiatan yang mereka rasa tak pernah mereka tandatangani. Selasa (15/4) lalu, seorang pria yang bekerja di Dinas di lingkungan Pemkab Kukar juga diperiksa KPK. Ia ditanyai pencairan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk kegiatan Festival Mahakam 2005 di Kota Bangun. Kemudian proposal kegiatan 17 Agustus 2005 di Kelurahan Bukit Biru senilai Rp 20 juta. Ia mengaku, tidak pernah menandatangani kedua proposal itu atau terlibat dalam kedua kegiatan tersebut. Dengan begitu, ada sekitar 5 proposal dengan nilai Rp 2,7 miliar yang tak diakui orang-orang yang menandatangani proposal itu.

Kembalikan Uang Bansos
SELAIN memeriksa 4 warga masyarakat dianggap menandatangani proposal senilai Rp 1,185 miliar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memeriksa lima Anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Rabu (16/4). Kelima anggota DPRD itu adalah Salehuddin, I Made Sarwa, Sutopo Gasip, Yayuk Sehati dan Abdul Djebar Bukran. Lima anggota dewan tersebut diperiksa secara bersamaan sekitar pukul 10.00 hingga pukul 12.00. Yayuk Sehati, yang keluar duluan, sekitar pukul 11.30, enggan menjelaskan materi pemeriksaannya. "Saya no comment dulu," kata Yayuk seraya masuk ke dalam Mazda pick up 2,5 turbo speed.

Tak lama kemudian  keluar I Made Sarwa dan Sutopo Gasip. Kepada Tribun, Sutopo mengaku  ditanyai seputar bantuan sosial (bansos), seperti rekan-rekannya yang lain. Ia enggan menjelaskan bansos tersebut dalam bentuk apa. Ia mengatakan akan mengembalikan uang tersebut. Namun, ia tidak merinci berapa jumlahnya. Hal serupa dikatakan Abdul Djebar. Menurutnya, pengembalian dana bansos ini atas saran dari penyidik KPK. Namun, ia enggan menjelaskan berapa besar, kapan dan ke mana mereka akan mengembalikan dana tersebut. "Yah, itu aja dulu ya," katanya seraya tersenyum.
Selain kedua anggota Dewan tadi, seorang anggota DPRD yang telah diperiksa mengungkapkan bahwa dirinya telah mengembalikan dana tersebut jauh sebelum proses pemeriksaan KPK. Ia baru tahu, bahwa duit tersebut berasal dari bansos.

Ia mengira, duit tersebut merupakan dana 'terima kasih' setelah Pilkada Bupati 2005. "Saya pikir, duit tersebut berasal dari duit pribadi. Ternyata dari APBD Kukar, kalau tahu seperti itu, saya tak akan terima," ucapnya. Sementara itu, seorang penyidik KPK mengakui sempat menyarankan agar anggota dewan mengembalikan dana tersebut. "Iya dong, dana tersebut harus dikembalikan," ucapnya. Dengan diperiksanya kelima anggota DPRD Kukar itu, melengkapi sekitar 11 anggota DPRD yang diperiksa selama 3 hari. Kesebelas anggota DPRD itu di antaranya  adalah Ketua DPRD Kukar Rahmat Santoso, Mantan Ketua DPRD Kukar Bachtiar Effendi dan Ketua Komisi II Setia Budi. Menurut Rahmat, semua anggota DPRD akan dipanggil untuk menjadi saksi dalam pemeriksaan kasus ini.

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) ini di antaranya adalah pemberian bantuan biaya perjalanan dinas anggota DPRD Kukar, yang dianggarkan pada anggaran dana Bansos sebesar Rp 18,5 miliar pada tahun 2007. Kemudian dugaan korupsi pada pemberian bantuan penyelenggaran band pada kegiatan perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus tahun 2005 di 18 Kecamatan Kukar sebesar Rp 5,4 miliar. Saat kasus ini di tingkat penyelidikan, KPK sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pejabat Pemkab dan beberapa anggota DPRD Kukar. Diantaranya yang pernah diperiksa adalah Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar, Ketua Komisi II Setiabudi, mantan Ketua DPRD Bachtiar Effendi, dan anggota DPRD Chaeruddin.

Untuk kerugian negara dalam kasus ini, KPK belum bisa menyampaikan angkanya dengan pasti, karena masih dalam penghitungan yang menjadi bagian dalam proses penyidikan. Akan tetapi beberapa waktu lalu saat mengumumkan  Samsuri telah menjadi tersangka, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan kerugian negara yang dialami dalam kasus ini mencapai miliaran rupiah. (reo/persda network/bdu)

Dipublikasikan Tribun Kaltim 17 April 2008

Kamis, 23 April 2009

KPK Periksa Kepala Bappeda

Dugaan Korupsi Dana Bansos

TENGGARONG, TRIBUN - Di hari terakhir pemeriksaan saksi-saksi terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) 2005 senilai Rp 18,5 miliar, Jumat (25/4), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi. Mereka adalah Kepala Bappeda Kutai Kartanegara Kukar Fathan Junaedi dan Ketua Komisi II DPRD Kukar Setia Budi. Selain memeriksa kedua saksi, KPK juga memanggil beberapa anggota DPRD untuk menandatangani Surat Pernyataan Penerima Barang Bukti di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Jumat (25/4).

Fathan datang sekitar jam 09.45, setelah itu Setia Budi menyusul. Kemudian setelah dua jam, sekitar pukul 11.50 Fathan keluar disusul Setia Budi. Fathan mengaku  dipanggil untuk memberi keterangan terkait Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Panitia Anggaran (Panggar) Eksekutif dan Panggar Legislatif.  "Tadi saya diminta untuk menjelaskan peranan panggar eksekutif dan legislatif," katanya, seraya pamit untuk shalat Jumat. Sedangkan Setia Budi enggan menjelaskan materi pemeriksaannya. "Ya, sama seperti yang lain," kata Setia Budi, menjawab pertanyaan Tribun apakah dia datang untuk diperiksa KPK. Ia lalu masuk ke mobil Kijang Inova perak.

Kemudian beberapa anggota DPRD yang terdiri dari Marwan, M Irkham, G Asman Gilir, Zainuddinsyam, Abu Bakar Has, Joice Lidya, I Made Sarwa, Sudarto, Rahmat Santoso, Abdul Djebar, Mus Muliadi, Yayuk Sehati dan Khaeruddin masuk ke ruang pemeriksaan secara bergantian mulai pukul 11.30-17.00. Saat keluar, rata-rata mereka membawa beberapa lembar kertas putih. Irkham menjelaskan bahwa kertas itu merupakan Surat Pernyataan Penerimaan Barang Bukti. Ia sempat memperlihatkan surat itu, namun segera menutupnya kembali. Menurut Irkham surat itu diberikan kepadanya karena telah mengembalikan dana bansos yang ia terima.  "Saya hanya terima Rp 175 juta. Walaupun begitu, saya akan tetap bayar Rp 375 juta. Saat ini, saya baru membayar setengahnya," kata Irkham.

