Senin, 09 Maret 2009

Menguji ”Kesaktian” Syaukani

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digempur sejumlah isu tidak sedap berkaitan dengan penanganan laporan kasus-kasus korupsi dari Kutai Kartanegara. JAKARTA, di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), awal Oktober 2006 lalu, sejumlah wartawan ibukota berkumpul mendiskusikan Syaukani HR, Bupati Kutai Kartanegara. Terkadang muncul pujian bernada sinis; betapa kuatnya pertahanan Ketua Golkar Kaltim itu walaupun sudah digempur berbagai kasus pidana korupsi. Bayangkan, dalam catatan pengaduan di kantor KPK Jalan Veteran ternyata dari sebanyak 12.658 pengaduan masyarakat mengenai korupsi, yang berasal dari wilayah Kaltim mencapai 426 pengaduan. Nah, dari 426 pengaduan itu jumlah terbesar adalah dugaan korupsi di Kutai Kartanegara.

Publik di Kaltim, termasuk juga kalangan wartawan ibukota yang mangkal di KPK sedang menunggu-nunggu bagaimana lembaga paling disegani itu mampu menangani kasus – kasus dari Kutai Kartanegara. Ada beberapa kasus – satu diantaranya adalah dugaan korupsi pembebasan lahan calon Bandara Sultan Berjaya di Loa Kulu – dalam kaca mata standard mereka memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan menjadi penyidikan. ”KPK tidak takut dengan Syaukani. Tidak fair kalau ada yang mengatakan KPK takut dengan Syaukani,” kata Johan Budi, Humas KPK, seperti dikutip oleh Kaltim Post, baru-baru ini.

Alasan Budi, KPK bertindak hati-hati dalam hal mencari bukti yang akurat. Untuk kasus Loa Kulu penanganannya belum begitu lama oleh KPK. Bandingkan dengan kasus Suwarna AF yang perkaranya sudah lebih dulu sampai sejak setahun sebelum Suwarna akhirnya ditahan. Junino Jahja, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, juga mengakui kalau lembaganya menerima berbagai tudingan macam-macam sehubungan dengan kasus yang berhubungan dengan Bupati Kukar Syaukani HR. Salah satunya adalah adanya isu bahwa Syaukani sudah membagi-bagi izin konsesi batubara di Kukar kepada adik Ketua KPK Taufiqqurahman Ruki.

”Kita juga dilapori soal itu bahwa adiknya Pak Taufiq (Taufiqqurahman Ruki, Ketua KPK-red) memperoleh kuasa pertambangan, tapi itu tidak ada terbukti itu. Bahkan, kemarin kita mendapat laporan bahwa Pak Taufiq sendiri yang mengajukan kuasa pertambangan, tapi nggak ada itu, silakan saja periksa. Kita selidiki, kita cek semua. Jadi nggak ada, urusan siapapun yang terlibat kita periksa semua. Kita ada kode etik, kita ada aturan tentang itu,” ujar Junino. Bahkan Pak Taufiq sendiri pun, lanjutnya, mempersilakan untuk memeriksa laporan itu. ”Siapapun boleh cek itu. Banyak laporan-laporan soal itu dan kita selidiki dan kita periksa. Kalau terbukti ya kita tindak seperti salah satu anggota kita yang saat ini tengah dilakukan proses hukum, hal itu karena terbukti. Jadi silakan aja kalau ada bukti laporkan ke kita. Nggak ada toleransi dah untuk itu,” katanya.

Di lingkungan wartawan Jakarta, nama Syaukani memang sedang ngetrend karena kontroversi dirinya. Setelah kasus penyerangan sebelas wartawan di Jembatan Kukar, ia menjadi sasaran empuk berbagai pengelola media yang menawarkan jasa ”cuci nama” di media masing-masing dengan imbalan tertentu. Hasilnya, foto dan pemberitaan tentang Syaukani pun muncul diberbagai media ibukota dengan puji-pujian keberhasilan dirinya sebagai Bupati Kutai Kartanegara. Di Kaltim, kubu yang tidak menyukai Syaukani mulai kuatir kalau-kalau oknum KPK sudah termasuk dalam lingkaran ”kedermawanan” Syaukani. Tudingan seperti itu cukup wajar mengingat beberapa kasus yang menimpa tokoh satu ini seperti lenyap begitu saja. Seperti kasus dugaan korupsi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kukar sebesar Rp13 Miliar.

Kasus itu mencuat tahun 1995 dan 1996. Sejumlah pejabat penting dari Kukar akhirnya diperiksa Kejaksaan Tinggi Kaltim, termasuk Syaukani HR yang kapasitasnya dalam kasus itu sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kukar. Dana yang diduga ditilep secara berjamaah oleh sejumlah pejabat itu berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor perusahaan Migas. Ternyata kasus ini dianggap tidak merugikan negara setelah Syaukani Cs mengembalikan uang tersebut ke kas negara. Akhirnya Ketua Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera (IKBLA) H Iskandar Hutualy mengajukan gugatan praperadilan ke PN Samarinda. Institusi yang digugat adalah Kejagung dan Kejari Samarinda yang telah menerbitkan SP3.

Putusan PN Samarinda tertanggal 5 Juni 1999 menyatakan menerima dan mengabulkan pemohon praperadilan. Namun, kejaksaan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) yang hasilnya menolak dan menyatakan SP3 sah. Merasa tidak puas terhadap putusan tersebut, IKBLA mengajukan PK ke MA, hasilnya memperkuat putusan PN bahwa SP3 tidak sah dan memerintahkan kasus korupsi dengan tersangka Syaukani dan teman-teman dilanjutkan. Namun jaksa mengajukan PK dan hasilnya MA mencabut PK yang diajukan IKBLA. Alasan MA mengesahkan SP3 karena berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim, kasus PBB tidak ditemukan adanya kerugian uang negara, setelah Syaukani dan teman-teman mengembalikan uang PBB yang mengendap sebesar Rp13 miliar ke kas negara.

Praktis perkara itu tidak dapat diutak-atik kembali setelah keluar salinan putusan MA No 66/PK/Pid/2002 yang amar putusannya menyatakan bahwa Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kejari Samarinda dikabulkan. Itu berarti putusan MA No 4/PK/Pid/2000 dibatalkan dan menyatakan SP3 No Print-171/R.4/Fpk.1/11/1998 tertanggal 3 November 1998 adalah sah berdasarkan hukum. Amar putusan MA tersebut ditandatangani oleh Hakim Agung H Achmad Syahruddin SH, H Abdul Kadir Mappong SH dan Husman Kasim SH.

Jaman sudah berubah. Pertanyaannya apakah KPK masih bisa ditembus oleh ”kesaktian” Syaukani?
Kepada wartawan Syaukani mengakui banyaknya tuduhan terhadapnya seolah-olah ia melakukan tindak pidana korupsi. Padahal di era kepemimpinannya sebagai Bupati Kukar yang kedua kali, ia sedang berusaha membersihkan pemerintahannya dari gerogotan ”tikus-tikus” pemangsa uang rakyat, dengan tekad menciptakan pemerintahan yang bersih. ”Silakan tangkap saya kalau memang ada bukti,” kata Syaukani. ** charles siahaan, masrudiansyah

Dipublikasi pada 27 Oktober 2007

0 komentar:

Posting Komentar