Ia enggan menyebutkan berapa yang ia telah bayar dan juga tak menjelaskan mengapa ia mau mengembalikan selisih uang yang ia tidak terima Rp 200 juta. Sementara itu, Marwan juga enggan menjelaskan apa isi surat itu. "Tak usahlah, ini internal kami. Biar kami saja yang tahu," kata Marwan.
Beberapa anggota DPRD lainnya hanya mengiyakan bahwa isi surat itu tentang Surat Penerimaan Barang Bukti. Namun sama dengan Irkham, mereka juga tak mau memperlihatkan kepada Tribun isi surat itu. Sementara itu, Penyidik KPK Riky Haznul membenarkan bahwa surat itu adalah Surat Pernyataan Penerimaan Barang Bukti. "Itu Surat Penyitaan," katanya seraya masuk ke dalam mobil Kijang Inova perak.

Sebelumnya, Riky menjelaskan, hingga hari terakhir pemeriksaan, jumlah uang bansos yang dikembalikan baru sekitar Rp 6 miliar. Menurut data KPK, dana bansos sebesar Rp 18,5 miliar itu dibagikan ke 36 anggota DPRD (bukan 37) dan kepada eksekutif. "Anggota dewan menerima sekitar Rp 13 miliar dan sisanya dibagi-bagikan ke eksekutif. Dana Rp 18,5 miliar itu, merupakan dana yang berasal dari proposal  fiktif," kata sumber dari KPK. Ia juga menjelaskan setiap anggota DPRD mendapat Rp 375 juta. Dari catatan Tribun, beberapa masyarakat setelah diperiksa KPK mengaku tak pernah menerima dana dari proposal. Padahal, dalam proposal itu terdapat nama, tandatangan dan KTP mereka. Dari pengakuan mereka, Tribun mencatat sekitar Rp 6 miliar dana yang dicairkan ke proposal itu.

Hingga saat ini, KPK baru menetapkan Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar, sebagai tersangka dalam kasus ini. Riky enggan menjelaskan peranan Samsuri dalam kasus ini. "Wah itu teknis, saya tidak bisa beritahu," katanya. (reo)
Sumber Tribun Kaltim dan dipublish 26 April 2008

TENGGARONG, TRIBUN - Beberapa anggota DPRD Kutai Kartanegara menegaskan akan mengembalikan dana bantuan sosial (bansos) yang mereka terima. Pengembalian dilakukan karena mereka merasa dana tersebut tidak berhak mereka terima. Besarnya dana tersebut sekitar Rp 375 juta per orang. Ketua DPRD Kukar Rahmat Santoso mengatakan, anggota Dewan akan mengembalikan dana bansos yang ia terima.  "Kalau menurut saya, penerimaan itu sah. Karena ada kuitansi dan bukti-buktinya, tapi kalau itu dianggap salah akan kami kembalikan. Kemarin, kami tidak tahu kalau itu salah (dari bansos), kalau kami tahu,  tak akan kami terima," kata Rahmat, ditemui usai Rapat Paripurna ke-8 dan 9 yang menetapkan Perda Zakat dan Investasi Modal Daerah di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kukar, Kamis (17/4).

Ketika ditanya mengenai nominal yang akan mereka kembalikan. Rahmat meminta, agar hal itu ditanyakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, kalau ia tahu, maka itu melebihi kewenangan KPK. Selain itu, ia juga mengaku lupa berapa jumlahnya. "Karena waktunya sudah lama, kami banyak lupanya. Tapi kami, mengakui hal itu di depan KPK, dan kami akan mengembalikan," ucapnya. Ia mengatakan, hal ini dilakukan, karena dalam beberapa aturan pemerintahan, jika ada prosedur atau mekanisme administrasi yang salah, maka kewajiban yang menerima untuk mengembalikan dan tersebut. "Perlu diingat, bahwa pembagian dana tersebut tak ada kesepakatan dalam DPRD. Dan kita tidak tahu dan tersebut dari bansos," ucapnya.

Senada dengannya, Wakil Ketua DPRD Kukar Joice Lidya juga mengatakan aka mengembalikan dana tersebut. Walaupun, belum ada keputusan tetap mengenai kasus ini. "Kami tidak akan menunggu keputusan tetap. Kami akan mengembalikannya. Karena kami baru tahu, dana yang kami terima tersebut, ternyata tidak layak untuk kami terima," ucapnya. Pembicaraan seputar pengembalian dana dan pemeriksaan KPK ini menjadi pembicaraan hangat anggota Dewan. Setelah rapat paripurna, sembari menyantap makanan ringan, beberapa anggota Dewan membentuk lingkaran kecil di dekat pintu masuk. Pembicaraan mereka cukup lama, sekitar 30 menit. Nama KPK dan materi pertanyaan KPK berulang kali disebut dalam pembicaraan mereka. Suara tawa terdengar beberapa kali dalam obrolan itu.

Ditemui usai pembicaraan tersebut, seorang anggota Dewan yang enggan disebutkan namanya mengaku akan mengembalikan dana bansos tersebut. Menurutnya, dana tersebut berjumlah sekitar Rp 375 juta. Pertama diberikan sebesar Rp 250 juta dan sisanya Rp 125 juta. Penyaluran dana tersebut melalui Bank BPD Kaltim cabang Tenggarong. "Saya pikir, duit itu bantuan dari Bupati karena menang Pilkada. Selama ini kan dia dikenal royal. Ternyata dana bansos. Kalau tahu seperti itu, saya tak akan mengambilnya," ucapnya. Menurutnya, pengembalian dana ini juga atas desakkan KPK saat pemeriksaan. "KPK bilang, dananya dikembalikan ke kas KPK, bukan ke kas daerah," katanya.

Kini, ia bingung mencari tambahan dana tersebut. Sebab, ia merasa gaji DPRD selama 16 bulan ke depan atau hingga berakhirnya masa jabatannya, tidaklah cukup. Apalagi, ia juga harus menyiapkan dana, untuk menghadapi Pilkada Legislatif pada April 2009.  Menurut penelusuran Tribun, besarnya dana bansos yang diterima tidak sama setiap anggota. Ada yang mendapat kurang dari Rp 375 juta dan sebaliknya, lebih besar. Bahkan, tiga anggota Dewan  dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku tidak menerima dana bansos tersebut. "Tidak sesuai aturan, nanti saja. Tidak  enak sama teman-teman," kata Saiful Aduar ketika ditanya alasan mengapa tidak mengambil dana bansos tersebut.

Proposal Fiktif Rp 3,4 M
Kemarin KPK kembali memanggil anggota DPRD Kukar dan beberapa warga. Pemanggilan ini berkaitan dengan pemeriksaan dugaan korupsi dana bansos tahun 2005 sebesar Rp 18,5 miliar. Anggota DPRD yang diperiksa  adalah Abdul Sani, Sudarto, Magdalena dan Wahyudi. Sementara anggota dewan lainnya yang telah diperiksa Rabu lalu, Salehuddin juga tampak masuk ke ruangan pemeriksaan di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Kamis (17/4).

Pemeriksaan berlangsung sekitar pukul 09.30 hingga pukul 12.10. Abdul Sani, yang keluar pertama, sekitar pukul 11.05 enggan berkomentar. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Berbeda dengannya, Wahyudi, mengakui ditanya seputar bansos. "Ya, ditanya seputar bansos. Kita tidak tahu kalau itu dari APBD, kalau itu dari APBD akan kita kembalikan," ucapnya. Ia mengakui, akan segera mengembalikan dana sebesar Rp 375 juta itu. Sudarto dan Magdalena yang keluar sekitar pukul 12.10, relatif tertutup. Mereka hanya tersenyum ketika ditanya seputar pemeriksaan terhadap dirinya. "Ngobrol-ngobrol biasa saja," kata Mangdalena seraya mempercepat langkahnya. Warga yang masuk setelah shalat dzuhur datang tidak bersamaan. Dari pengamatan Tribun, ada sekitar 9 orang yang masuk ke ruang pemeriksaan. Enam warga enggan memberikan keterangan, bahkan menghindar dari wartawan. Satu diantaranya adalah Aida. Ia mantan bendahara Asisten IV Bidang Kesra dan Humpro Pemkab Kukar saat dipegang Basran Yunus.

Pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kukar adalah Asisten IV di era pencairan dana bansos tersebut. "Nanti aja mas, nanti aja. Kalau sudah waktunya, akan saya ceritakan semuanya," kata Aida. Sementara tiga lainnya, yakni Hendro Waluyo, petani asal Bukit Biru, Faroek, staf di satu kelurahan dan seorang wanita muda. Hendro mengaku, namanya dan tandatangannya tercantum dalam proposal serta kwitansi senilai Rp 413 juta. Proposal itu berkaitan dengan kegiatan Wirakarya. Faroek mengaku menandatangani proposal sekitar Rp 200 juta-an dan wanita itu menandatangani proposal Rp 350 juta. Ketiganya mengaku kaget, nama, tandatangan dan KTP mereka terdapat dalam proposal itu. "Proposal itu nilainya Rp 350 juta. Untuk kegiatan di pedalaman, semacam pertemuan pemuda-pemudi," ucap wanita yang mengenakan sepeda motor Jupiter itu. Hingga hari keempat pemeriksaan, terdapat sekitar 8 proposal yang tak diakui penandatangannya. Nilai kedelapan proposal itu senilai nilai Rp 3,4 miliar. (reo)
Dipublikasikan Tribun Kaltim 18 April 2008

Minggu, 19 April 2009

Samsuri : Coba Tanyakan Ke Aswin

Saling Lempar Transparansi APBD Kutai Kartanegara

TENGGARONG, TRIBUN - Plt Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Samsuri Aspar mengatakan, ia tidak mengetahui secara pasti apakah untuk melihat dokumen APBD secara terperinci harus menggunakan memo darinya atau tidak. Ia menyarankan agar, siapa saja atau lembaga yang ingin mengetahui dokumen tersebut menanyakan mekanismenya kepada Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar Aswin. "Bukan memo, tapi ada ketentuan atau aturan mainnya mengenai itu (dokumen APBD). Saya kurang tahu itu, coba kamu tanyakan sama Aswin (Sekkab Kukar) dulu, karena dia Ketua Panggar Eksekutif," kata Samsuri ketika ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna 8 dan 9 mengenai Penetapan Perda Zakat dan Investasi Modal Daerah di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kukar, Kamis (17/4).

Jawaban Samsuri itu terkait ucapan Ketua Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Hardi. Sebelumnya, seperti yang diberitakan Tribun sebelumnya, Hardi mengatakan bahwa masyarakat yang ingin mengetahui dokumen APBD 2008 harus membawa memo atau mendapat surat izin dari Bupati. "Memang tidak ada dalam perda (peraturan daerah) atau peraturan lainnya, tapi memang caranya seperti itu. Harus melewati izin dari Bupati, karena Bupati yang menandatangani APBD itu," kata Hardi, Selasa (8/4) lalu.  Awalnya, Hardi menjelaskan, untuk mengetahui dokumen APBD secara global, masyarakat dapat melihatnya di Humas Pemkab Kukar. Ia juga mengatakan bahwa dirinya atau BPKD tidak berhak meminjamkan atau memperlihatkan dokumen itu kepada masyarakat. "Bukan ke saya, tapi ke Bupati," katanya mengulangi jawaban pertama.

Ia juga menyarankan, jika ingin melihat anggaran setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), maka masyarakat dapat mendatangi SKPD masing-masing.Sebelumnya, awal April lalu, Tribun menanyakan hal yang sama ke beberapa staf di BPKD. Tampaknya, mereka tidak paham di mana harus mendapatkannya. Ketika menemui seorang staf Bagian Pembukuan, ia menyarankan agar datang ke Bagian Anggaran Pemkab Kukar. Ia juga mengatakan, bahwa untuk mendapatkannya perlu memo dari Kepala BPKD. Sebelumnya, sekitar akhir Maret, Tribun pernah menemui bagian Anggaran, menurut mereka, dokumen tersebut tidak didapatkan di bagiannya, tapi di BPKD.
Pernyataan Hardi itu ditanggapi keras, oleh Direktur LSM BOM Junaidi. Menurutnya, anggaran apa pun harus dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat. Karena masyarakat berhak tahu penggunaan dananya.

"Bagaimana kita menjalankan fungsi pengawasan, jika kita tidak tahu apa yang harus diawasi. Kita harus tahu item-item pengelolaan keuangan. Jika tidak, fungsi kontrol dari masyarakat tidak jalan. Akibatnya, seperti pemerintahan dahulu, akan banyak pejabat yang dikerangkeng karena pemerintah tidak transparan. Apalagi anggaran tahun ini sangat besar sekitar Rp 5,5 triliun," ujarnya.

Karena itu, ia berharap, kepada pemerintahan saat ini, tidak mengulangi hal-hal yang terjadi pada masa lalu. Pemkab harus memberikan kemudahan kepada masyarakat  yang ingin mengetahui APBD 2008. "Saya lupa perda nomor berapa yang mengaturnya. Tapi masyarakat berhak tahu APBD. Karena, dengan dokumen APBD itu, mereka dapat mengetahui, apakah penggunaan anggaran tahun ini, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak ? Apakah ada anggaran yang diselewangkan atau tidak," ujarnya. (reo)


Dipublikasikan Tribun Kaltim 18 April 2008

Soal Dugaan Korupsi Dana Bansos Kutai Kartanegara

TENGGARONG, TRIBUN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) dan beberapa warga di Ruang Aria Guna Polres Kukar, Jumat (18/4). Pemanggilan ini berkaitan dengan pemeriksaan dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2005 sebesar Rp 18,5 miliar. Anggota DPRD yang diperiksa kemarin adalah Edy Mulawarman, Abdul Rahman, Fathur Rachman dan G Asman Gilir. Pemeriksaan berlangsung sekitar pukul 09.30 hingga pukul 11.30.

Abdul Rahman, yang keluar pertama sekitar pukul 11.05,  enggan berkomentar. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Begitu juga dengan G Asman Gilir, ia mengaku tak belum diperiksa KPK. "Belum, belum diperiksa," katanya seraya melambaikan tangganya tanda belum diperiksa.
Berbeda dengan keduanya, Fathur Rachman menceritakan prosesnya. Ia mengaku, bahwa KPK menanyakan berapa besar dana bansos dan kesediaan untuk mengembalikannya. "Bagaimanalah caranya, agar saya dapat mengembalikan uang tersebut. Apakah mau jual tanah, atau jual apalah, yang penting bisa untuk mengembalikan uang itu" ucapnya.  Edy yang keluar terakhir, malah bercerita banyak tentang pemeriksaannya. "Saya minta agar KPK memberikan saya tempo untuk mengembalikan dana itu. Saya punya keluarga, saya punya tanggungan. Dan saya siap mengembalikan dana itu," ujarnya.

Ia juga siap dipenjara. Asalkan prosesnya nanti benar-benar adil. "Kalau saya menerima dana Rp 1 miliar dan mendapat hukuman tertentu, lalu ada yang mendapat dana Rp 2 miliar, maka tinggal dikalikan saja berapa dana hukuman orang itu. Itu baru adil," ujarnya. Keempat wakil rakyat ini melengkapi sekitar 22 wakil rakyat yang telah dipanggil KPK hingga hari Jumat. Beberapa anggota dan pimpinan DPRD Kukar sudah dipanggil. Tinggal, sekitar 18 anggota Dewan yang belum dipanggil. Selain memeriksa anggota dewan, KPK juga memeriksa masyarakat biasa. Dari masyarakat tersebut, Tribun mendapatkan, terdapat sekitar 11 proposal tak bertuan dengan nilai Rp 3,6 miliar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pembangunan total gedung SMA 1 Tenggarong yang tercantum dalam APBD 2008, yakni senilai Rp 2,45 miliar.

Kesebelas proposal itu tak bertuan karena tak diakui oleh masyarakat yang nama, tandatangan dan KTP-nya tercantum di proposal itu. Mereka juga mengaku tak menerima sepeser pun dari dana yang dicairkan dari proposal itu. Kamis lalu, Hendro Waluyo, petani asal Bukit Biru mengaku, nama dan tandatangannya tercantum dalam proposal serta kwitansi senilai Rp 413 juta. Proposal itu berkaitan dengan kegiatan Wirakarya. Rekannya, Faroek mengaku menandatangani proposal sekitar Rp 200 juta-an dan seorang wanita muda menandatangani proposal Rp 350 juta. Ketiganya mengaku kaget, nama, tandatangan dan KTP mereka terdapat dalam proposal itu. "Proposal itu nilainya Rp 350 juta. Untuk kegiatan di pedalaman, semacam pertemuan pemuda-pemudi," ucap wanita yang mengenakan sepeda motor Jupiter.

Sedangkan kemarin,  dua orang pemuda mengaku menandatangai proposal senilai ratusan juta rupiah. Jumlah ini dipastikan akan terus bertambah seiring dengan banyaknya masyarakat yang akan diperiksa KPK. Penyidik KPK sendiri enggan memberikan komentar mengenai berapa nominal rupiah dari proposal yang tak bertuan itu.

Hanya Terima Rp 200 Juta
Tak seperti anggota DPRD Kukar lainnya yang menghindar saat bertemu wartawan, Eddy Mulawarman malah bercerita blak-blakkan tentang proses pemeriksaan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (18/4). Bahkan, saat difoto, ia sempat bergaya dengan jarinya mengacungkan tanda victory (kemenagan). Ditemui di kantin dekat Ruang Aria Guna Polres Kukar, tempat pemeriksaan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos), Eddy menceritakan, KPK menanyai tentang penerimaan dana tersebut. "Saya ini hanya korban. Saya tak tahu kalau itu bansos.  Saya diberi travel cheque BNI senilai Rp 150 juta. Tak ada tulisan  dan penjelasan bahwa itu dana bansos," ucapnya.

Ia juga mengatakan, saat menandatangani kuitansi atau semacam tanda terima, tak ada nominal angka di kuitansi itu. "Tadi saat pemeriksaan, terungkap bahwa setiap anggota menerima Rp 375. Dan KPK juga meminta dana sebesar itu dikembalikan. Saya jelas keberatan, saya hanya menerima Rp 150 juta saja," kata anggota DPRD Kukar paling muda ini. Edy saat ini berusia sekitar 29 tahun.
Ia lalu melanjutkan, selain menerima Rp 150 juta, ia juga mendapat Rp 50 juta dari rekannya di partai. "Saya terima dana tersebut, karena saya pikir mereka memang banyak proyek. Banyak uang. Ini sedekah, makanya saya terima. Mencari uang sebanyak itu kan tidak mudah. Jadi, ya, saya ambil saja," ujarnya.

Eddy mengaku salah menerima uang itu. Ia merasa teledor. "Saya akui, saya salah. Saya lalai. Kalau KPK minta mengembalikan, saya siap. Kalau KPK mau menyita aset saya, silahkan. Harus menjalani hukuman penjara juga tak masalah. Asal berkeadilan. Saya taat hukum. Dan saya hanya korban. Saya masih muda dan belum mengerti masalah ini. Panggar eksekutif dan panggar legislatif yang tahu persis mengenai dana ini, mereka yang membahasnya," ucapnya. Edy menegaskan kembali ia tak takut dipenjara.

Ini konsekuensinya dan ia menyadari ini saat mengambil keputusan menjadi anggota Dewan. "Saya tahu Risikonya. Setiap kerjaan ada resikonya. Tidur saja kadang kita keseleo," ucapnya seraya tertawa. Ia juga mengungkapkan, selama menjadi anggota DPRD Kukar, baru kali ini Sekretariat Dewan  memberikan dokumen APBD kepada dirinya. Padahal, ini adalah tahun keempat dia duduk di DPRD Kukar. "Ini dokumen APBD 2008. Selama ini, saya tak pernah diberi dokumen ini," ucapnya. (reo)

Dipublikasikan Tribun Kaltim 19 April 2008

TENGGARONG, TRIBUN - Sekitar 20 mahasiswa yang menamakan dirinya Himpunan Mahasiswa Pemerhati Kutai Kartanegara (Kukar) menggelar aksi demonstrasi di Bundaran Kampus Universitas Kartanegara dan Bundaran Jembatan Bongkok, Rabu (7/5). Mereka menggelar aksi untuk merespon isu teror bom yang terjadi di Gedung DPRD Kukar Selasa (6/5) lalu. Dalam aksinya, mereka meminta Polda Kaltim menuntaskan teror bom di Kukar, mengutuk  pelaku teror bom, mengutuk aktivis mahasiswa yang mencoreng Kampus Unikarta.

Dalam orasinya, koordinator aksi Main Zhu mengatakan, teror bom yang dilakukan oleh seorang aktivis itu benar-benar menodai nama Kampus Ungu, sebutan kampus Unikarta. "Ini benar-benar mencoreng nama institusi kita sebagai kalangan terdidik dan intelektual. Ini menjatuhkan nama Unikarta di tengah-tengah masyarakat," katanya. Karena itu, ia berharap agar Polda Kaltim dapat menuntaskan segera kasus ini. Dengan begitu, ada efek jera yang dapat mencegah aktivis atau masyarakat lainnya melakukan tindakan yang sama.

Sementara itu, mahasiswa Unikarta lainnya, Kamal, berharap, agar masyarakat juga menyikapi aksi teror itu secara proporsional. Sebab, beberapa isi SMS tersebut mengangkat isu yang menyangkut kepentingan umum. Ia lalu memperlihatkan isi SMS teror yang intinya mengancam akan meledakan kantor bupati, gedung DPRD, hingga SPBU di Kukar. Sementara itu, Hendi Yuzar, pria yang diduga menyebar SMS teror bom pada Selasa (6/5) lalu, hingga Rabu (7/5) masih menjalani pemeriksaan intensif di Kantor Detasemen Khusus Anti Teror 88, Polda Kaltim. Sementara itu pada pukul 14.00, terlihat sejumlah rekan Hendi datang menjenguknya. 

Menurut Kepala Densus 88 AKBP Urip Widodo status Hendi belum tersangka.  "Batas waktu pemeriksaan berlangsung tujuh hari, berbeda dengan proses pemeriksaan konvensional berlangsung 24 jam," kata Urip Widodo.  Sementara itu saat dihubungi, Agus Amri SH, Kuasa Hukum Hendi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) juag menegaskan kliennya masih dalam proses pemeriksaan.  "Saat ini Hendi masih dalam pemeriksaan," katanya. (reo/m20)

Sumber : Tribun Kaltim dipublikasikan 8 Mei 2008

Rabu, 15 April 2009

Aswin : Tanya SKPD atau PPTK

Soal Transparansi Anggaran

TENGGARONG, TRIBUN - Kewajiban Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) adalah mempublikasikan APBD 2008 secara umum. Misalnya, belanja langsung, belanja tak langsung, pendapatan daerah, dana perimbangan, pendapatan lain yang sah, sisa anggaran tahun lalu. Sementara itu untuk mengetahui anggaran secara rinci, masyarakat dapat menanyakan langsung kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) masing-masing proyek.

Hal itu dikatakan Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) M Aswin. Menurutnya, Pemkab Kukar hanya mempunyai kewajiban untuk menginformasikan ke masyarakat secara umum. "Menurut Undang-Undang (UU), kewajiban kami hanya sebatas itu saja. Sama seperti yang dilakukan Pak Amin (Walikota Samarinda, red) saat mempublikasikan APBD-nya," kata Aswin saat dihubungi Tribun, Jumat (18/4). Ia melanjutkan, jika masyarakat ingin mengetahui rincian APBD 2008, mereka dapat langsung mendapatkannya di masing-masing SKPD. "Tanya ke SKPD dan PPTK-nya. Syukur kalau mereka beritahu, kalau tak mau silakan beritakan," ujarnya, menjawab pertanyaan tentang bagaimana jika masyarakat ingin mengetahui berapa besar dana bantuan sosial (bansos) tahun ini dan siapa saja yang mendapatkannya.

Sebelumnya, Plt Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Samsuri Aspar mengatakan, ia tidak mengetahui secara pasti apakah untuk melihat dokumen APBD secara terperinci harus menggunakan memo darinya atau tidak. Ia menyarankan agar, siapa saja atau lembaga yang ingin mengetahui dokumen tersebut, menanyakan mekanismenya kepada Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kukar Aswin. "Bukan, memo. Tapi ada ketentuan atau aturan mainnya mengenai itu (dokumen APBD). Saya kurang tahu itu, coba kamu tanyakan sama Aswin (Sekkab Kukar) dulu, karena dia Ketua Panggar Eksekutif," kata Samsuri, ketika ditemui usai menghadiri Rapat Paripurna 8 dan 9 mengenai Penetapan Perda Zakat dan Investasi Modal Daerah di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kukar, Kamis (17/4).

Jawaban Samsuri ini terkait ucapan Ketua Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Hardi. Sebelumnya, seperti yang diberitakan Tribun, menurut Hardi, masyarakat yang ingin mengetahui dokumen APBD 2008 harus melewati memo atau mendapat surat izin dari Bupati. "Memang tidak ada dalam perda (peraturan daerah) atau peraturan lainnya, tapi memang caranya seperti itu. Harus melewati izin dari Bupati, karena Bupati yang menandatangani APBD itu," kata Hardi, Selasa (8/4).

Awalnya, Hardi menjelaskan, untuk mengetahui dokumen APBD secara global, masyarakat dapat melihatnya di Humas Pemkab Kukar. Ia juga mengatakan bahwa dirinya atau BPKD tidak berhak meminjamkan atau memperlihatkan dokumen itu ke masyarakat. "Bukan ke saya, tapi ke Bupati," katanya mengulangi jawaban pertama. Ia juga menyarankan, jika ingin melihat anggaran setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), maka masyarakat dapat mendatangi SKPD masing-masing. (reo)

Dipublikasikan Tribun Kaltim pada 19 April 2008

Senin, 13 April 2009

Densus 88 Bekuk Penyebar SMS Teror

BALIKPAPAN, TRIBUN - Mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), Hendi Yuzar  harus  berurusan dengan pihak berwajib. Pria berusia 20-an tahun itu ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 di rumahnya  Jl KH Dewantara Tenggarong, Selasa (6/5) pukul 14.00. Hendi  diamankan karena menyebarkan pesan singkat atau SMS berisikan ancaman bom terhadap seluruh kantor Pemerintahan Kukar.

Penangkapan dipimpin Direktur Direktorat Reskrim Polda Kaltim,  Kombes Pol Arief Wicaksono,  setelah mendapat laporan SMS yang meresahkan. Saat itu, Direskrim bersama Kepala Densus 88 Urip Widodo yang berada di Samarinda dihubungi anggota Kasat Intel soal  SMS meresahkan masyarakat Kukar. Dari itu, Direskrim memerintahkan untuk melacak nomor handphone penyebar SMS dan menangkap pelakunya.

Dua nomor itu kartu As dengan nomor akhir xxx 849 dan xxx4770. Nomor akhiran 849 yang beralamatJjl Sentosa Samarinda dicek ternyata nihil."SMS itu beredar lagi dengan nomor lain (xxx4770) dan dicek penyebar SMS berada di Tenggarong," jelas Arief mengenai kronologis penangkapan di Kantor Densus 88 Polda Kaltim, Selasa (6/5). Hendi terdaftar mahasiswa perguruan tinggi di Tenggarong. Ia diduga melakukan teror karena kecewa dengan kinerja pemerintah Kukar karena adanya perbedaan pembangunan Kukar antara kota dan desa-desa di daerah hulu Sungai Mahakam."Saya minta maaf kepada teman-teman dan masyarakat Kukar.

Secara pribadi saya punya niatan yang baik tapi caranya salah," ujar Hendi yang wajahnya ditutup jaket hitam. Saat ditanya Tribun, apa motif melakukan ancaman teror bom, Hendi menjawab untuk pengalihan opini.  Direskrim menghimbau agar asyarakat tidak gampang membuat teror. "Sebab dampaknya begitu luas bagi masyarakat seperti keresahan dan rasa tidak aman. Soal terkait dengan jaringan terorisme atau tidak, Direskrim menyatakan masih menyelidiki," kata Arief.

Berhamburan
Isu bom cukup mengagetkan. Mendengar kabar adanya bom diletakkan di gedung wakil rakyat itu, ratusan pegawai dan beberapa anggota dewan berhamburan keluar. Gedung yang tadinya dipenuhi ratusan pegawai dan anggota dewan itu lalu kosong melompong. Dari pantauan Tribun, rata-rata dari pegawai tersebut tidak langsung pulang. Mereka masih membicarakan isu bom yang baru saja menimpa mereka. "Tadi kaget, tiba-tiba ada pengumuman dari pengeras suara, kalau kita diminta untuk meninggalkan ruangan karena ada bom. Dengar itu, ya kita langsung turun tangga," kata staf Komisi II DPRD, Dewi. Saking paniknya, ia lupa membawa tas miliknya.

Ika, pegawai komisi II yang sedang hamil 7 bulan mengaku hal yang sama. Ketika tahu ada informasi itu, ia segera meninggalkanya ruangannya. "Tadi lagi ngetik-ngetik surat. Dengar kabar dari pengeras suara, cepat-cepat saja keluar," ucapnya. Pertemuan antara Komisi I, perwakilan KUD Rima Etam dan PT Alcon membahas masalah tanah pun terpaksa dibatalkan. Musmuliadi yang memimpin acara itu mengaku ini adalah pertama kalinya DPRD mendapat isu teror bom. "Tadi rapat baru saja mau dimulai. Kebetulan saya pimpin. Dapat informasi  itu, ya kita ikuti saja," kata Mus dengan nada santai.
Setelah semua pegawai dan anggota dewan keluar ruangan, sekitar 2 pleton aparat Polres Kukar yang terdiri dari satuan Samapta, Intel, Reskrim dan Dalmas serta dibantu dengan Satpol PP menyisir tiap sudut gedung yang terdiri dari 2 lantai itu.

Mereka memeriksa laci, tempat sampah dan tempat-tempat lainnya yang diperkirakan tempat bom berada. Polisi juga menggunakan alat metal detector (pendeteksi logam) untuk mendeteksi keberadaan bom. Setelah memeriksa seluruh ruangan, sekitar pukul 12.00, Wakapolres Kukar Kompol I Gede Yusa melalui pengeras suara mengumumkan, bahwa polisi tidak menemukan bom seperti yang informasi yang didapatkan. Polisi memastikan bahwa gedung dalam keadaan aman dan mempersilahkan pegawai DPRD untuk bekerja kembali.  (reo/m20)
Sumber : tribunkaltim dipublish 7 Mei 2008

TENGGARONG, TRIBUN - Anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) Eddy Mulawarman, mengaku dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Kamis (15/5) kemarin. Ia dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Kukar sebagai saksi. Tidak tanggung-tanggung, anggota dari Fraksi PDIP ini menjalani pemeriksaan selama 7 jam sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB, di ruang pemeriksaan lantai 7 kantor KPK. "Ha...ha..., itu rahasia. Pokoknya saya dipanggil untuk menceritakan kronologi APBD, bansos dan kebobrokan sistem yang ada. Bukan karena si ini atau si itu, tapi sistemnya," kata Eddy saat ditanya seputar pemeriksaannya kemarin.

Eddy yang menghubungi Tribun seusai pemeriksaan mengatakan bahwa dirinya diperiksa oleh penyidik KPK bernama Adri Effendi. "Kita ngobrol-ngobrol santai seperti biasa saja," ujarnya. Eddy mengatakan dirinya menerima surat panggilan penyidik pekan lalu. Surat itu langsung dikirimkan kepadanya, tidak melewati instansi DPRD Kukar. Ia enggan menjelaskan apa isi surat panggilan, mengapa ia dipanggil dan sebagai apa. Perihal pemeriksaan kemarin, Eddy menjelaskan soal dana Bansos Kukar yang diduga diselewengkan penggunaannya. "Saya kasih tahu semua soal bantuan sosial. Mulai dari tahun 2005, 2006, dan lainnya. Pokoknya, semuanya data yang ada pada saya ceritakan. Saya tidak ceritakan si ini atau si itu, tapi saya ceritakan semuanya," kata Eddy.

Ia menjelaskan kepada penyidik bahwa dugaan korupsi dana Bansos yang terjadi saat ini disebabkan sistem pengelolaan yang salah. "Nggak mungkin yang mengurusi dana Bansos itu hantu. Yang ngurus bantuan lembaga ini dapat sekian, lalu yang lain dapat sekian. Pasti ada yang mengurus. Tidak mungkin hantu. Nggak mungkin panitia anggaran legislatif dan eksekutif tidak mengetahui mengenai masalah Bansos ini," ujarnya. Eddy bahkan yakin jika sistem pengelolaan Bansos yang sekarang masih diterapkan maka dipastikan pejabat di Kukar tinggal menunggu nasib saja untuk dipanggil KPK, atau aparat penegak hukum lainnya. "Soalnya sistem yang ada sekarang memungkinkan semuanya dapat masuk (penjara). Pejabat sekarang tinggal tunggu nasib saja. Kalau tidak dipanggil syukur, kalau dipanggil ya ..," katanya seraya tertawa.

Menurutnya sistem yang ada sekarang justru menuntun para pejabat dan anggota dewan untuk korupsi. Eddy enggan menjelaskan secara tegas, sistem seperti apa yang ia maksud. "Pejabat ditangkap dan anggota dewan ditahan. Semuanya akan begitu terus kalau sistemnya tidak kita perbaiki. Kalau tidak nanti ada si ini baru dan si itu baru lagi," kata Eddy. Selain bicara terang-terangan soal pengelolaan dana Bansos, Eddy juga sempat menyarankan ke penyidik agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secepatnya didirikan di Kalimantan. "Saya ini ke sini (Jakarta) biaya pulang pergi sekitar Rp 5 juta. Kalau saya dipanggil sebanyak 10 kali, biaya yang saya keluarkan itu mencapai Rp 50 juta, itu kan cukup besar. Kalau Pengadilan Tipikor ada di Kalimantan kita bisa lebih menghemat biaya itu," ujarnya.

Sementara itu Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan bahwa penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap anggota DPRD Kukar, Eddy Mulawarman. "Iya memang benar anggota DPRD itu diperiksa penyidik untuk tersangka SA (Samsuri Aspar, red)," ujar Johan. Ketika ditanya kapan tersangka Samsuri diperiksa sebagai tersangka, Johan mengaku belum mengetahui jadwal pastinya. "Tapi kata penyidik tidak minggu ini. Biasanya tersangka itu belakangan diperiksanya," kata Johan.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dana Bansos Kukar pada tahun 2005-2007. Dari keterangan KPK sementara, diduga telah terjadi penyelewengan dana Bansos, salah satunya untuk membiayai perjalanan dinas anggota DPRD Kukar. Beberapa minggu lalu penyidik KPK juga melakukan pemeriksaan di Kukar. Mulai dari pejabat, anggota DPRD, sampai dengan penjual nasi kuning dan tukang las, dimintai keterangannya. Hingga saat ini KPK telah menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kukar Samsuri Aspar sebagai tersangka.(reo/bdu)
Sumber : Tribun Kaltim dan dipublish 16 Mei 2008

Kamis, 09 April 2009

Syaukani Marah-Marah

 Terkait Mutasi Yang Dilakukan Pj Bupati Syamsuri Aspar

TENGGARONG, TRIBUN - Bupati (non aktif) Kutai Kartanegara (Kukar) Syaukani HR berang ketika diminta untuk legowo terhadap mutasi pejabat eselon II yang dilakukan Pemkab Kukar beberapa bulan yang lalu. Hal itu disampaikan Syaukani kepada Tribun, melalui nomor telepon seluler Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kukar Didi Marzuki, belum lama ini. Syaukani khusus menelepon dari ruang tahanan Polda Metro Jaya untuk memprotes pernyataan Anggota DPRD Kukar M Irkham yang dimuat Tribun beberapa pekan lalu.  "Saya mau menanggapi pernyataan anggota DPRD Kukar M Irhkam yang meminta saya legowo terhadap mutasi kemarin.

Sekarang saya katakan, anggota DPRD itu bukan porsinya mengurusi masalah yang berkaitan dengan eksekutif. Kelihatannya dia banyak campur tangan dengan masalah mutasi, seakan-akan DPRD yang menentukan. Itu tidak boleh," kata Syaukani dengan nada tinggi. Menurut Syaukani, dia baru bisa legowo jika mutasi yang dilakukan Pjs Bupati Kukar Samsuri Aspar berjalan sesuai peraturan. Menurutnya, para anggota DPRD  seharusnya mendukung upaya dirinya menegakkan peraturan dan ketentuan terkait mutasi pejabat. "Kalau saya diminta legowo, artinya dia (Irkham) mendukung orang yang menerobos peraturan. Padahal mutasi itu jelas-jelas melanggar peraturan, dan tidak boleh kita biarkan," katanya.

Syaukani.
Menurutnya, berapa hal yang salah dalam mutasi itu di antaranya, prosesnya tidak melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dan tak mendapat izin tertulis dari Gubernur. Selain itu, ada pejabat yang telah pensiun yang dimutasi. "Orang yang sudah pensiun tidak boleh dimutasi. Seperti Kepala Distamben (Dinas Pertambangan dan Energi) Samuel Robert. Pejabat yang satu tahunmendekati masa pensiun saja dilarang dimutasi ke jataban lainnya. Dia (Samuel) ini kan sudah pensiun, saya yang memperpanjangnya. Tapi kok masih dimutasi. Itu ilegal, tidak melalui Baperjakat lagi, semuanya diterobos. Kalau begini, apa yang kita legowokan," ujar Syaukani kembali dengan nada tinggi.

Ia menegaskan, hingga saat ini dirinya tetap Bupati Kukar walaupun statusnya non aktif. "Saya masih bupati walau non aktif, hingga ada keputusan tetap atau incrach, artinya saya belum diberhentikan. Pelaksana tugas itu bukan jabatan definitif dan dia (Samsuri) tidak boleh melaksanakan kebijakan-kebijakan yang strategis tanpa berkonsultasi dengan pembuat kebijakan. Saat ini saja kebijakan saya banyak yang diubah-ubah," ujarnya. Ia mengulang ucapannya lagi dengan nada yang lebih tegas. "Kalau berkekuatan hukum tetap dan saya diberhentikan, dia (Samsuri) baru diangkat menjadi Bupati definitif. Sekarang ini, dia tandatangan itu karena kewenangan saya yang dilimpahkan kepada dirinya untuk tandatangani atas nama bupati. Bupatinya sekarang ini siapa, kan saya!" katanya.

Untuk diketahui, Syaukani saat ini yang terjerat kasus tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 118 miliar. Ia saat sudah menyampaikan kasasi ke Mahkamah Agung terkait keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memvonisnya 2,5 tahun penjara. (reo)

Sumber : Tribun Kaltim dipublish pada 15 Mei 2008

Selasa, 07 April 2009

Cerita Tentang PNS-PNS "Menganggur"

PADA tahun 2005, ketika Syaukani HR masih aktif menjabat Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), ada istilah yang trend di kalangan pegawai pemkab, yaitu THR. Namun kata itu bukan singkatan dari tunjangan hari raya, tetapi singkatan dari tiap hari Rabu. Istilah itu  muncul karena setiap pengumuman tentang mutasi atau pelantikan para pejabat, selalu dilakukan pada hari Rabu. Di hari itu, Ruang Serba Guna Bupati Kukar selalu dipenuhi pegawai, yang sebagian besar datang dengan harapan mendapat berita baik terkait kenaikan jabatan mereka. Hidayat, mantan Kasubdin Penataan Wilayah dan Konservasi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kukar tengah asik mengisap rokok saat ditemui Tribun. Ia salah satu pria yang selalu datang ke ruang serba guna setiap hari Rabu. Sayangnya, selama itu ia tak pernah mendengar namanya disebut untuk dipromosikan.

"Saya berkarir sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) selama puluhan tahun. Saya sudah bekerja sebaik mungkin untuk meraih jabatan eselon III. Tapi, entah kenapa, tiba-tiba saya dinonjobkan (tidak dipekerjakan)," kata Hidayat saat berkunjung ke Tribun Kaltim Biro Samarinda beberapa waktu lalu.
Awalnya, Hidayat tak terlalu risau saat diberi posisi non job  pada 19 Oktober 2005.  Karena ia masih memiliki harapan besar namanya dipromosikan, setiap Rabu ia ada di ruang serbaguna. "Seangkatan dengan saya, ada ratusan eselon III dan IV yang dinonjobkan. Waktu itu saya sabar saja, karena yakin minggu depan akan dilantik. Tapi hingga saat ini tidak ada kabar saya akan ditempatkan dimana. Kalau rekan-rekan lain ada yang sudah mendapat posisi," ujarnya.

Pria yang bekerja sejak Distamben didirikan tahun 1995, mulai gusar. "Bayangkan, selama puluhan tahun berkarir hasilnya seperti ini. Sekarang, saya bingung mau ke kantor, mau masuk ruangan mana, kita duduk nanti yang kita duduki kursi orang. Sekarang, saya kan tidak punya kursi dan meja lagi," ujarnya. Hidayat datang bersama dengan rekannya yang juga pegawai eselon III. Namun, pria dengan postur tubuh tegap itu enggan namanya di tulis dalam koran. Ia menuturkan, sebagai PNS, dirinya merasa tak enak kalau tak dipekerjakan. Sebab setiap bulannya dirinya mendapat gaji.
"Gaji dapat seperti biasa, cuma tunjangannya saja yang tidak dapat. Tapi kita kan abdi negara, masa mendapat tapi kita nggak kerja. Tak enak kalau tak bekerja. Ada beban sosial kami terhadap masyarakat," ujarnya.

Mereka berdua mengaku, selama bekerja tak pernah berbuat masalah.  "Kami tidak diberhentikan tetap sebagai PNS, tapi tidak jelas kami bekerja dimana. "Sebentar lagi pensiun, Saat ini saja kalau ditanya orang saya bekerja dimana, bingung jawabnya," kata Hidayat seraya tertawa. Saat Tribun menanyakan hal ini kepada Kepala Distamben, Samuel Robert membenarkan jika kedua stafnya itu nonjob. "Tapi itu tidak terjadi pada era saya. Itu pada era Harry Maryadi (Kepala Distamben sebelumnya). Jumlahnya yang non job sampai sekarang ada 5 orang. Nanti, saya pertimbangkan agar memegang jabatan lagi," kata Samuel. Mantan Asisten II ini juga menuturkan pegawai-pegawai non job itu mungkin mengisi posisi 3 Kasubdin dan 1 Kasi yang belum masuk kerja. Mereka tidak masuk kerja sejak Samuel dimutasi menjadi Kadistamben menggantikan Harry Maryadi Maret lalu.(reo)

Sumber : kaltimpost.co.id dipublish 15 Mei 2008

Minggu, 05 April 2009

KPK Menyita Bansos Rp 5 M

Bersama BPK Periksa Anggota DPRD Lagi

TENGGARONG–Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian pemeriksaan lagi di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), Selasa (19/8), kemarin. Kedatangan mereka bersama petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim, itu kembali memeriksa sejumlah anggota DPRD Kukar. Pemeriksaan terhadap para wakil rakyat itu dilakukan di Gedung Arya Guna Polres Kukar. Anggota DPRD yang terlihat datang adalah, Ketua DPRD Rahmat Santoso, Bachtiar Effendi, Abubakar Haz, Hermain, Jois Lidia, Husaini Rasyid, Irkham, Khairudin, Yusuf AS, Abdurahman, dan Ali Hamdi. Mereka mengaku dimintai keterangan KPK dan BPK terkait penerimaan dana bantuan sosial (bansos) yang “dibungkus” bantuan operasional dewan dari APBD 2005-2006.

Seperti diketahui, bansos ini telah menelan korban. Plt Bupati Kukar Samsuri Aspar dan Ketua Komisi II DPRD Kukar Setia Budi ditahan KPK. Keduanya dituduh merugikan negara sekira Rp 30 miliar.
Salah seorang anggota dewan Jois Lidia yang dicegat Kaltim Post usai menjalani pemeriksaan mengatakan, “Saya hanya menyerahkan surat barang bukti pengembalian uang yang diminta KPK.”
Jois yang juga Wakil Ketua DPRD Kukar itu mengaku terpaksa mencari pinjaman uang untuk mengembalikan dana bansos yang pernah diterimanya. Anggota DPRD wanita dari PDI Perjuangan itu mengaku kesal dengan oknum anggota dewan yang memberinya uang tak halal itu. Karena Jois hanya menerima Rp 125 juta dan harus mengembalikan Rp 375 juta ke kas negara. Jois tak bisa berbuat apa-apa lantaran bukti penerimaan yang dimiliki KPK sebesar Rp 375 juta yang harus dikembalikan.

“Saya terima berupa cek multiguna BNI. Yang antar Khairudin. Waktu itu dia sebagai ketua komisi tiga,” aku Jois kepada wartawan. Celakanya lima lembar cek senilai Rp 125 juta yang diterimanya itu harus dikembalikan tiga kali lipat.  Jois mengatakan, bertemu Khairudin di ruang pemeriksaan Gedung Arya Guna dan sempat menanyakan perihal jumlah uang yang diterimanya. Bahkan Jois mengaku minta ganti uang yang harus dikembalikan karena tak merasa menerima. “Dia (Khairudin, Red.) menyuruh saya tenang. Tenang aja,” kata Juis mengutip jawaban Khairudin. Selama berada di ruang Arya Guna Polres Kukar, Jois mengaku, dimintai keterangan petugas BPK dan penyidik KPK. Petugas BPK dan KPK juga minta surat barang bukti pembayaran pengembalian uang ke BPD. Jois mengaku baru saja (kemarin) menyetor uang Rp 50 juta ke BPD, dan sisa uang yang belum dibayar Rp 25 juta dari Rp 375 juta.

Kepastian bahwa anggota DPRD dimintai keterangan KPK dan BPK dibenarkan oleh Rahmat Santoso dan Ali Hamdi. Rahmat mengaku ditanya siapa yang menyerahkan uang. “Saya jawab Khairudin yang menyerahkan kepada saya. Itu saja,” ungkapnya. Sedangkan Ali Hamdi dimintai keterangan KPK dan BPK untuk memastikan bahwa dirinya tak menerima uang bansos. “Saya dimintai keterangan BPK. Kalau KPK sudah tahu bahwa saya tidak menerima uang itu,” tutur Ali sambil menunjukkan surat panggilan KPK yang berisi sebagai saksi dugaan korupsi dengan tersangka Wakil Bupati Samsuri Aspar dan Ketua Komisi II DPRD Setia Budi. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan penyidik KPK terhadap anggota DPRD Kukar kemarin cukup singkat. Rata-rata mereka berada di ruang pemeriksaan sekira 30 menit sudah keluar. Hanya Khairudin yang berada di ruang pemeriksaan mulai sekira pukul 10.00 Wita hingga pukul 13.30 Wita. “Maaf saya tak bisa memberikan penjelasan. Tanyakan saja ke KPK,” ujar Khairudin sembari berlalu.

TALANGI 16 ANGGOTA
Penyidik KPK dan petugas BPK masing-masing tiga orang itu usai pemeriksaan langsung meluncur ke kantor BPD Kaltim Cabang Tenggarong di Jl Achmad Muksin Tenggarong. Di ruang Pimpinan BPD Kaltim Rosita Margereta di lantai dua itu sudah menunggu Ketua DPRD Rahmat Santoso dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kukar HM Hardi. Rahmat berada di BPD karena membantu anggota DPRD yang kesulitan mengembalikan uang bansos yang akan disita KPK sebagai barang bukti. Rahmat mengagunkan sejumlah aset pribadinya untuk menjamin 16 anggota dewan yang minta dibantu. Sayangnya Rahmat enggan menyebutkan nama belasan orang yang dibantunya itu.

“Memang ada beberapa anggota dewan yang berniat mengembalikan uang itu ya kita bantu. Ada juga yang langsung menyetor sendiri ke kas daerah di BPD ini. Yang saya bantu ada 16 orang. Nilainya kurang lebih Rp 2 miliar,” kata Rahmat kepada Kaltim Post saat berada di kantor BPD sekitar pukul 16.00 Wita kemarin. Kepala BPKD HM Hardi membenarkan bahwa kehadirannya di BPD terkait rencana KPK menyita uang bansos pengembalian anggota dewan. Jumlah uang yang disita KPK kali sebesar Rp 5 miliar dari kas daerah di BPD untuk ditrasfer ke rekening KPK. “Sebagai kepala BPKD, otomatis saya juga bendahara Pemkab Kukar. Karena itu, saya harus mengetahui jumlah uang yang keluar dari kas daerah di BPD ini,” jelas Hardi.

Hardi menambahkan bahwa KPK tak hanya menyita bukti surat pengembalian uang ke kas daerah. Melainkan juga menyita uangnya. Penyitaan uang bansos pengembalian anggota dewan oleh KPK sebesar Rp 5 miliar tersebut merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya penyidik menyita Rp 6 miliar sebelum penahanan Samsuri dan Setia Budi, Kamis (25/7) di Rutan Mabes Polri Jakarta. Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini bahwa jumlah uang pengembalian anggota dewan sebesar Rp 11 miliar dari Rp 13 miliar. Uang itu dibagikan kepada 37 orang dari 40 anggota dewan masing-masing sebesar Rp 375 juta. Berarti masih tersisa Rp 2 miliar yang harus dilunasi oleh wakil rakyat penerima bansos.(yus).
Sumber : kaltimpost dipublish 20 Agustus 2008

Kamis, 02 April 2009

Bisa Jadi Tersangka

Bisa Jadi Tersangka
SALAH seorang penyidik KPK menilai bahwa sebagian besar anggota DPRD Kukar kooperatif. Terbukti mereka memiliki etiket baik untuk mengembalikan uang bansos yang diterimanya. Penyidik KPK yang tak bersedia disebut jati dirinya itu pun mengancam akan meningkatkan status saksi menjadi tersangka bagi anggota dewan yang tidak kooperatif. “Sekarang ini bagaimana kita menyelamatkan uang negara. Karena itu tak menutup kemungkinan status saksi ditingkatkan menjadi tersangka bagi yang tidak mau mengembalikan uang. Mungkin dulu mereka tidak tahu kalau ini uang bansos. Setelah tahu ‘kan harus dikembalikan,” ujarnya.

Penyidik KPK yang juga menangani kasus mantan Bupati Kukar Syaukani HR itu membantah pengakuan Samsuri yang mendapat tekanan psikis dari oknum anggota dewan untuk mencairkan uang bansos. “Tidak ada penekanan itu. Kasus dugaan korupsi bansos ini merupakan konfirmasi antara eksekutif dan legislafif. Cuma sementara ini aktornya Samsuri dan Setia Budi dibantu beberapa orang,” paparnya. (yus)

Sumber : kaltimpost.co.id dipublis pada 20 Agustus 2008